Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Maraknya Bullying dan Buruknya Sistem Pendidikan


Topswara.com -- Di seluruh negara di dunia terjadi kasus bullying, sebagian besar pelaku maupun korbannya didominasi anak-anak dan remaja. Tindakan bullying seolah mengakar dan menjalar tak berkesudahan. 

Indonesia juga tengah mengalami krisis kasus bullying yang terjadi di lingkungan sosial khususnya sekolah. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat adanya temuan kasus perundungan yang semakin meningkat kisaran 30-60 kasus per tahun. Bahkan, Indonesia menduduki peringkat kelima dalam kasus perundungan.
 
Menurut data Programme for International Students Assessment (PISA) anak dan remaja di Indonesia mengalami 15 persen intimidasi, 19 persen dikucilkan, 22 persen dihina, 14 persen diancam, 18 persen didorong sampai dipukul teman dan 20 persen digosipkan kabar buruk. 

Tak hanya itu United Nation International Children’s Emergency Fund (UNICEF) mencatat bahwa Indonesia memiliki persentase tinggi terkait kekerasan anak. Bila dibandingkan negara Asia lainnya seperti Vietnam, Nepal maupun Kamboja, Indonesia menempati posisi yang lebih tinggi.
 
Kasus bullying yang kerap terjadi berulang kali bahkan cenderung mengalami peningkatan di tiap tahun memperlihatkan ketidak seriusan negara dalam hal ini. Ada kesan abai dalam menangani kasus bullying. Tidaklah cukup jika hanya menangkap dan memenjarakan pelaku. 
Peraturan yang tegas, pemahaman terhadap generasi, dan perbaikan kualitas serta kuantitas pendidikan lah yang mesti diperhatikan. 

Pendidikan sekuler yang menjauhkan agama dari kehidupan adalah salah satu penyebab meningkatnya kasus bullying, ketidak seimbangan antara pendidikan agama dan akademik yang hanya berorientasi pada materi serta rentan disusupi pemahaman yang bertentangan dengan agama adalah pemicu lahirnya generasi yang mungkin kaya akan prestasi namun miskin iman dan bermoral buruk. 

Pendidikan sekuler ala kapitalis yang diterapkan di negeri ini menyebabkan negara sering abai terhadap hal hal seperti ini. Negara pun seperti semakin berlepas tangan akan tanggung jawabnya meriayah umat khususnya generasi muda. 

Solusi yang diberikan terhadap berbagai masalah pendidikan pun terkadang tak solutif dan justru menimbulkan masalah baru. Banyaknya kasus bully menjelaskan semakin bobroknya moral dan akhlak generasi. Generasi muda saat ini mengalami krisis moral. 

Pengawasan dari sekolah dan orang tua tidaklah cukup, harus ada peran negara karena negara lah yang bisa membuat berbagai kebijakan tentang segala sesuatu termasuk masalah pendidikan yang tentu diharapkan bisa mengubah keadaan. 

Inilah salah satu bahaya menjadikan sekularisme sebagai landasan sistem kehidupan saat ini.  Pemisahan nilai-nilai agama dari kehidupan memberi pengaruh buruk bagi kehidupan masyarakat. 

Pendidikan hanya sebatas keberhasilan prestasi siswa didik dengan nilai di atas kertas. Akhirnya, anak tumbuh menjadi hedonis, tidak memperdulikan dosa dan pahala. Prestasi demi prestasi dibanggakan namun jauh dari pembentukan kepribadian dan akhlak terpuji.

Berbeda dengan Islam sebagai satu-satunya sistem yang menyodorkan solusi atas setiap problematika kehidupan. Islam memberikan perhatian yang sangat besar kepada generasi penerus, bahkan sejak usia dini. 

Pada masa Islam berjaya, orang tua menjadi madrasah pertama bagi putra-putrinya. Orang tua akan menjalankan perannya dengan mendidik anak sesuai tuntunan syariat. Dengan demikian, anak memiliki pegangan hidup yang kokoh sehingga di usia baligh mereka siap menjalani kehidupan dan memahami hakikat hidupnya hanya untuk beribadah kepada Allah Ta'ala. Ketika remaja, mereka akan disibukkan dengan ketaatan kepada Allah. Baik membaca, mendengar atau menghapal Al-Qur’an, hadis, kitab-kitab tsaqafah para ulama, atau berdakwah di tengah-tengah umat dan sebagainya.
 
Dalam kehidupan bermasyarakat yang diatur Islam, masyarakat melakukan kontrol dengan aktivitas saling mengingatkan antar anggota masyarakat agar mereka senantiasa berjalan sesuai dengan tuntunan syariat. Perasaan masyarakat juga Islami, tidak akan mampu melukai hati orang lain.

Negara akan menerapkan sistem pendidikan Islam yang akan membentuk kepribadian Islam pada setiap anak didik. Negara akan memfasilitasi media untuk pendidikan yang akan mendorong peserta didik berperilaku positif, sebagaimana dicontohkan generasi-generasi sukses sebelumnya dalam peradaban Islam.

Negara akan melarang semua konten media yang merusak, baik dalam media buku, majalah, surat kabar, media elektronik dan virtual. Negara berkewajiban menutup semua pintu-pintu kemaksiatan dan akan melaksanakan sanksi yang tegas atas segala pelanggaran hukum syarak. 

Maka bisa disimpulkan bullying merupakan duri dalam pendidikan Indonesia. Dan permasalahan ini hanya akan bisa diatasi dengan solusi Islam yang menyeluruh serta membutuhkan kerja sama antara keluarga, masyarakat dan negara. Tanpa sistem Islam, manusia tidak akan pernah bisa menyelesaikan semua permasalahan hidupnya.


Oleh: Tri Stiawati, S.Si
Sahabat Topswara dan Pegiat Dakwah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar