Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Multi Partai dalam Demokrasi, Kuatkan Polarisasi Turunkan Legitimasi


Topswara.com -- Pemilu 2024 sudah di depan mata berbagai partai politik (parpol) telah menyusun strategi untuk memenangkan pemilu, mereka berbondong-bondong merekrut anggota muda menjadi bagian parpol baru.

17 parpol sudah di tetapkan sebagai peserta pemilu 2024 oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) 4 di antaranya partai baru, Partai-partai itu antara lain Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Persatuan Indonesia (Perindo), Partai Nasional Demokrat (Nasdem), Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Kebangkitan Nusantara (PKN), Partai Garda Perubahan Indonesia (Garuda), Partai Demokrat, dan Partai Gelombang Rakyat Indonesia (Gelora). Ada juga Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Golongan Karya (Golkar), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Buruh, (BBC NEWS Indonesia, 15/12/2022).

Setiap menghadapi pemilu, parpol semakin bertambah, dianggapnya bahwa makin banyak parpol semakin bermanfaat pula untuk rakyat. Faktanya parpol hanya menjadi beban negara, karena semakin banyak parpol semakin besar pengeluaran kas negara sementara mereka hanya bervisi tulisan kosong dalam praktiknya.

Berdirinya parpol di tengah masyarakat hanya upaya meraup suara rakyat sebagai keuntungan besar bagi pemain politik demokrasi. Sangat tampak jelas bahwa dalam politik demokrasi sesungguhnya rakyat hanya dibutuhkan kala ada kepentingan ditengah-tengah para pemeran politik demokrasi. Namun, kala suara rakyat tak dibutuhkan lagi maka mereka diabaikan oleh negara apa lagi ketika rakyat menyuarakan kebenaran justru malah dibungkam.

Bukan rahasia umum kala para mahasiswa turun di jalan mencari keadilan atas BBM naik atau mencari solusi atas masalah yang dihadapi rakyat. Para pejabat negara bukannya memberi solusi malah mengerahkan aparat untuk menghadang para mahasiswa itu. 

Inilah demokratis yang katanya dari rakyat oleh rakyat dan kembali untuk rakyat. Yang fakta bukan kembali kepada rakyat melainkan kembali pada mereka sendiri yang memiliki kepentingan dalam politik demokrasi.

Oleh karena itu, hadirnya partai-partai dinegara kapitalisme diduga bukan untuk rakyat melainkan untuk meraih kekuasaan dan materi yang berlimpah. Mereka di dorong oleh pemilik modal membangun partai politik kemudian disuguhi kekuasaan, dan tidak lain partai Islam pula sama saja dengan partai lainnya. 

Inilah bobroknya politik demokrasi kapitalisme mereka hanya memahami bahwa politik identik dengan kekuasaan semata, ketika problem hadir ditengah-tengah masyarakat dianggap persoalan individu yang tidak ada campur tangannya dengan yang punya kekuasaan padahal setiap masalah yang hadir itu disebabkan oleh rusaknya destinasi politik.

Beda halnya politik Islam dan pemerintahan Islam yang bertujuan mengurusi urusan umat yang berdasarkan syariat Allah ta'ala kekuasaan yang di duduki seorang khalifah merupakan jalan untuk menerapkan syariat Allah secara kaffah demi kemaslahatan umat. 

Yakni menjamin perlindungan, keamanan dan kesejahteraan secara menyeluruh tanpa adanya pilih kasih, inilah peran politik yang hakiki dimanah ia menetapkan kekuasaannya dengan cara menjalankan urusan pemerintahan sesuai dengan apa yang diturunkan Allah SWT.

Sebagaimana dalam QS. Al Maidah ayat 49 yang artinya " dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang telah diturunkan oleh Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkanmu dari sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu".

Itulah bentuk sistem pemerintahan Islam.  Khilafah menjadi satu-satunya sistem pemerintahan dalam dualah islamiah, kemudian daripada itu pemimpin umat adalah manusia biasa yang tidak pernah luput dari kesalah, sehingga kritikan tentu akan didapatkan namun bukan berarti kritik yang diterima menjadi hinaan bagi pemimpin, melainkan sebagai optimalisasi kinerjanya sebagai khalifah yang akan dipertanggung jawabkan dunia hingga akhirat.

Dari kisah Umar bin Khattab ra. Sahabat Rasulullah yang disegani oleh umat akan tetapi ketika ia di angkat sebagai pemimpin umat justru dia tidak berat hati mendapatkan kritikan dari rakyatnya justru ia terbebani apabila rakyat tidak menyampaikan atau memendam keluh kesahnya karena beban seorang Khalifah (pemimpin) bukan saja berlaku didunia melainkan di akhirat yakni kehidupan yang kekal.

Hanya sistem politik Islam (khilafah) yang benar-benar memperhatikan rakyatnya dari masalah besar bahkan masalah kecil pun Islam memberikan solusi yang komprehensif dan demikian pula adanya majelis umat yang mewadahi suara rakyat untuk menyampaikan aspirasi mereka.
Wallahu a'lam bisshawab


Oleh: Sasmin
Pegiat Literasi
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar