Topswara.com -- Pengasuh Ponpes Al-Abqary, K.H. Yasin Muthohar menjelaskan musibah terjadi diakibatkan oleh sebagian dosa manusia.
"Musibah yang terjadi diakibatkan oleh sebagian dosa manusia. Kalau musibah itu disebabkan karena semua perbuatan manusia maka tidak ada manusia yang hidup. Semua dihancurkan oleh Allah," tuturnya dalam kajian yang berjudul: Kolerasi antaramusibah dan Dosa, Kamis (08/12/2022) di YouTube Majelis Gaul.
Ia mengutip QS. Al-Ma'idah Ayat 49:
وَاَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَآ اَنْزَلَ اللّٰهُ وَلَا تَتَّبِعْ اَهْوَاۤءَهُمْ وَاحْذَرْهُمْ اَنْ يَّفْتِنُوْكَ عَنْۢ بَعْضِ مَآ اَنْزَلَ اللّٰهُ اِلَيْكَۗ فَاِنْ تَوَلَّوْا فَاعْلَمْ اَنَّمَا يُرِيْدُ اللّٰهُ اَنْ يُّصِيْبَهُمْ بِبَعْضِ ذُنُوْبِهِمْ ۗوَاِنَّ كَثِيْرًا مِّنَ النَّاسِ لَفٰسِقُوْنَ
Dan hendaklah engkau memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah engkau mengikuti keinginan mereka. Dan waspadalah terhadap mereka, jangan sampai mereka memperdayakan engkau terhadap sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah berkehendak menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka. Dan sungguh, kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.
"Artinya musibah itu terjadi diakibatkan oleh sebagian saja dari perbuatan dosa yang dilakukan manusia. Allah SWT selalu mengampuni dari segala begitu banyak dosa dari begitu banyak kelakuan yang dilakukan oleh manusia.
Sebagaimana firman Allah dalam surat Asy-Syura' Ayat 30:
وَمَآ اَصَابَكُمْ مِّنْ مُّصِيْبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ اَيْدِيْكُمْ وَيَعْفُوْا عَنْ كَثِيْرٍۗ
Dan musibah apa pun yang menimpa kamu adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan banyak (dari kesalahan-kesalahanmu)," jelasnya.
Ia melanjutkan, Allah memberikan musibah itu akibat perbuatan manusia, oleh karena itu musibah itu ada kaitannya dengan dosa, musibah itu siksa. Ada orang yang diberi musibah disiksa oleh Allah seperti musibah yang menimpa orang-orang Kafir, mereka dibenamkan, dihancurkan, seperti kaum Nabi Nuh, kaum Nabi Luth, kaum Nabi Sholeh, kaum Nabi Musa dan sebagainya.
Kemudia ia menyampaikan, semua dihancurkan Allah sebagai siksa kepada mereka. Siksa kepada orang-orang kafir siksa di dunia dan akherat. Dan ada juga yang beriman, dia berbuat dosa kemudian dosanya itu dihukum di dunia agar dia nanti di akherat terbebas dari dosa.
"Oleh karena itu kita tidak bisa juga mencaci maki itu orang-orang yang kena gempa itu orang yang suka maksiat. Enggak bisa kita vonis seperti itu, kita tidak tahu musibah yang menimpa seseorang itu apakah siksa karena hukuman atau memang ini rahmat. Allah mempercepat hukuman yang Allah berikan pada dia yang seharusnya diberikan di akhirat, diberikan di dunia, sehingga di akhiratnya selamat," terangnya.
Sebagaimana sabda Nabi SAW,
إِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدِهِ الْخَيْرَ عَجَّلَ لَهُ الْعُقُوبَةَ فِي الدُّنْيَا وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدِهِ الشَّرِّ أَمْسَكَ عَنْهُ بِذَنْبِهِ حَتَّى يُوَفِّى بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Jika Allah menginginkan kebaikan pada hamba, Dia akan segerakan hukumannya di dunia. Jika Allah menghendaki kejelekan padanya, Dia akan mengakhirkan balasan atas dosa yang ia perbuat hingga akan ditunaikan pada hari kiamat kelak.
