Topswara.com -- Berlibur ke pantai, gunung, danau, atau tempat rekreasi lainnya merupakan salah satu cara untuk melepas kepenatan bagi para pekerja, pelajar, ibu rumah tangga dan lainnya. Menikmati pemandangan dan menghabiskan waktu bersama keluarga atau teman menjadi hal yang paling digemari.
Maka wajar jika sektor pariwisata banyak menjadi tempat tujuan terutama pada akhir pekan atau musim liburan baik wisatawan domestik maupun asing. Namun tidak bisa dipungkiri, selama berwisata terkadang dibarengi dengan aktivitas yang melanggar norma sosial, bahkan norma agama seperti adanya minuman keras, narkotika hingga perbuatan zina.
Untuk mengatur perbuatan zina, pemerintah pun melalui DPR akhirnya mengesahkan RKUHP menjadi KUHP pada 6 Desember lalu. Dalam UU tersebut, ada aturan baru yang melarang seks di luar nikah untuk penduduk lokal dan pelancong. Berdasarkan KUHP baru, perzinaan akan diancam pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak kategori II, mencapai 10 juta (CNBCindonesia.com,10/12/2022).
Undang-undang kontroversial ini, yang oleh para pengkritik disebut sebagai "bencana" bagi hak asasi manusia yang melarang pasangan belum menikah untuk hidup bersama serta membatasi kebebasan politik dan agama (BBCnewsindonesia.com,7/12/2022).
Sementara itu, Australia sedang mencari informasi lebih lanjut tentang langkah Indonesia untuk mengkriminalisasi hubungan seks di luar nikah. Karena larangan tersebut berdampak pada wisatawan yang ingin ke Bali dan daerah lainnya yang masih belum jelas (VOAindonesia.com,7/12/2022).
Larangan seks di luar nikah dianggap menjadi ancaman bagi sektor pariwisata dan investasi, benarkah demikian?
Aturan Lemah Menjadi Celah
Kekhawatiran pelarangan zina menjadi ancaman bagi pariwisata, nyatanya hanya narasi. Anggota komisi III DPR RI Taufik Basari, menegaskan bahwa pasal terkait perzinaan dan kohabitasi (hidup bersama tanpa pernikahan) yang diatur dalam KUHP merupakan delik aduan absolut.
Sebagai delik aduan, maka tidak menjadi pidana apabila tidak ada aduan dari pihak seperti diatur dalam UU tersebut. Yakni istri atau suami bagi yang menikah, atau orang tua dan anak bagi yang tidak menikah (Jawapos.com,12/12/2022). Hal ini menunjukkan bahwa secara tidak langsung perzinaan masih di perbolehkan, masih ditolerir oleh negara.
Lemahnya aturan yang dibuat, tak lepas dari asas sekulerisme. Asas yang mengusung pemisahan aturan agama dari kehidupan, telah menjadi celah terbukanya pintu perzinaan. Atas nama Hak Asasi Manusia, adalah suatu hal yang wajar untuk membuat aturan yang tidak menghasilkan solusi dalam menutup pintu perzinaan.
Selain itu, landasan lainnya yang membuat aturan menjadi lemah yaitu asas kapitalisme (menilai sesuatu dari sudut manfaat keuntungan materi semata). Maka dalam sistem kapitalisme ini, atas nama investasi pada sektor pariwisata, maka aturan kebijakan yang dibuat pun sangat longgar dan mengesampingkan aturan agama untuk menarik wisatawan sehingga bisa mendatangkan pundi-pundi rupiah.
Walaupun dari segi agama, perzinahan adalah haram. Tetapi dari sisi materi, pariwisata tanpa hubungan terlarang adalah kerugian, maka setiap kebijakan yang dikeluarkan selalu menyasar pada pelanggaran syariat. Inilah bentuk sekulerisme bekerja dalam sistem ideologi kapitalisme.
Islam Tuntas Atasi Zina
Dalam pandangan Islam, berwisata hukumnya mubah (boleh) namun dengan tetap memperhatikan aturan yang ada. Sehingga tidak boleh sampai melakukan hal yang dilarang agama seperti perbuatan zina. Karena dalam pandangan Islam zina adalah sebuah perbuatan dosa. Sehingga pelakunya diancam dengan hukuman yang sangat tegas. Bahkan aturan dibuat untuk menutup celah terjadinya perbuatan zina, seperti,
Pertama, wajib bagi wanita untuk menutup aurat di ruang publik. Sehingga wanita terjaga dan tidak akan mengundang fitnah bagi lelaki. Perintah ini terdapat dalam surat Al-Ahzab ayat 59.
Kedua, memerintahkan untuk menundukkan pandangan baik untuk laki-laki maupun wanita, seperti tercantum dalam Alquran surat An Nur ayat 30-31.
Ketiga, larangan berkhalwat (berduaan) serta larangan ikhtilat (campur baur) bagi wanita dengan laki-laki yang bukan mahram.
Keempat, tentunya larangan zina seperti firman Allah "Dan janganlah kamu mendekati zina, (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji dan suatu jalan yang buruk" (Q.S. Al-isra : 32).
Selain menutup celah terjadinya zina, Islam pun memberikan hukuman bagi pelaku zina dengan sangat tegas. Sanksi bagi pelaku zina yang belum pernah menikah yaitu hukuman cambuk seratus kali, sedangkan bagi yang sudah menikah yaitu hukuman rajam hingga meninggal. Dengan aturan yang sangat tegas, tidak hanya menjadi penebus dosa bagi pelaku zina namun sebagai peringatan bagi yang lainnya agar tidak mendekati zina.
Adapun kekhawatiran pelarangan zina yang dapat menghambat investasi. Dalam Islam, investasi diperbolehkan selama tidak melanggar syariat Islam. Dengan demikian berwisata tetap bisa dilakukan tanpa adanya perbuatan yang melanggar syariat Islam.
Namun kesempurnaan aturan Islam akan bisa dirasakan manusia, jika sistem Islam diterapkan di tengah masyarakat. Untuk mengganti sistem kapitalisme sekuler yang rusak saat ini. Maka sudah selayaknya kita menerapkan Islam secara menyeluruh (kaffah) sehingga larangan zina pun tidak akan mengancam sektor pariwisata. Wallahu a'lam bish shawab.
Oleh: Neni Nurlaelasari
Sahabat Topswara
0 Komentar