Topswara.com -- Setiap tanggal 25 November, anak-anak sekolah hingga para wali murid sibuk mempersiapkan berbagai macam bingkisan untuk para guru. Peringatan hari guru disambut suka cita sebagai bentuk penghormatan kepada ibu dan bapak guru yang telah membimbing anak-anak selama di sekolah. Namun di balik suka cita menyambut momen hari guru, nyatanya masih ada masalah yang belum terselesaikan.
Di Bekasi masih kekurangan tenaga pengajar untuk tingkat SD dan SMP. Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) kota Bekasi Dedi Mufrodi, menyatakan dalam dua tahun ini ada 1.000 orang yang purna bakti. Jumlah guru yang tersedia adalah 9.000 orang termasuk tenaga honorer dan ASN, sedangkan idealnya adalah 14.000 orang (Kompas.com,25/11/2022).
Masalah kekurangan guru adalah masalah serius yang harus segera ditangani oleh pemerintah khususnya Pemkot Bekasi. Karena akan menghambat berjalannya kegiatan belajar mengajar di sekolah. Selain itu, PGRI kota Bekasi juga berharap Pemkot tidak bergantung pada penerimaan guru melalui jalur Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Karena ternyata program ini hanya meningkatkan kesejahteraan guru bukan menambah jumlah guru.
Sementara itu, Sekretaris Direktorat Jenderal guru dan tenaga kependidikan Kemendikbud Ristek Nunuk Suryani, mengatakan Indonesia kekurangan 1 juta guru di sekolah negeri pada tahun ini. Jumlah ini akan terus bertambah hingga 2024, kekurangan bisa mencapai 1,3 juta guru (Merdeka.com,23/06/2021).
Penyebab Terjadinya Kekurangan Guru
Profesi sebagai guru saat ini nampaknya kurang diminati. Salah satunya disebabkan oleh faktor kesejahteraan yang memprihatinkan. Sudah bukan rahasia lagi jika upah yang diterima tenaga pengajar masih minim. Apalagi upah yang diterima oleh tenaga honorer, bahkan sangat jauh dari kata layak. Sementara curahan waktu, tenaga, pikiran dan tanggung jawab yang diembannya begitu besar.
Selain itu, kurangnya jumlah guru bisa juga disebabkan karena program tenaga honorer yang saat ini dihentikan oleh pemerintah dengan alasan tidak tersedianya dana. Kekurangan guru yang terjadi, akan mengakibatkan pada kurang optimalnya proses pembelajaran di kelas. Hal ini bisa berdampak pada penurunan kualitas peserta didik. Lalu bagaimana bisa berharap baiknya generasi penerus, jika tenaga pengajar jumlahnya terbatas?
Kekurangan guru yang disebabkan oleh faktor kesejahteraan guru yang minim, serta tidak tersedianya dana untuk program tenaga honorer, menunjukkan buruknya kesejahteraan guru dalam sistem kapitalisme.
Sistem yang berlandaskan asas manfaat (keuntungan) dan hanya menguntungkan segelintir orang (oligarki) dalam menguasai sumber daya alam yang dimiliki. Sehingga membuat pemasukan negara sangat minim, maka wajarlah jika dana untuk pendidikan termasuk untuk menggaji guru pun sangat terbatas.
Kesejahteraan Guru dalam Islam
Berbeda dengan sistem Islam, guru adalah seseorang yang dikaruniai ilmu oleh Allah, yang dengan ilmunya dia menjadi perantara manusia lain untuk mendapatkan kebaikan baik di dunia maupun akhirat. Keistimewaan guru dalam pandangan Islam diantaranya :
Pertama, mendapatkan derajat yang tinggi, seperti dalam firman Allah SWT:
".... niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman diantara mu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan (Q.S. Al Mujadilah : 11).
Kedua, memiliki ilmu yang bermanfaat. Dengan ilmu yang diajarkan akan dapat mengubah pola pikir dan perilaku manusia menuju jalan kebaikan yang akan menjadi pahala jariyah.
Ketiga, memperoleh kebaikan yang melimpah. Dalam sebuah hadits,
Dari Sahl bin Sa'id r.a, "Demi Allah, jika Allah memberi petunjuk kepada satu orang melalui perantara mu, maka hal itu jauh lebih baik daripada kekayaan yang sangat berharga" (HR. Bukhari dan Muslim).
Melihat begitu mulianya kedudukan seorang guru, maka kesejahteraan guru sangat diperhatikan agar perannya bisa maksimal. Tak hanya menyusun kurikulum yang terbaik, namun juga memperhatikan kualitas dan tersedianya guru bahkan hingga pelosok negeri. Sehingga bisa mencetak generasi penerus yang berkualitas.
Di masa Khalifah Umar bin Khattab, guru digaji sebanyak 15 dinar dimana 1dinar setara dengan 4,25 gram emas. Jika harga 1 gram emas setara 1 juta, maka bisa dikalkulasikan gaji guru sekitar 60 jutaan. Pemberian gaji ini tidak memandang status guru sebagai ASN atau honorer, bersertifikasi atau tidak, semua sama dalam sistem Islam.
Contoh lainnya, pada masa Khalifah Harun Ar-Rasyid. Para guru selain mendapat gaji, perhatian kepada para guru pun diwujudkan dalam bentuk mencukupi kebutuhan anak-anak para guru. Seperti mencukupi kebutuhan pokok dan biaya sekolah anak para guru, sehingga membuat nyaman hidup para guru. Dengan gaji besar dan tentunya pahala jariyah atas ilmu yang diberikan, maka menjadi guru pun banyak diminati.
Dalam sistem Islam, gaji guru tidak akan terkendala dengan minimnya dana seperti pada sistem saat ini. Karena sumber-sumber pemasukan negara sangatlah banyak. Selain mengelola sumber daya alam yang dimiliki, untuk kesejahteraan rakyatnya, pemasukan negara pun didapat dari pembayaran jizyah, ghanimah, fa'i dan lainnya. Sehingga ketiadaan dana tidak akan menjadi alasan untuk tidak merekrut para pengajar seperti dalam sistem kapitalis.
Namun sempurnanya sistem Islam tidak akan terwujud jika kita masih bertumpu pada sistem kapitalis yang ada. Maka sudah selayaknya kita menerapkan Islam secara menyeluruh (kaffah) agar kesejahteraan guru terjamin serta kekurangan guru di hari guru tidak akan terulang kembali. Wallahu alam bish shawab.
Oleh: Neni Nurlaelasari
Sahabat Topswara
0 Komentar