"Jika Allah menghendaki keburukan pada hambanya maka Allah menahan siksa akibat dosanya itu sehingga nanti siksanya itu akan di penuhi di yaumil qiyamah. Lebih baik di dunia selamat, di akhirat selamat," imbuhnya.
Ujian bagi Mukmin
Ia menjelaskan, musibah itu disebutkan dengan dosa tetapi ada yang berupa hukuman, betul untuk menghinakan baik di dunia maupun di akhirat itu pada orang kafir. Jika pada orang yang beriman, jika ada yang berbuat dosa maka Allah memberikan musibah itu untuk membersihkan orang yg beriman itu dari dosa.
Ia melanjutkan, Allah yang memberikan musibah kepada orang yang beriman sebagai ujian, peringatan agar orang yang beriman itu kembali kepada Allah, karena perbuatannya salah ditegur oleh Allah agar dia kembali. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Ar-Rum Ayat 41,
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ
Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).
"Jadi musibah ini tujuannya agar kita kembali kepada Allah sehingga menjadi rahmat bagi orang yang beriman, benar ada dosa tapi nanti akan menjadi rahmat, jadi kita jangan menyalahkan dan mencaci-maki musibah," ujarnya.
"Jadi kalau ada orang ditegur karena berbuat maksiat itu biasa, jangan dicaci-maki. Jangan membuat mereka terpuruk, dasar Cianjur banyak maksiat? Jangan seperti itu, di Bogor di Surabaya ada maksiat, kalau bicara soal maksiat, di Jakarta bisa jadi paling banyak itu," sambungnya.
Ia mengatakan, kalau soal ditegur pada zaman Nabi, ada pada saat perang Uhud. Saat perang Uhud dosanya melanggar perintah Rasul SAW kepada pemanah yang ada di bukit Uhud Rasul katakan kalian tidak boleh turun, tetapi mereka turun ikut berebut ghanimah melihat banyak harta. Karena itu Allah memberi peringatan, agar mereka kembali mereka sabar mereka sadar agar mereka mau beristighfar kepada Allah SWT. Sebagaimana yang tercantum dalam QS. Ali 'Imran Ayat 165:
اَوَلَمَّآ اَصَابَتْكُمْ مُّصِيْبَةٌ قَدْ اَصَبْتُمْ مِّثْلَيْهَاۙ قُلْتُمْ اَنّٰى هٰذَا ۗ قُلْ هُوَ مِنْ عِنْدِ اَنْفُسِكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
Dan mengapa kamu (heran) ketika ditimpa musibah (kekalahan pada Perang Uhud), padahal kamu telah menimpakan musibah dua kali lipat (kepada musuh-musuhmu pada Perang Badar) kamu berkata, “Dari mana datangnya (kekalahan) ini?” Katakanlah, “Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri.” Sungguh, Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.
Azab Membiarkan Kemungkaran
Ia menjelaskan, musibah itu tidak hanya menimpa orang-orang yang berbuat kerusakan atau orang yang bermaksiat saja, tetapi juga menimpa orang-orang shalih karena ketika sudah banyak terjadi kerusakan dan kehancuran orang-orang shalih itu diam atas kebenaran. Maka Allah akan memberi azab atau siksa secara merata.
"Manusia secara umum tidak akan dihukum, disiksa karena perbuatan yang dilakukan oleh seberapa orang dari mereka yang melihat kemungkaran. Kemudian mereka membiarkan kemungkaran itu padahal mereka mampu menghilangkan kemungkaran itu. Maka pada saat itu azab Allah akan diberikan sebagai hukuman kepada orang secara umum dan kepada orang-orang secara khusus," jelasnya.
