Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Momen Nataru, Pluralisme Berbalut Toleransi


Topswara.com -- Bulan Desember identik dengan Nataru. Ucapan selamat, ornamen dan pernak-pernik Natal dan tahun baru terlihat di berbagai titik dan pusat-pusat perbelanjaan. Tidak sedikit umat Islam ikut larut dalam suasana tersebut dan turut mengucapkan selamat natal dengan alasan toleransi dan menghormati agama lain.

Memasuki akhir tahun salah satu representasi Pemerintah Pusat dan Daerah menunjukkan dukungannya terhadap perayaan Natal dan tahun baru sebagai komitmen menjaga toleransi dan keharmonisan untuk menghormati umat beragama.

Melansir laman berira Antaranews.com, Senior Program HAM dan Demokrasi Internasional NGO Forum On Indonesia Development (INFID) Abdul Waidl mengatakan peningkatan kasus intoleransi di berbagai daerah mendorong pengimplementasian Kabupaten/Kota yang ramah dan peduli HAM di seluruh Indonesia. Menurutnya ada banyak sekali kasus sekali kasus intoleransi di daerah. 

Inilah alasan kuat INFID ingin mendorong kabupaten/kota agar HAM bisa benar-benar terwujud di seluruh Indonesia. Ditemukan ada 180 peristiwa pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan (KBB) dengan 422 tindakan yang tersebar dalam 29 provinsi di Indonesia pada tahun 2020 dalam laporan riset ke-14 SETARA (18/12/2022).

Itulah mengapa di bulan Desember ada beberapa kabupaten/kota yang mendapat penghargaan sebagai kabupaten/kota peduli HAM dari kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham). 

Kemenhkumham memberikan penghargaan kepada kota Metro pada peringatan Hari Hak Asasi Manusia Sedunia ke-74 Tahun 2022 secara langsung pada Senin, 12 Desember 2022 di Hotel Sultan dan Residence Jakarta Pusat dengan tema acara “Pemujaan Hak Asasi Manusia Untuk Setiap Orang”, (Metrokota.go.id, 12/12/2022).

Salah satunya adalah kota Surabaya yang merupakan kota toleransi peringkat keenam di Indonesia dan peringkat pertama di Jawa Timur. Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Surabaya Agus Hebi Djuniantoro menjelaskan bahwa kota Surabaya merupakan Kota pluralisme atau paham atas keberagaman, karenanya harus difasilitasi dengan memasang ornamen tematik Natal yang dilakukan saat ini memasuki Bulan Desember 2022.

Belakangan ini toleransi begitu kuat digaungkan oleh sebagian umat Islam sendiri. Dengan alasan toleransi beragama untuk memperkuat ukhuwah kebangsaan, namun sesungguhnya toleransi yang digaungkan ini lebih mengarah kepada toleransi yang salah.

Pluralisme menganggap bahwa semua agama itu benar, menganggap semua agama itu sama yaitu sama-sama dari tuhan. Dengan demikian muncullah sikap toleransi beragama yang kebablasan, seperti mengucapkan selamat natal kepada umat Nasrani, berdoa bersama dengan umat lain, bahkan shalawatan di Gereja. Sikap yang demikian telah mencampuradukkan yang hak dan yang batil dan sangat bertentangan dengan syariat Islam.

Syeikh Taqiyuddin an nabhani menyatakan toleransi bermakna membiarkan (menghargai). Membiarkan maksudnya bukan mengakui sebagai kebenaran, tetapi tidak melarang atau menghalang-menghalangi dalam beribadah. Islam mengajarkan bahwa non muslim hendaknya dibiarkan untuk beragama dan beribadah menurut keyakinan mereka, tidak diganggu dan tidak dipaksa untuk masuk Islam. Inilah toleransi yang sesungguhnya yang diajarkan oleh Islam.

Islam justru agama paling toleran karena Islam tidak pernah memaksa orang lain untuk mengikuti ajaran Islam. Jadi toleransi terhadap non muslim yang merayakan hari raya mereka adalah cukup dengan sikap membiarkan dan tidak mengganggu mereka.

Bukti toleransi dalam Islam, Karen Armstrong dalam bukunya berjudul Holy War: The Crusades and Their Impact on Today’s World mengatakan “Tidak ada tradisi persekusi agama dalam imperium (khilafah) Islam”. Selain itu, seorang orientalis inggris, T.W. Arnold, pernah menuliskan tentang kebijakan Khilafah Utsmaniyah terhadap warganya yang non muslim. Arnold menyatakan “Perlakuan terhadap warga Kristen oleh pemerintahan Khilafah Turki Utsmani selama kurun waktu dua abad setelah penaklukan Yunani, telah memberikan contoh toleransi keyakinan yang sebelumnya tidak dikenal di daratan Eropa”.

Pernyataan dari kedua tokoh dunia di atas membuktikan bahwa sepanjang sejarah penerapan syariah Islam, toleransi dirasakan agama non muslim. Tidak ada persekusi dan pemaksaan pada ajaran agama lain. Bahkan kafir dzimmi dilindungi oleh negara. Narasi toleransi yang digaungkan sekarang ini sejatinya hanya ingin merusak akidah umat dan menjauhkan umat Islam dari ajaran Islam yang benar.

Negara saat ini seharusnya menjaga akidah umat agar tenang dalam meyakini ajaran agama yang dianutnya. Bukan mengarahkan untuk menerima semua keyakinan yang ada agar disebut orang paling toleransi versi pemerintah. 

“Katakanlah, hai orang-orang kafir, Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah, dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku Sembah, dan aku tidak akan pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah, untukmu agamamu dan untukkulah agamaku. (TQS. Al-kafirun ayat 1-6). Wallahu ‘alam bisshawab.


Oleh: Nahmawati
Pegiat Opini
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar