Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Antara Kepentingan Ekonomi, Kebebasan, dan Kemuliaan Manusia


Topswara.com -- Ramai media asing menyorot pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) menjadi KUHP pada 6 Desember 2022 lalu. Di dalam KUHP yang baru tersebut ada aturan yang melarang seks di luar nikah untuk penduduk lokal dan pelancong. Bahkan ada hukuman penjara jika melanggar. Perzinaan diancam pidana penjara paling lama 1 tahun atau denda paling banyak kategori II, mencapai Rp 10 juta.

South China Morning Post (SCMP), Euronews, BBC Internasional dan media asing lainnya melaporkan ketentuan baru itu menyebabkan keengganan turis mereka berkunjung ke Indonesia. 

Sebagaimana diketahui, wisatawan mancanegara menganggap hal biasa seks di luar nikah. Tidak hanya itu, media-media tersebut juga memberitakan, penduduk lokal juga resah terhadap peraturan ini. KUHP yang baru ini mengganggu kelangsungan pariwisata Indonesia.

Pemerintah Australia segera memberi travel warning kepada warganya yang akan melakukan perjalanan ke Indonesia. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno meminta wisatawan mancanegara (wisman) tidak ragu berkunjung ke Indonesia. Menurut Sandi, tidak ada yang berubah dari sistem di industri pariwisata saat ini.

Mengapa Disoal?

Centre of Disease Control and Prevention (CDC) mencatat bahwa hingga Desember 2006, di dunia, terdapat 39,5 juta penderita HIV/AIDS, 37,2 juta remaja dan 2,3 juta usia kurang dari 15 tahun. Di Indonesia,  HIV/AIDS sebagai fenomena gunung es, sekitar 90-120 ribu kasus.

Kerusakan yang ditimbulkan oleh kebebasan berperilaku ini, anehnya tidak menjadi pelajaran bagi manusia untuk menghentikan tindak amoral ini. Pasal yang dinilai mengganggu kebebasan dan HAM sesungguhnya juga tidak benar-benar melarang perbuatan zina yang dimaksud. Oleh karena deliknya bersifat aduan dan membatasi pelapor hanya keluarga dekat. Dari sinilah pintu legalitas perzinaan terbuka.

Hubungan seksual di luar nikah termasuk yang dilakukan dengan sesama jenis senyatanya telah menjadi habit di kehidupan masyarakat sekuler. Paham sekularisme sudah pasti melahirkan paham kebebasan. Sekularisme memisahkan agama dari aktivitas keseharian manusia.

Jangan bawa-bawa agama! Inilah prinsip masyarakat sekuler, sekaligus negara sekuler. Peraturan hidup dan perilaku manusia bersumber sepenuhnya dari hawa nafsu dengan motif materi dan kesenangan jasmani semata. 

Sekularisme dan kebebasan menjadi arus global bahkan menjadi wajah dunia hari ini. PBB menetapkan tema Dignity, Freedom, and Justice for All pada peringatan Hari HAM Sedunia ke-74  yang jatuh pada 10 Desember 2022 tahun ini. Jadi, seks bebas disoal karena dianggap melanggar HAM dan kebebasan.

Keresahan penggerak pariwisata atas aturan baru ini menunjukkan bahwa kepentingan materi beradu dengan penjagaan terhadap moral masyarakat bahkan dengan agama (Islam). 

Di dalam pandangan Islam, jelas perbuatan seks di luar nikah adalah sebuah keharaman dan dinyatakan sebagai perbuatan fahisy (keji) yang telah ditetapkan sanksi pidananya karena ia termasuk kejahatan, bukan hak asasi. Menparekraf menjamin bahwa turis asing tidak perlu mengkhawatirkan KUHP baru ini. 

Tidak semestinya perihal materi turut menjadi pertimbangan demi menjaga dan menyelamatkan masyarakat dari kerusakan. Apalagi negeri ini banyak sekali memiliki potensi sumber pemasukan negara yang dapat mengcover kesejahteraan rakyat, dibanding hanya memungut remah-remah untuk APBN dari industri pariwisata. 

Islam Memuliakan Manusia

Rasulullah SAW bersabda yang artinya, “Jika zina dan riba tersebar luas di suatu kampung, maka sungguh mereka telah menghalalkan atas diri mereka sendiri azab Allah.” (HR. Al-Hakim, Al-Baihaqi, dan Ath-Thabrani)

Perzinaan merupakan kriminal karena terdapat sanksi pidananya, yang diistilahkan dengan perbuatan fahisy (keji). Sehingga tidak boleh dilakukan apalagi dilegalkan oleh negara. Namun, di dalam sistem sekuler, berzina merupakan hak asasi individu, tidak boleh dilarang. 

Allah Taala berfirman, yang artinya, “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.” (QS. An-Nuur [24]: 2)

Rasulullah SAW bersabda yang artinya, “Ambillah dari diriku, ambillah dari diriku, sesungguhnya Allah telah memberi jalan keluar (hukuman) untuk mereka (pezina). Jejaka dan perawan yang berzina hukumannya dera seratus kali dan pengasingan selama satu tahun. Sedangkan duda dan janda hukumannya dera seratus kali dan rajam.” (HR. Muslim)

Perzinaan tidak layak diberi celah apalagi jika sampai difasilitasi. Pelaku zina dipidana dengan hudud. Hudud adalah pemidanaan atas perbuatan yang di dalamnya terdapat hak Allah SWT dan telah ditetapkan kadar dan bentuk sanksinya. Pezina yang sudah menikah (mukhshan) dirajam dan yang belum menikah (ghayru mukhshan) dicambuk seratus kali dengan dasar empat saksi atau pengakuan dari pelakunya.

Sanksi yang diterapkan oleh negara ini berfungsi sebagai zawajir (pencegah) dan jawabir (penebus). Maknanya, agar orang lain yang bukan pelanggar hukum tercegah untuk melakukan tindak kriminal yang sama dan jika sanksi itu diberlakukan kepada pelanggar hukum, maka sanksi tersebut dapat menebus dosanya.

Demikianlah Islam menjaga dan memuliakan masyarakatnya yang tidak membenarkan dan memberi celah segala bentuk yang dapat mendegradasi martabat manusia yang Allah SWT ciptakan sebagai makhluk terbaik dan khalifah di muka bumi.


Oleh: Munajah Ulya
(Pemerhati Hukum dan Sosial Kemasyarakatan)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar