Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Ironis Kapitalis, Pesta di Tengah Derita


Topswara.com -- Sudah menjadi buah bibir di masyarakat, bahwa pesta pernikahan putra RI 1 saat ini dilaksanakan dengan mewah. Enam ribu undangan menghadiri pernikahan putra Presiden Republik Indonesia. Di antaranya para pejabat dan selebriti yang turut memeriahkan pesta pernikahan tersebut. 

Namun, di balik kemeriahan pesta, mencuat satu pertanyaan dalam benak sebagian masyarakat menengah ke bawah. Adakah rasa empati pemimpin kita terhadap kesulitan yang dihadapi rakyat? 

Di tengah kemiskinan dan dekadensi ekonomi yang dialami rakyat, sebuah pesta mewah digelar. Para menteri sebagai pejabat negara, dan fasilitas negara pun turut mendukung proses persiapan perhelatan mewah tersebut agar berjalan dengan lancar.  

Dikutip dari tribunnews.com, 6/12/2022, sejumlah menteri di kabinet Presiden Joko Widodo (Jokowi) tampak sibuk mengurusi pernikahan Kaesang Pangarep dan Erina Gudono yang rencananya digelar, Sabtu (10/12/2022) mendatang. Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera atau PKS, Mardani Ali Sera mengatakan sebagai menteri tak jadi soal ketika membantu presiden. "Bantuin bos boleh saja," kata Mardani. 

Namun, Mardani menegaskan akan menjadi pertanyaan publik bila waktu dan perhatian para menteri terfokus ke acara tersebut. "Tapi jadi pertanyaan publik jika alokasi waktu dan perhatiannya nampak kebanyakan. Jadi kayak kerajaan," ujarnya. Hal inilah kemudian menjadi sebuah pertanyaan, "Lantas bagaimana dengan nasib rakyatmu wahai penguasa?" 

Kemelut tengah dihadapi rakyat. Kemiskinan, kelaparan, stunting, PHK, bahkan dikutip dari cnnindonesia.com, 12/12/2022, peristiwa TKW di Arab Saudi yang mendapat penyiksaan, pengurungan dan tidak diberi makan. Mereka butuh uluran tangan pemerintah untuk diselesaikan. 

Tetapi penguasa seolah apatis, dan perayaan mewah cukup menjadi saksi, bahwa penguasa kurang peduli. Rakyat hanya mampu merasakan tanpa kuasa mengekspresikan, karena penderitaannya tak kunjung tuntas terselesaikan. 

Wajah Pemimpin Demokrasi 

Ironi, terkungkung dalam sistem kapitalisme yang diadopsi Indonesia saat ini, empati pemimpin sangat sulit didapat. Harapan kesejahteraan rakyat yang semestinya adalah tanggung jawab negara bagaikan mimpi yang tak bertepi. Jangankan hidup sejahtera, rasa empati pemerintah terhadap peliknya hidup rakyat bak asa dalam angan-angan kosong. 

Buah sistem kapitalisme, peran pemimpin hanya sebatas pemegang regulasi bagi kepentingan para oligarki. Semuanya hanya tentang materi, hingga lupa tanggung jawab kepemimpinan sebagai pengurus dan pelindung rakyat. 

Harta negara dengan mudah dilepas bagi kepentingan swasta. Sebut saja sumber daya alam dan kekayaan Indonesia yang melimpah ruah, telah berhasil menjadi milik asing atau swasta. Yang semestinya, dapat digunakan untuk mensejahterakan rakyat dengan pengelolaannya di tangan negara bukan asing atau aseng. 

Itulah sikap pemimpin dalam sistem kapitalisme yang diadopsi negara ini. Asas sekularismenya telah berhasil memisahkan aturan agama dengan kehidupan. Sehingga penguasa negeri dapat dengan mudah melanggengkan kebijakan hanya demi materi. Bukan lagi standar halal dan haram sebagaimana yang telah disyari'atkan Allah. 

Harapan Dalam Islam 

Rasulullah SAW. bersabda "Sesungguhnya seorang pemimpin itu merupakan perisai, rakyat akan berperang dibelakang serta berlindung dengannya." (H.R. Muslim) 

Itulah selayaknya pemimpin yang diamanahkan oleh Pencipta Manusia. Tempat rakyat mendapat perlindungan dan harapan kesejahteraan. Sosok pemimpin yang dengan keimanannya kepada Allah SWT, takut akan pertanggung-jawaban akhirat, tidakkan rela melihat rakyatnya menderita. 

Sudah banyak bukti nyata, bahwa Islam telah melahirkan banyak pemimpin hebat dan bijaksana. Sebut saja  Khalifah Umar bin Abdul Aziz, pemimpin dari dinasti Umayyah. Suatu peristiwa di mana sang Khalifah mematikan lampu ketika putrinya menenteng emas yang ia peroleh dari seorang penjaga Baitul mal. 

Kemudian Khalifah Umar bin Abdul Aziz berkata kepada putrinya, “takutlah kau wahai anakku tercinta bahwa engkau kelak akan datang ke hadapan pengadilan Allah dengan barang yang kau curangi ini dan akan kuselidiki dengan saksama." 

Sembari mengingatkannya kepada ayat Allah dalam QS. Ali Imran ayat 161 : 

وَمَا كَانَ لِنَبِيٍّ أَنْ يَغُلَّ ۚ وَمَنْ يَغْلُلْ يَأْتِ بِمَا غَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۚ ثُمَّ تُوَفَّىٰ كُلُّ نَفْسٍ مَا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ 

“Tidaklah ada seorang nabi pun berlaku curang. Dan barangsiapa berlaku curang (ghulul), maka akan datanglah dia dengan barang yang dicuranginya itu pada Hari Kiamat. Kemudian, setiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang dia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedangkan mereka tidak akan dianiaya.).” 

Sosok pemimpin yang takut akan pengadilan akhirat. Patuh dan tunduk pada aturan syari'at. Kebijakannya tidak pandang bulu, ketegasannya hanya demi melaksanankan perintah Allah SWT. 

Begitulah sepatutnya seorang pemimpin bersikap. Hanya dengan Islam yang akan mampu melahirkan pemimpin-pemimpin masa depan cemerlang. Yang peduli terhadap rakyat, bukan hanya di dunia bahkan sampai akhirat. 

Sudah saatnya, kapitalisme dilepaskan, dan Islam Kaffah diterapkan. Karena hanya dengan Islam, rakyat akan mendapat kesejahteraan. Wallaahu a'lam bish shawab.


Oleh: Antika Rahmawati
Sahabat Topswara
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar