Topswara.com -- Imam Mesjid Utica, Aktivis Muslim Community Association of Mohawk Valley) New Jersey, Tom Facchine mengatakan bahwa Islam adalah Islam dan tidak memiliki hubungan apapun dengan istilah liberal atau konservatif.
“Dalam pikiran saya, saya tidak ingin mengatakan atau menyandingkan istilah liberal atau konservatif. Apalagi keduanya dengan Islam. Kita tidak mendapatkan keuntungan (manfaat) dari pelabelan tersebut. Sungguh tidak sama sekali. Islam tidak liberal ataupun konservatif. Ataupun biner. Islam adalah Islam,” ujarnya dalam ceramah singkat yang berjudul Liberal vs. Conservative Muslims? di kanal YouTube Rami AlKhaleel @ramialkhaleel, Selasa (20/112/2022)
Imam Tom, begitu panggilan akrabnya mengatakan, bagi seorang Muslim haruslah menyadari bahwa dengan terlibat menyandingkan istilah-istilah itu, maka sebenarnya sedang mengambil satu beban. Bahkan, menulis penjelasannya saja sudah termasuk bagian beban itu. Karena bisa menjadikan ide-ide yang sifatnya hanya prasangka semata untuk memahami Islam.
Oleh karena itu, perlu mengetahui duduk persoalannya dengan benar. Hal pertama yaitu harus memahami terlebih dahulu darimana istilah-istilah itu berasal sebelumnya. Kedua, memahami batasan-batasan mencakup atau bahkan yang melampaui istilah tersebut.
Sebab, harus dipahami dengan sangat jelas dari istilah-istilah tersebut, agar tidak mencampuradukkan atau menggabungkan dengan Islam dari perkara yang sangat buruk. Sehingga pemahaman itu bisa dipertanggungjawabkan. Dan seorang Muslim mengetahui setidaknya hal-hal yang harus dikatakan.
Menurutnya, istilah liberal dan konservatif muncul belakangan ini. Jauh setelah Islam datang. Baginya, kedua istilah tersebut lahir dari pemahanan kaum liberal. Kemudian Islam hadir di tengah-tengah kaum liberal, sehingga menyebabkan Islam terseret dengan istilah liberalisme. Atau menurut sebagian harus begitu jika tidak ingin dianggap konservatif.
Sikap yang benar menurut Imam Tom dalam menyikapi perdebatan tersebut adalah dengan menjadikan Islam sebagai tolak ukur. Artinya harus menilai liberalisme dan konservatisme dari sudut pandang Islam. Buakan malah sebaliknya, menilai Islam dari kacamata liberalisme dan konservatisme. Karena nantinya akan muncul persoalan lain ketika mengikuti kedua istilah tersebut.
“Kita harus menilai liberalisme dan konservatisme dari sudut pandang Islam. Bukan sebaliknya, yaitu menilai Islam dari kacamata liberalisme dan konservatisme. Akan ada isu lain nantinya jika anda terlibat di sana. Maksudku seperti pernikahan gay, masalah LGBTQ. Anda tahu, seluruh fenomena trans. Semua hal semacam ini, sebagai Muslim yang meyakini syariah Islam tentu akan membuat saya terlihat konservatif,” jelas Imam Tom.
Ia mencontohkan terhadap dirinya yang berasal dan tinggal di Amerika. Sebagai penduduk pribumi bangsa Oneida yang memiliki masa lalu sejarah kelam dengan Amerika. Ketika terjadi perang revolusi, bersama sekutu merampas tanah bangsa Oneida, lalu menjadikannya wilayah federasi Amerika Serikat.
Kemudian ia menetap di New York. Saat memilih tinggal di sana, jika bicara tentang Islam dan mempersoalkan tentang peristiwa perampasan tanah oleh Amerika dengan alasan tipuan kepada pengadilan negara bagian New York, menurutnya, hal itu sesuatu yang konyol dilakukan.
Dan itu pernah terjadi di tahun 2005 sebelum ia mengenal Islam. Maka menurutnya, percakapan atau pembahasan yang lebih tepat disampaikan dengan kondisi seperti itu bukanlah persoalan mengajukan ke pengadilan, melainkan menyampaikan semacam cara untuk mengembalikan tanah kepada pemilik sesungguhnya.
Dengan bersikap demikian, tentu tidak akan menjadikan seseorang kemudian dikatakan liberal atau konservatif. Memang akan muncul semacam celaan atau jurang perbedaan yang platform-nya adalah bautan manusia semata. Inilah kenapa orang-orang Barat seperti Amerika menurutnya sangat perlu untuk pergi keluar dari negaranya melihat tempat lain di dunia.
“Apakah itu berarti akan hadir konservatif dan liberal? Ya, akan ada semacam curam, atau sebutlah celaan yang platformnya merupakan buatan manusia lainnya. Inilah mengapa orang Amerika perlu bepergian karena jika pergi ke tempat lain di dunia. Untuk melihat beragam asosiasi dan sikap oposisi yang dimiliki orang lain. Tidak semuanya harus dipegang,” bebernya.
Semisal mereka penganut paham lingkungan (environmentalism), katanya merupakan opisisi lain yang melihat Islam ibarat anak-anak dan sangat liberal. Dengan kata lain, ingin berusaha memanipulasi Islam dengan cara apapun.
Meskipun demikian, ia menyatakan bahwa pendapat mereka (environmentalism) tentang Islam dipandang sebagai hak yang mereka miliki. Karena mereka punya pemikiran dan bukan benda mati atau gunung. Sehingga sudah menjadi tanggung jawab seorang Muslim untuk tetap memberlakukan mereka dengan baik dan bertanggungjawab.
“Jika anda pecinta lingkungan lagi, itu adalah posisi lain di mana Islam dilihat sebagai anak-anak yang sangat liberal. Kita harus tetap bisa memperlakukan mereka baik. Oke. Kita sebenarnya bertanggung jawab atas manajemen dan penatalayanan mereka yang tepat. Mereka punya hak untuk itu. Lalu apakah bersikap demikian akan membuat kita sangat liberal? Tidak,” tegasnya.
Isu lingkungan hidup sangat tepat jika bepergian ke wilayah Eropa menurut Imam Tom. Sehingga saat berada di sana harus lebih waspada saat bicara dibandingkan di Amerika. Ketika seseorang berada di wilayah tertentu tadi, kemudian menggunakan istilah-istilah liberal, konservatif, maupun Islam, dan berbicara tentang politik dan platform politik, maka harus memperhatikan dua hal.
"Pertama, harus dipahami bahwa mereka bukanlah masyarakat yang sangat universal. Mereka sangat tertutup dan berpikiran sempit. Ditambah lagi cakupan geografisnya," imbuhnya.
Sedangkan Amerika serikat dan sejarahnya dikenal sebagai sosok yang antagonis, ia mengatakan, baik dalam partai maupun gerakan politik. Lalu adanya pembahasan istilah-istilah tersebut, membuat sebagian kaum Muslim tidak bisa membiarkan Islam dan sampai pada titik untuk mencoba masuk ke dalam beragam partai atau gerakan yang memakai beragam ideologi juga.
“Islam jauh lebih dari semua ideologi dan partai itu. Dan saatnya Islam harus diambil dan dipahami dengan istilahnya sendiri. Tanpa memaksakan istilah lain yang bermuatan makna-makna lain juga. Dan Islam jangan dipaksa masuk ke dalam istilah atau muatan lain yang benar-benar menggambarkannya dengan sangat buruk,” pungkasnya. [] M. Siregar
0 Komentar