Topswara.com -- Masih hangat pembicaraan tentang hengkangnya tiga perusahaan besar di Kabupaten Serang, Banten. Spekulasi tentang berita ini terus tumbuh. Berbagai pihak yang berhubungan dengan ketenagakerjaan memberikan asumsi atas rencana tersebut.
Berikut gonjang-ganjing di antara para pekerja pun tak terelakkan, seakan mereka menunggu kepastian akan statusnya di kemudian hari, apakah mereka terdampak pemutusan kerja atau tidak?
Sebanyak tiga perusahaan di Kabupaten Serang, Banten dikabarkan akan melakukan relokasi pabriknya ke beberapa daerah di Jawa Tengah tahun depan. Ketiga pabrik tersebut yakni PT. Nikomas Gemilang dan PT. KMK Global Sport, keduanya merupakan pabrik produsen sepatu dengan merk dagang Nike. Sementara PT. PWI (Parkland World Indonesia) memproduksi sepatu dengan brand Adidas.
Kepala Disnakertrans Pemprov Banten Septi Kanaldi mengatakan sudah bersurat dengan kementerian terkait kabar tersebut. Disnakertrans meminta kementerian untuk fleksibel dalam hal pengupahan, (finance.detik.com, 11/11/2022).
Keadaan ini tentu saja membuat kekhawatiran besar atas efek domino yang akan terjadi. Bagaimana tidak. Ketiganya adalah perusahaan besar dengan angka tenaga kerja tinggi di Kabupaten Serang, Banten. Aktivitas di sekitar lingkungan ketiga perusahaan tersebut telah banyak membantu geliat perekonomian masyarakatnya.
Jika relokasi ini terlaksana maka tingkat pengangguran di Banten akan tinggi, aktivitas perekonomian masyarakat meliputi perdagangan kebutuhan harian pekerja dan penyediaan tempat tinggal sementara para pekerja (kos-kosan).
Relokasi sendiri bisa diartikan sebagai bentuk perpindahan lokasi suatu perusahaan ke tempat lain karena pertimbangan tertentu, tujuannya secara umum untuk efisiensi. Berdasarkan UU No. 7/1981, perusahaan yang melakukan relokasi wajib lapor ke Dinas Ketenagakerjaan atau Kementerian Ketenagakerjaan sesuai kewenangan masing-masing.
Perusahaan yang relokasi tidak diperbolehkan meninggalkan persoalan khususnya di bidang ketenagakerjaan. Pemutusan hubungan kerja terhadap para buruh atau pekerja harus diiringi pesangon dan penghargaan sesuai ketentuan yang berlaku.
Relokasi Akibat Defisit Pemasukan dan UMK Tinggi
Tak dipungkiri, kondisi perekonomian Amerika dan Eropa saat ini sedang terseok-seok. Dan itu berimbas kepada negara-negara lainnya, tak terkecuali negara berkembang seperti Indonesia.
Pasca pandemi Covid-19 memberi dampak yang signifikan terhadap laju perdagangan yang nonstrategis seperti fashion, dalam hal ini kebutuhan akan sepatu. Pembelanjaan domestik yang awalnya menjadikan fashion sebagai kebutuhan mulai ditinggalkan.
Imbasnya, permintaan barang menjadi berkurang, produksi pun mengikuti permintaan, sehingga pengeluaran yang sebelumnya telah berlangsung tidak mampu menutupi pemasukan yang minim akibat dari low demand tadi. Dan defisit keuangan pun mulai membayangi perusahaan-perusahaan di bidang fashion ini.
Salah satunya yang terjadi pada ketiga perusahaan yang ada di Kabupaten Serang, Banten. Maka mereka berupaya agar produksi tetap berjalan dengan melakukan relokasi.
Alasan lain yang terpampang dikaitkan dengan pernyataan dari Kepala Disnakertrans Pemprov Banten Septi Kanaldi tentang fleksibel dalam pengupahan kepada kementerian menunjukkan bahwa ada keberatan bagi perusahaan-perusahaan yang relokasi dalam memenuhi kebutuhan upah minimum provinsi (UMP).
