Topswara.com -- Hari AIDS Sedunia yang diperingati setiap 1 Desember merupakan salah satu kampanye pencegahan dan penanganan penularan Human Immunodeficiency Virus (HIV). Penyebaran HIV kembali menjadi perbincangan, karena data teranyar orang terkena HIV atau odha di Indonesia mencapai 519.158 orang per Juni 2022.
Parahnya lagi, dalam laporan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) sekitar 1.188 anak di Indonesia positif HIV. Data ini diperoleh selama Januari-Juni 2022. Kemenkes mencatat penderita HIV lebih banyak laki-laki ketimbang perempuan. Kalau data tahun lalu, 75 persen laki-laki dan 25 persen perempuan. Penderita terbanyak dialami mereka yang usia produktif.
Dokter sekaligus dosen Universitas Negeri Surabaya dr. Niken Sasadhara Sasmita mengatakan bahwa angka tersebut sangat mengkhawatirkan dan perlu upaya bersama untuk menekan angka tersebut.
Berbagai macam upaya telah dilakukan oleh pemerintah. Mulai dari penyuluhan, pendampingan, hingga sosialisasi alat kondom dan yang lainnya. Namun, agaknya belum sedikit pun membuahkan hasil, bahkan semakin berkembang penyebarannya.
Ironis, negeri yang bermayoritaskan Muslim mempunyai problem yang bikin geleng-geleng kepala yaitu virus HIV/ AIDS. Walaupun setiap tahunnya di peringati hari AIDS sedunia namun hanya sebatas kampanye kosong tanpa berbuah hasil. Tidak akan ada asap jika tak ada api. Tak ada akibat jika tak ada sebab. Begitulah hukum alam yang berlaku di bumi. Penyakit berbahaya ini bukanlah tanpa sebab musabab. Penyakit ini tersebar luas karena prinsip kebebasan yang kebablasan.
Maraknya kasus HIV/aids sesungguhnya tak lepas dari makin liarnya perilaku manusia dalam pergaulan. Pacaran yang menjadi pintu sex bebas hingga prilaku menyimpang seperti LGBT tumbuh subur di negara sekular. Dilepaskannya aturan agama dari mengatur kehidupan menjadi biang yang menyuburkan perilaku tersebut.
Kebebasan berperilaku menjadi sesuatu yang diagungkan bahkan dilindungi oleh negara atas nama HAM. Setiap individu bebas berbuat semaunya, asal tidak menganggu hak individu lainnya meskipun kenyataannya tak selalu begitu.
Akibat dari kebebasan berperilaku itu, kemudian muncullah berbagai persoalan sosial ditengah-tengah masyarakat, hingga persoalan kesehatan semacam HIV/aids. Kasus pengidap HIV AIDS pertama kali ditemukan pada seorang homoseksual.
Sistem sekuler pangkal dari maraknya virus HIV/ AIDS, oleh karena nya sudah saatnya sistem yang eksis sekarang ini di ganti dengan penerapan sistem Islam secara kaffah. Islam mempunyai mekanisme dalam menghentikan laju perkembangan HIV/AIDS yang begitu pesat.
Promotif, Islam menganjurkan seorang Muslim untuk memelihara kehormatannya. Jika telah siap maka diperintahkan menikah sesuai dengan syariat Islam. Namun jika belum siap, maka Islam menyunahkan berpuasa. Islam juga memiliki aturan pergaulan yang mengatur hubungan antara laki-laki dan perempuan. Sehingga setiap orang bisa memenuhi hak dan kewajibannya.
Preventif, adalah pencegahan. Maknanya Islam memiliki metode yang dapat mencegah penyakit ini tidak menular ke yang lainnya. Islam mengharamkan zina ataupun narkoba dan sejenisnya yang merusak akal. Oleh karena itu Islam juga memberikan sanksi yang tegas bagi pelakunya. Negara pun memberantas sarana-sarana maksiat seperti lokalisasi, night club, diskotik, dan sejenisnya. Tidak akan ada sarana-sarana yang dapat dimanfaatkan untuk bermaksiat.
Kuratif, yaitu pengobatan. Dalam hal ini HIV/AIDS merupakan virus yang berbahaya. Sama halnya dengan virus ebola atau flu burung. Maka, untuk pengobatannya perlu dilakukan dengan hati-hati. Seperti melakukan karantina total. Memberikan pengobatan gratis, berkualitas, dan manusiawi. Semua tindakan ini dilakukan untuk pengobatan termasuk mencegah agar virus ini tidak menjalar ke mana-mana.
Rehabilitatif, dilakukan untuk memperbaiki kondisi psikologis dan keimanan Orang dengan HIV/AIDS. Jika mereka tertular dari melakukan maksiat, maka harus bertobat dan mengubah diri menjadi lebih baik, taat syariat dan berharap husnul khatimah. Bagi para korban yang tak bertanggung jawab, maka kesabaran lebih baik baginya. Dengan menganggap ini sebagai ujian, maka sakit itu akan menjadi pelebur dosa. Sesungguhnya Allah tidak akan menguji hamba-Nya melebihi kemampuannya.
Wallahu a'lam Bishshawwab
Oleh: Wakini
Aktivis Muslimah
0 Komentar