Topswara.com -- Diberhentikannya Argo Parahyangan disebut-sebut karena untuk memastikan kereta api cepat Jakarta-Bandung tetap mendapatkan penumpang.
"Tadi saya dapat berita bahwa kemungkinan besar kereta api Parahyangan akan ditutup untuk pindah ke KA cepat. Ini namanya (kalau terlalu keras) demi menyelamatkan China, rakyat Indonesia dipaksa untuk naik KA cepat dan menutup KA yang lebih murah bagi rakyat Indonesia," kata mantan sekretaris Kemnterian BUMN, Muhammad Said Didu. (Dikutip : PikiranRakyat.com)
Meski waktu tempuh Jakarta ke Bandung hanya sekitar 40 menit, namun KCJB tidak berhenti di pusat kota Bandung, melainkan di Stasiun Padalarang yang berjarak sekitar 20 kilometer dari pusat Kota Bandung. Berbeda dengan KA Argo Parahyangan yang berhenti di Stasiun Bandung yang berada dipusat Kota.
Hal ini akan membuka peluang besar bagi pemilik modal atau swasta untuk mengambil untung dalam memfasilitasi perjalan ke pusat kota. Tetap saja rakyat yang dirugikan dan jadi korban kepentingan pemilik modal.
KA Parahyangan adalah milik negara (BUMN PT KAI) dimana 100 persen pemasukkan untuk negara yang seharusnya tetap kita jaga untuk keberlangsungannya, yang bisa menambah income negara yang nantinya bisa untuk kemaslahatan umat. Bukan malah kita singkirkan demi KA Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) yang mayoritas sahamnya dimiliki Cina, sudah harga tiketnya mahal, stasiun jauh dari pusat kota.
Inilah realita pembangunan Infrastruktur dalam sistem kapitalisme, yang memberi ruang bagi swasta untuk menjadi penguasa dan pengendali kepentingan publik, sehingga pembanguanan Infrastrktur transportasi bukan dibawah kendali negara sepenuhnya. Secara kedaulatan negara terancam bahaya, bila kepemilikan aset strategis dikuasai asing.
Sejatinya program pembangunan Infrastruktur dalam sistem kapitalisme lebih berorientasi bisnis, lebih memihak kepada pemilik modal, bukan untuk pelayanan publik/rakyat agar rakyat dapat menikmati dengan murah, mudah dan nyaman. Namun sebaliknya jika rakyat ingin menikmatinya harus membayar dengan mahal.
Berbeda dengan Islam, di mana orientasi pembangunan Infrastruktur transportasi untuk pelayanan publik, fokus pada kemaslahatan umat, bukan demi pemilik modal/swasta.
Berkaca dari sejarah Hejaz Railway megaproyek Sultan Hamid II, teknologi transportasi termutakhir kala itu, jalur kereta api yang menghubungkan Damaskus hingga Madinah. Di mana yang semula perjalanan untuk dengan Unta ditempuh selama 40 hari menjadi 3 hari serelah menggunakan kereta Hejaz.
Pembangunan Hejaz Railway didukung oleh dana yang melimpah. Kontribusi berasal dari sumbangan Sang Sultan serta sokongan dari para pejabat Kesultanan. Untuk memupuk persatuan umat Islam, sang Sultan juga mengkampanyekan kepada Muslim di seluruh dunia untuk turut mendonasikan uang mereka. Maka dari itu rute kereta Hejaz dianggap sebagai wakaf umat Islam dunia.
Infrastruktur adalah milik umum untuk itu negara wajib menyediakan bagi rakyatnya dengan mudah, murah, nyaman bahkan bisa gratis. Semua pembiayaan dikelola oleh negara, tidak diserahkan kepada swasta/asing, demi menjaga kedaulatan negara dan kesejahteraan masyarakat.
Oleh: Yesi Wahyu I
Aktivis Muslimah
0 Komentar