Diketahui UMP Banten termasuk yang tinggi dibandingkan provinsi lainnya. Di saat kondisi sedang defisit tetapi dituntut memenuhi hak upah pekerja tinggi, membuat perusahaan-perusahaan tersebut melakukan efektivitas pengeluaran selanjutnya dengan merelokasi ke tempat atau daerah dengan UMP lebih rendah dan terjangkau.
Relokasi yang terjadi semestinya menjadi pertimbangan dan pengawasan yang berlanjut dari Dinas ketenagakerjaan Banten, sehingga tidak terjadi berulang. Dicari akar permasalahannya kemudian ditetapkan solusi terbaiknya. Karena sangat mempengaruhi kondisi ekonomi dan sosial masyarakat Banten. Iklim ini bisa menular jika tidak segera dilakukan pembenahan oleh Dinas Ketenagakerjaan Banten.
Walaupun akhirnya ada konfirmasi dari Pj Gubernur Banten Al Muktabar, yang membantah relokasi dari ketiga perusahaan tersebut. Menurutnya yang terjadi adalah ekspansi perusahaan. Sehingga kekhawatiran terjadi efek domino dari ekspansi tersebut tidak akan terjadi.
Faktanya, ekspansi juga akan menyebabkan efisiensi pekerja yang memiliki kemampuan untuk memimpin dan mengelola di tempat baru akan dipindahkan, dan untuk mengurangi ongkos pengeluaran perusahaan atas proses ekspansi tersebut. Maka yang paling mudah adalah pemutusan hubungan kerja sebagian buruh dan pengurangan jam kerja.
Dan inilah yang sekarang menjadi tugas dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Banten serta jajaran pemerintahan daerah Banten untuk mempersiapkan agar gelombang pemutusan hubungan kerja tidak berdampak sangat besar bagi perekonomian daerah. Mereka harus mengupayakan solusi yang tepat agar relokasi tersebut tidak sepenuhnya menutup aktivitas pabrik.
Dengan menjaga kondusivitas kerja dan membantu perusahaan-perusahaan tersebut dalam mengatur pengelolaan usahanya sehingga pemutusan hubungan kerja dapat diminimalisasi walaupun terjadi relokasi.
Solusi Islam Atasi Relokasi Perusahaan
Negara Islam dalam menjalankan pemerintahannya berlandaskan pada akidah Islam, bersumber pengaturannya dan pengelolaannya pada syariah Islam. Sehingga setiap aktivitasnya jelas memiliki sandaran kepada Allah SWT dan bertujuan untuk menyejahterakan rakyat.
Konsep pertanggungjawaban dunia dan akhirat menjadikan pengampu negara bersungguh-sungguh menetapkan setiap kebijakan agar tidak keluar dari syariah Islam.
Perusahaan-perusahaan nonstrategis seperti perusahaan sepatu, kosmetik, tekstil, makanan, dan lain-lain yang berdiri di dalam negara Islam harus mengikuti aturan baku dari negara. Meliputi pemberian upah bagi pekerja di dalamnya, harus mengikuti akad ijarah (perjanjian kerja) di mana upah diberikan sesuai dengan manfaat yang dihasilkan oleh pekerja bagi perusahaannya, yakni “aqdun ‘ala al manfa'ati bi'iwadhin”, akad atas suatu manfaat dengan imbalan/upah.
Hal ini dapat teraplikasikan jika adanya posisi yang setara antara pekerja dan pengusaha (pemilik perusahaan) sehingga dapat ditentukan besarnya upah/gaji yang diterima sesuai kesepakatan.
Untuk mengontrak seorang pekerja harus ditentukan jenis pekerjaannya sekaligus waktu, upah/gaji, dan tenaganya. Jenis pekerjaan harus dijelaskan sehingga tidak kabur, karena transaksi ijarah yang masih kabur hukumnya adalah fasad (rusak). Waktunya harus ditentukan, semisal harian, bulanan, atau tahunan.
