Topswara.com -- Peringatan Hari AntiKorupsi Sedunia (Hakordia) selalu diperingati setiap 9 Desember. Tahun ini, Hakordia bertemakan "Indonesia Pulih Bersatu Lawan Korupsi" (menpan, go.id, 9/12/2022).
Beragam acara diselenggarakan. Acara puncaknya dibuka langsung Wakil Presiden RI, Ma'aruf Amin, yang didampingi Ketua KPK, Firli Bahuri, dan beberapa tokoh yang menghadiri acara puncak tersebut. Dalam sambutannya,
Wakil Presiden RI, menyebutkan bahwa korupsi adalah musuh utama bangsa. Serupa dengan Covid-19, korupsi pun menjadi musibah global yang mendunia. Dan korupsi merupakan inti dari berbagai persoalan. Demikian ungkap Wapres RI dalam pembukaan Hakordia 2022 (aclc.kpk.go.id, 9/12/2022).
Dalam peringatan Hakordia 2022, Presiden RI, Joko Widodo menyatakan bahwa korupsi adalah pangkal berbagai tantangan dan masalah pembangunan, mulai dari penciptaan lapangan pekerjaan, mutu pekerjaan, pelayanan masyarakat, hingga harga bahan kebutuhan pokok (antaranews.com, 9/12/2022).
Sangat sering kasus korupsi terungkap. Belum lama Operasi Tangkap Tangan (OTT) Wakil Ketua DPRD Jatim diduga tersandung kasus korupsi penyaluran dana hibah (kompas.com, 15/12/2022).
Kejaksaan Negeri Pekanbaru, menetapkan pejabat UIN Sultan Syarif Kasim, Riau, Beni Sukma Negara sebagai tersangka kasus pengadaan korupsi internet di kampus (antaranews.com, 22/10/2022). Dan berjuta kasus korupsi lainnya yang selalu berulang. Bak jamur di musim hujan. Korupsi subur di tanah "demokrasi".
Segala bentuk peringatan dan hukuman yang diberikan tak membuat kasus korupsi mereda. Justru yang terjadi adalah sebaliknya. Korupsi seolah telah menjadi nadi sistem demokrasi. Terutama dalam ranah politik negara.
Sistem yang kini ada menganggap bahwa korupsi adalah wajar. Dan tak heran banyak sekali pejabat publik, yang seharusnya menjalankan amanah untuk mengayomi rakyat, justru membabat habis hak rakyat. Sungguh zalim.
Media penghantar agar para politisi sampai pada panggungnya kini, membutuhkan dana luar biasa. Permainan pemilik modal pun dimulai. Pasokan dana para kapitalis pemodal menyuntik segala kebutuhan tersebut. Jika telah terpilih, maka saatnya mengembalikan "modal" yang telah digunakan saat pemilihan.
Maka wajar saja, saat pejabat sikut sana-sini untuk mengembalikan segala pinjaman. Inilah kerusakan sistem demokrasi. Mahalnya posisi jabatan. Akhirnya pejabat pun tak peduli nasib rakyatnya, karena berfokus pada tanggungan modal yang harus segera dikembalikan. Segala bentuk birokrasi yang ditetapkan tak mengarah pada maslahat umat.
Berbagai manipulasi dilakukan demi keuntungan materi. Dan ini menimpa hampir semua jabatan pemerintahan. Sangat wajar jika masyarakat pun kian krisis kepercayaan.
Tak percaya pada setiap kinerja pejabat. Karena pejabat kian tak memiliki martabat. Semua itu tercermin dalam setiap fakta yang tersaji.
Hal ini pun, berpengaruh pada proses pemilihan pemimpin (Pemilihan Umum) yang tak lama lagi akan terselenggara. Berbagai partai mengusung slogan sebagai "pelayan rakyat". Namun, buktinya nol besar. Saat pejabat telah terpilih, semua janji hanyalah tinggal janji yang diumbar.
Semua ini hanya ilusi. Saat berharap pemberantasan korupsi di alam demokrasi. Apalagi diperparah dengan pengesahan RKUHP yang menjadi Undang-Undang yang justru meringankan hukuman bagi para koruptor.
Ironis. Nyatanya tak sejalan dengan program yang ada. Segalanya dapat dikompromikan. Tanpa peduli aturan. Lantas, bagaimana ada efek jera, jika para koruptor justru diringankan hukumannnya dan semakin diberi ruang dalam jabatan pemerintahan?
Inilah dampak terburuk sekulerisasi (pemisahan) aturan agama dari kehidupan. Konsekuensi yang dihasilkan pun berakhir sistemis. Tak dapat disolusikam dengan solusi parsial yang tak menyentuh akar masalah.
Syariat Islam menegaskan bahwa jabatan adalah amanah. Bukan tanggung jawab yang mudah. Dari Ibnu 'Umar radliallahu 'anhuma, bahwa Rasulullah SAW. bersabda: “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya (HR. Bukhori).
Sistem Islam menetapkan sanksi yang tegas atas semua perbuatan. Sanksi sebagai usaha preventif (zawajir/pencegah) dan kuratif (jawabir/penebus). Tujuannya agar sanksi yang diberikan terhadap segala bentuk maksiat dan kejahatan memberikan efek jera bagi pelaku dan non pelaku. Hingga dapat memutus mata rantai kejahatan.
Peringatan Hakordia dalam sistem demokrasi, hanya sekedar peringatan yang tak hasilkan solusi tuntas terhadap segala masalah korupsi. Hakordia, hanya sebatas ilusi yang tak dapat menjanjikan solusi. Islam-lah satu-satunya sistem ampuh yang dapat meredakan badai korupsi yang kini tengah mendunia. Karena hanya sistem inilah yang melahirkan solusi sistemik yang sempurna atas segala masalah yang ada.
Wallahu a'lam.
Oleh: Yuke Octavianty
Forum Literasi Muslimah Bogor
0 Komentar