Ia mengingatkan sabda Rasulullah SAW,
إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ لاَ يُعَذِّبُ الْعَامَّةَ بِعَمَلِ الْخَاصَّةِ حَتَّى يَرَوْا الْمُنْكَرَ بَيْنَ ظَهْرَانَيْهِمْ وَهُمْ قَادِرُونَ عَلَى أَنْ يُنْكِرُوهُ فَلاَ يُنْكِرُوهُ فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَذَّبَ اللهِ الْخَاصَّةَ وَالْعَامَّةَ
Sesungguhnya Allah tidak mengazab manusia secara umum karena perbuatan khusus (yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang) hingga mereka melihat kemungkaran di tengah-tengah mereka, mereka mampu mengingkarinya, namun mereka tidak mengingkarinya. Jika itu yang mereka lakukan, Allah mengazab yang umum maupun yang khusus. (HR. Ahmad).
"Misalnya ketika maraknya zina dan riba dibiarkan maka akan menjadi penyebab kehancuran sebuah masyarakat. Sebagaimana hadis yang diriwayatkan Ath-Thabarani dan Al- Hakim, Rasulullah SAW bersabda:
إِذَا ظَهَرَ الزِّنَا وَالرِّبَا فِي قَرْيَةٍ فَقَدْ أَحَلُّوْا بِأَنْفُسِهِمْ عَذَابَ اللهِ
Apabila zina dan riba telah tampak di suatu kampung, sesungguhnya mereka telah menghalalkan azab Allah bagi mereka," terangnya.
Menurutnya, membiarkan merajalelanya kemungkaran akan mengakibatkan kerusakan. Kerusakan atau azab yang terjadi akibat perbuatan maksiat atau mungkar itu tidak hanya menimpa pelakunya, namun juga orang lain yang tidak terlibat langsung.
"Realitas ini digambarkan Rasulullah SAW dengan sabdanya:
مَثَلُ الْقَائِمِ عَلَى حُدُوْدِ اللهِ وَالْوَاقِعِ فِيْهَا كَمَثَلِ قَوْمٍ اسْتَهَمُوْا عَلَى سَفِيْنَةِ فَأَصَابَ بَعْضُهُمْ أَعْلَاهَا وَبَعْضُهُمْ أَسْفَلَهَا فَكَانَ الَّذِيْنَ فِيْ أَسْفَلَهَا إِذَا اسْتَقَوْا مِنَ الْمَاءِ مَرُّوا عَلَى مَنْ فَوْقَهُمْ فَقَالُوْا لَوْ أَنَّا خَرَقْنَا ِفي نَصِيْبِنَا خَرْقًا وَلَمْ نُؤْذِ مَنْ فَوْقَنَا فَإِنْ يَتْرُكُوْهُمْ وَمَا أَرَادُوْا هَلَكُوْا جَمِيْعًا وَإِنْ أَخَذُوْا عَلَى أَيِدِيْهِمْ نَجَوْا وَنَجَوْا جَمِيْعاً
Perumpamaan orang-orang yang menegakkan hukum-hukum Allah dan orang-orang yang melanggarnya bagaikan suatu kaum yang berbagi-bagi tempat di sebuah kapal, sebagian dari mereka ada yang mendapatkan bagian atas kapal, dan sebagian lainnya mendapatkan bagian bawahnya. Orang-orang yang berada di bagian bawah kapal, jika hendak mengambil air, melewati orang-orang yang berada di atas mereka. Mereka berkata, 'Seandainya kita melubangi bagian kita dari kapal ini, niscaya kita tidak akan mengganggu orang-orang yang berada di atas kita.' Apabila mereka semua membiarkan orang-orang tersebut melaksanakan keinginannya, niscaya mereka semua akan binasa. Jika mereka mencegah orang-orang tersebut, niscaya mereka selamat dan menyelamatkan semuanya (HR. al-Bukhari)," kutipnya. [] Rina
0 Komentar