Topswara.com -- Pemerintah mengumumkan bahwa Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia mengalami penurunan, beberapa pihak pemerintah memandang sebagai posisi aman dan terkendali untuk Indonesia dalam mengatasi utang.
Benarkah penurunan utang adalah bentuk keberhasilan Indonesia dalam menekan ULN? Akankah pemerintah juga benar-benar serius melunasi ULN hingga tuntas? Bagaimana pandangan Islam dalam menyikapi utang dan solusi apa saja agar negara tidak mudah berutang?
Pada Oktober 2022 Utang Luar Negeri Indonesia kembali menurun sebesar USD 390,2 miliar, turun dibandingkan dengan posisi ULN pada September 2022 sebesar USD 395,2 miliar. Penurunan disebabkan oleh ULN sektor publik (Pemerintah dan Bank Sentral) maupun sektor swasta walau masih dengan pangsa 99,9 persen di berbagai sektor ULN Indonesia (liputan6.com, 15/12/2022).
Penurunan utang Indonesia kali ini masih terbilang rendah belum menurun secara drastis, efeknya masih membuat rakyat tertekan karena saat utang belum turun lebih besar, maka rakyat akan terus tertekan dengan membayar seperti uang air, listrik, dan lainnya yang kian naik, belum lagi kebutuhan pokok juga ikutan naik merupakan beban besar yang harus ditanggung rakyat.
Pertanyaannya, dari mana penurunan beberapa persen ini bisa dikatakan aman dan rakyat ikutan senang akan keberhasilan ini? Sedangkan hasil utang belum sepenuhnya untuk kepentingan rakyat. Hari-hari rakyat harus mengalami berbagai kesulitan seperti ekonomi, jika pun diberikan bantuan maka rakyat lain tidak mendapatkan haknya secara merata, karena pemerintah hanya memberikan bantuan ke segelintir orang.
Bahkan sangat disayangkan hasil utang negara disalahgunakan di instansi pemerintah, seperti penggantian gorden ruangan pejabat seharga jutaan rupiah, mengubah kamar mandi pejabat seharga jutaan rupiah, pengeluaran uang makan ratusan ribu tiap bulannya, hingga pembangunan Ibu Kota Negara di Kalimantan adalah bentuk menyia-nyiakan pemerintah dalam mengelola uang, pantas saja utang negara terusan bertambah bukannya berkurang.
Pemerintah belum berhasil sepenuhnya dalam menurunkan ULN, rakyat berharap uang negara bisa dikelola dengan baik dan demi kepentingan rakyat, bagaimana pun cara yang baik, pemerintah harus segera melunaskan utang. Agar rakyat tidak ikutan menanggung beban dan cukup mengelola sumber daya alam yang melimpah ini dengan benar, maka pemerintah tidak perlu lagi mengutang dengan asing atau aseng.
Keluar dari Belenggu Penjajah
Dalam sistem demokrasi, siapa saja pemerintahnya maka asing maupun aseng akan senang menawarkan utang kepada Indonesia, tetapi rumus mereka “tidak ada makan siang yang gratis” artinya setelah memberikan utang dibalik layar, pemerintah akan memuluskan rencana asing dan aseng dalam mengelola atau merampas SDA yang ada di Indonesia. Seperti pulau-pulau yang ada di luar pulau Jawa yang rata-rata bukan lagi sepenuhnya hak milik Indonesia melainkan sudah dikelola secara resmi oleh barat.
Berbagai tambang emas sudah resmi dikuasai barat dan Cina sebagai pemegang saham terbesar, pastinya ada efek ULN yang menyebabkan kedua aktor besar ini mudah menguasai SDA tanpa diinterogasi terlebih dahulu.
Padahal, utang luar negeri merupakan bagian penjajahan dalam bidang politik yang wajib dihindar pemerintah. Tanpa sadar atau tidak, rakyat sudah terlanjur tercekik dengan utang dan kekayaan alam yang seharusnya dikelola lalu dikembalikan kepada rakyat kini mudah dirampas tanpa hak.
Oleh karena itu, rakyat harus sadar bahwa dalam demokrasi tidak ada yang gratis semuanya bayar, tidak ada yang dibebankan semuanya akan ikutan imbasnya, dan tidak akan pernah asing dan aseng tidak ikut campur dalam pemerintahan Indonesia, pasti ikut campur, inilah watak asli demokrasi yang harus segera disadari rakyat.
Utang dengan asing dan aseng ibarat gerbang kesengsaraan yang tidak akan pernah senang dan sejahtera selama Indonesia belum terlepas dari kebiasaan buruknya. Padahal, sudah jelas tidak satu pun rakyat mendapatkan untung dari utang dan selalu ada saja SDA yang dirampas walau dengan berdalih kerja sama, tetapi sudah ada kesepakatan bersama, memilukan.
Indonesia Aman dari Utang dengan Penerapan Islam Kaffah
Tidak banggakah pemerintah yang notabene rakyatnya kaum Muslim, sudah seharusnya bangga dengan solusi yang ditawarkan oleh Islam sendiri. Berbagai permasalahan kecil atau besar mampu terselesaikan tanpa campur tangan dan mengutang ke barat. Ini jelas terbukti sepanjang sejarah kehidupan Islam terdahulu, di mana setiap kepala negara tidak gegabah dalam mengambil keputusan.
Ketika negara mengalami krisis ekonomi atau istilah sekarang dengan sebutan diambang resesi, maka pemerintah Islam tidak mudah berutang kepada barat, tetapi pemerintah mengelola terlebih dahulu sumber daya alam yang masih ada dan bisa menutupi kesusahan negara, dengan begitu pemerintah tidak akan menjalin kerja sama dengan barat apa pun alasannya, karena prinsip pemimpin Islam jika bekerja sama barat adalah gerbang awal menuju kehancuran.
Ketika SDA seperti tambang, laut, hutan dan lain-lain. sudah dikelola kembali dengan baik oleh pemerintah, maka secara alami kondisi negara Islam akan kembali membaik dan tidak pernah satu pun rakyat terlantar akibat kemiskinan atau kelaparan, dan ini pernah diterapkan oleh Umar bin Abdul Aziz terkenal dengan tanggung jawabnya sebagai kepala negara.
Bahkan rakyatnya tidak satu pun didapatkan mau menerima zakat, sebab segala kebutuhan rakyatnya terpenuh dengan sumber daya yang bisa dikelola dengan baik, seharusnya pemimpin sekarang meneladani keberhasilan pemimpin Islam terdahulu.
Agar tidak lagi memakai cara modern penjajah dalam mengelola negara, rakyat pun tidak menjadi mangsa penjajah dalam hal utang-piutang negara. Malu rasanya ketika kekayaan alam yang diamanahkan agar dikelola dengan benar, tetapi malah selalu dieksploitasi, dan dampak buruknya rakyat yang menanggung, sakit rasanya ketika pemerintah gagal meriayah umat.
Maka dalam berbagai permasalahan, ketika dikembalikan dan mengikuti Islam dapat dipastikan utang luar negeri tidak akan pernah terjadi, bahkan rakyat akan sejahtera dan mendapatkan haknya dengan kesadaran pemerintah sebagai pemimpinnya.
Wallahualam bissawab.
Oleh: Muzaidah
Aktivis Dakwah Muslimah
0 Komentar