Topswara.com -- Kekerasan serta pembunuhan perempuan dan anak semakin marak. Tidak hanya sebagai korban kekerasan dalam rumah tangga. Bahkan Solopos (17/11/2022) mengabarkan, dibunuhnya RN seorang perempuan dalam kondisi hamil oleh AA, teman tapi mesranya dan ditemukan di Pantai Ngrawe Gunungkidul DIY.
Kejahatan itu dilaksanakan AA karena RN tidak mau menggugurkan bayi dalam kandungannya yang dipastikan merupakan darah daging AA. Belum lagi data pelecehan seksual anak di Sragen misal bulan Juni 2022 dilaporkan paman yg memaksa keponakannya dari SD hingga ABG dan hamil.
Data demi data kejahatan dan kekerasan perempuan dan anak yang menjadi kasus terjadi dengan tersangka orang-orang terdekat dan disekitarnya. Kondisi perempuan dan anak yang lemah selalu menciptakan peluang kejahatan. Kondisi terutama dengan tekanan ekonomi keluarga menjadikan anak ditinggalkan tanpa penjagaan yang cukup. Perempuan di luar rumah pun rentan dengan perlakuan tak terhormat.
Setiap bulan November digelar peringatan Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16 HKATP). HKATPA jika ditambah anak. Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan ini diperingati sebagai bentuk penghormatan terhadap tiga perempuan, Mirabal bersaudara, pegiat HAM yang tewas dibunuh (femisida) karena perjuangan mereka menegakkan HAM di negara Dominika.
Rentang waktu 25 November–10 Desember menjadi momen monumental. Kampanye di Indonesia sudah berlangsung sejak 2001, namun kekerasan terhadap perempuan terus saja terjadi, bahkan ketika UU TPKS sudah disahkan. Kejahatan kepada perempuan dan anak semakin sadis dan marak.
Pendalaman pengetahuan femisida tahun 2022 dilakukan oleh Komnas Perempuan melalui pemantauan media daring rentang Juni 2021- lJuni 2022 dan penelitian atas putusan pengadilan yang difokuskan pada femisida pasangan intim sebagai kenaikan kasus KDRT yang berujung pembunuhan. Hasil pemantauan media daring mencatat 84 kasus femisida pasangan intim baik yang dilakukan oleh suami maupun mantan suami korban.
Kasus kekerasan terhadap perempan dan anak juga kerap menghiasi viralitas Twitter sebagai imbas ketidakadilan yang semakin parah ketika lapor aparat penegak hukum (APH). Bahkan dengan predikat sebagai korban, perempuan dan anak akan menerima tekanan sosial politik secara fisik dan mental ketika berita kejahatan atau pelecehannya terekspos. Belum lagi jika pelaku orang yang dekat kekuasaan dan berdompet tebal.
Kondisi yang semakin parah ini tentu harus dilihat secara mendasar. Bukan hanya pandangan perempuan dan anak itu dikriminalisasi karena tidak punya uang dan kekuatan secara institusi. Pandangan masalah perempuan harus diselesaikan oleh perempuan sendiri terbukti tidak efektif malah mempersulit perempuan sendiri. Mereka dipaksa bekerja dan menentang kodrat untuk sama dengan laki-laki sesuai ide kesetaraan gender.
Ide tersebut absurd, bahkan tidak menyelesaikan solusi KTPA di negeri pengusungnya sendiri. Kesepakatan CEDAW dan MDGs yang diratifikasi negara-negara didunia hingga sekarang tidak membawa dampak berarti dengan berkurangnya kasus KtP/KtA. Bahkan kasus paksaan anak bersetubuh dengan kucing oleh teman-teman sebaya sebagai kasus pembullyan berujung kematian. Kondisi tersebut tidak bersangkutan juga dengan jenis kelamin.
Maka solusi feminisme dengan 16 HKATP/HKATPA setiap bulan 25 November- 10 Desember hanya berhenti pada seremonial dan pengingat masalah. Meskipun data kejahatan perempuan dan anak semakin bertambah karena kerusakan sistem kapitalisme sekuler yang serahim dengan feminisme. Maka menyelesaikan masalah karena cacat kapitalisme dengan feminisme hanya berujung menyalahkan Islam sebagai biang masalah.
Alih-alih sumber masalah, Islam justru tidak mengenal adanya masalah kekerasan dan kejahatan perempuan dan anak. Pertama ajaran Islam justru memuliakan perempuan dan anak sebagai amanah yang harus dijaga. Pemahaman ini penting ditanamkan karena berbagai kejahatan perempuan dan anak justru dimulai dengan anggapan mereka makhluk lemah dan mudah dijadikan korban. Tiada ajaran sesempurna Islam yang mampu menyejahterakan manusia dengan membangun pemahaman yang baik dan benar.
Kedua, jaminan dengan sistem penerangan dan media untuk tidak menyebarkan konten porno dan akan menindak tegas jika melanggar dengan mencabut izin pendiriannya.
Ketiga, jaminan dengan sistem ekonomi melalui penjaminan kebutuhan finansial perempuan dengan cara pemberian nafkah oleh wali atau suaminya. Tidak mewajibkan wanita bekerja. Dengan itu ia dapat menjalankan secara sempurna tugas utama dan strategisnya dalam mendidik dan menjaga generasi.
Keempat, jaminan dengan sistem sanksi dengan cara menangani kelemahan individu yang terjerumus dalam penyimpangan dengan hukum yang jelas dan tegas. Menghukum pelaku pelecehan seksual, pemerkosaan, pacaran, pembunuhan, dan sejenisnya dengan hukuman setimpal.
Kelima, tentu saja pelaksanaan ajaran dan penjagaan Islam diatas hanya paripurna dengan institusi Islam yaitu daulah khilafah yang mengikuti jalan kenabian. Tanpanya pelaksanaan syariat Islam akan kosong dan tak bergigi bahkan dijadikan kambing hitam dan kesalahkaprahan ide feminisme.
Maka mengapa puas dengan seremonial seperti HKATPA ketika umat Islam dan kaum manusia justru bisa sejahtera dan aman sentosa dengan sistem Islam? Ayo open mind, lalu bangun kekuatan untuk bangkit melawan kezaliman kapitalisme sekuler dengan tegaknya daulah khilafah ala minhajin nubuwwah. Allahu Akbar!
Oleh: Retno Asri Titisari
Pemerhati Generasi dan Sosial Politik
0 Komentar