Demikian dengan upah kerja harus ditetapkan, selain itu tenaga yang dicurahkan oleh pekerja harus ditetapkan agar para pekerja tidak dibebani pekerjaan di luar kapasitasnya.
Ibnu Mas'ud berkata, Nabi SAW bersabda: “Apabila salah seorang di antara kalian mengontrak (tenaga) seorang pekerja maka hendaknya diberitahukan kepadanya upahnya.” (HR. Ad-Daruquthni).
Pihak yang menentukan upah adalah para ahli yang memahami dalam penanganan upah kerja ataupun pekerja. Pijakan dalam menentukan upah adalah jasa, baik berupa jasa kerja ataupun jasa pekerja di tengah-tengah masyarakat. Hendaknya ahli yang memperkirakan upah yang sepadan dipilih oleh kedua belah pihak yang melalukan akad/transaksi, yaitu pihak musta'jir (pengusaha) dan ajîr (pekerja).
Termasuk di dalamnya pemutusan hubungan kerja harus sesuai dengan kesepakatan. Pemutusan hubungan kerja harus disertai dengan kompensasi yang jelas ketika perusahaan mengalami defisit. Semuanya harus dipersiapkan atas dasar kesepakatan bersama.
Pengusaha tidak terikat oleh aturan UMP seperti di sistem kapitalisme, di mana UMP menjadi patokan pemberian upah minimum bagi pekerja. Padahal bisa saja pekerjaan pekerja tersebut tidak sebanding dengan UMP yang harus diberikan.
Penetapan UMP ini memberikan keuntungan bagi pengusaha untuk tidak memaksimalkan gaji pekerja yang telah berkontribusi maksimal bagi perusahaannya dengan dalih sudah memenuhi upah yang ditetapkan negara.
Otomatis ketika perusahaan defisit dan pengusaha tidak mampu memenuhi UMP tersebut maka jalan satu-satunya adalah relokasi ke provinsi/daerah dengan nilai UMP lebih rendah. Terpenting perusahaan tetap berjalan.
Inilah kemelut dalam sistem kapitalisme, peran negara hanya sebagai regulator dengan membuat aturan yang seakan-akan adil baik bagi pekerja maupun pengusaha. Tapi yang terjadi ada ketimpangan dalam pelaksanaannya, di sisi pekerja bisa memanipulasi pekerjaannya dengan tidak maksimal bekerja karena upah minimum telah diperoleh (walaupun ini sangat jarang terjadi).
Dan di sisi pengusaha pun telah dijelaskan sebelumnya diuntungkan ketika mereka sedang posisi normal tidak memberikan gaji yang sesuai dengan manfaat yang diberikan pekerja, pekerja maksimal menjalankan tugasnya tapi dihargai perusahaan dengan batasan UMP tersebut.
Dengan demikian dalam negara Islam relokasi dapat ditekan karena kebutuhan perusahaan terpenuhi oleh pekerja-pekerja yang secara kualitas dan kuantitas memenuhi syarat. Ketika kondisi tidak ideal dalam perusahaan, efisiensi yang dilakukan bukan dengan pemutusan hubungan kerja tapi dengan hal lain seperti pengurangan produksi berdasarkan demand dan memberi upah sesuai dengan kemampuan pengusaha dan kesepakatannya dengan para pekerja.
Bagaimanapun terwujudnya kesejahteraan rakyat (pekerja-pekerja di dalamnya) adalah tanggung jawab utama negara. Dengan jalan rakyat (yang layak bekerja) mendapatkan pendapatan lain untuk memenuhi kebutuhan dasar minimal (hajat asasiyah) bagi kehidupannya.
Dalam politik ekonomi Islam, negara bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan pokok (primer) rakyat dan mempermudah kesempatan untuk kebutuhan tambahan (sekunder ataupun tersier).
Inilah gambaran Islam dalam mengatur perusahaan dan para pekerjanya untuk mendapatkan kebutuhannya. Dan semua hanya dapat terealisasikan ketika negara mengemban sistem Islam dengan aturannya yang kaffah.
Oleh: Ageng Kartika
(Pemerhati Sosial)
0 Komentar