Topswara.com -- Kasus heboh yang sebanding dengan kasus di Kanjuruhan baru-baru ini telah terjadi kembali, kasus tersebut terjadi ketika masyarakat sekitar Itaewon akan menyambut perayaan Halloween. Mengapa generasi muda yang harusnya produktif, justru menyia-nyiakan masa mudanya untuk kesenangan yang sia-sia.
Seperti yang telah diberitakan bbc.com bahwa Kepolisian Korea Selatan telah sibuk menyelidiki apa yang menyebabkan pengunjung acara Halloween berdesak-desakan di satu ruas jalan sempit di ibu kota, Seoul pada Sabtu malam (29/10) yang mengakibatkan setidaknya 154 orang meninggal dunia.
Telah dipastikan terdapat 82 orang terluka dalam insiden di kawasan hiburan malam Itaewon yang menggelar perayaan Halloween pertama sejak Covid. Laporan-laporan menggambarkan masyarakat yang putus asa akibat berdesak-desakan dan bertumpukan di atas satu sama lain.
Ironisnya sebagian besar korban dipastikan meninggal adalah para remaja berusia 20-an tahun, sembilan belas diantaranya diyakini warga negara asing. Kemudian berdasarkan keterangan dari Kementerian Luar Negeri Indonesia, terdapat dua WNI yang luka ringan akibat tragedi itu.
Setelah menggelar pertemuan darurat, Presiden Korea Selatan (Yoon Suk-yeol) memerintahkan untuk membentuk tim guna membantu merawat korban luka-luka. Beliau juga memerintahkan dilakukan penyelidikan atas kejadian itu. Dengan jumlah korban tewas, ini adalah bencana paling mematikan di Korea Selatan sejak 2014. Yakni ketika kapal feri Sewol tenggelam, menewaskan lebih dari 300 orang.
Itaewon merupakan salah satu kawasan terpopuler di Seoul untuk kegiatan di malam hari. Warga setempat dan orang-orang asing sering berduyun-duyun ke sana setiap akhir pekan, tetapi Halloween merupakan salah satu malam tersibuk sepanjang tahun.
Diperkirakan 100.000 orang datang merayakan pada sabtu malam untuk menandai perayaan Halloween pertama kali sejak pandemi. Mereka datang ke sana berkumpul bahkan tidak dibatasi dan tidak perlu memakai masker. Suasana mulai tidak terkendali, dimulai di satu gang sempit yang penuh sesak.
Foto dan video-video yang bersumber dari media sosial menunjukkan jalan sempit tersebut, telah dipadati oleh banyak orang sehingga mereka tidak bisa bergerak. Salah satu video memperlihatkan, mereka sekuat tenaga untuk dapat bernapas. Jenazah korban beberapa diantaranya mengenakan kostum Halloween, dibariskan di sepanjang jalan dengan ditutupi selimut. Selain itu dibawa ke ambulan.
Sebagian anggota masyarakat berusaha sebaik mungkin memberikan pertolongan pertama kepada yang terbaring tak sadarkan diri. Hal serupa juga dilakukan tim darurat yang dikirim untuk membantu para korban.
Keesokan harinya pada hari Minggu (30/10), para kerabat dan orang-orang terdekat yang kehilangan sanak atau temannya berada di tempat kejadian untuk mencari tahu apakah orang yang mereka cintai ada di sana. Akan tetapi jasad korban sudah dipindahkan dari satu ruas jalan ke sebuah gimnasium, agar anggota keluarganya dapat mengidentifikasinya.
Sejumlah saksi mata menggambarkan kekacauan parah ketika jalan-jalan sempit di distrik Itaewon, Seoul, disesaki puluhan ribu orang. Video-video yang beredar memperlihatkan kengerian dan seorang saksi menyamakan bencana itu dengan sebuah film perang.
Sebab lebih dari 150 orang meninggal, lebih dari 80 orang terluka. Beberapa berhasil memanjat dinding dan keluar ke tempat yang aman. Dalam kondisi putus asa, orang-orang membantu tim medis guna memberikan CPR kepada para korban.
Sebuah gang sempit yang landai menjadi jebakan maut malam itu. Rupanya kerumunan orang-orang mendorong ke depan dan orang-orang di depan terjatuh. Mereka kemudian terinjak-injak oleh orang-orang yang berada di belakang.
Sejumlah potongan video dalam Twitter menunjukkan tim penyelamat berusaha sekuat tenaga menarik orang-orang supaya dapat keluar dari kerumunan. Seorang saksi mengatakan dia selamat karena dia berada di tepi gang, sementara orang-orang yang berada di tengah paling menderita. Seorang saksi mata yang juga jurnalis, Raphael Rashid mengatakan tidak ada yang benar-benar mengerti apa yang sedang terjadi.
Kemudian ia melanjutkan bahwa ada polisi yang terlihat putus asa berdiri di atas mobil berusaha memberi tahu supaya orang-orang meninggalkan kawasan itu sesegera mungkin. Seorang petugas medis di tempat kejadian, Dr Lee Beom-suk mengatakan kepada penyiar lokal YTN bahwa dia mencoba menolong beberapa korban dengan CPR. tetapi jumlah korban membludak, melebihi jumlah korban pertama di tempat kejadian dan mengatakan "begitu banyak wajah korban yang pucat, saya tidak bisa menangkap denyut nadi atau napas mereka dan banyak dari mereka hidungnya berdarah.". Seorang warga Itaewon, Lee Su-mi, 53 tahun, menambahkan kepada Reuters bahwa "orang-orang muda yang disebut 'generasi Covid' akhirnya dapat merayakan Halloween sebagai festival pertama mereka, tidak ada yang bisa meramalkan festival itu bakal berubah menjadi bencana.". Hingga ini perhatian kemungkinan akan beralih ke standar keselamatan dan tindakan pengendalian massa, Presiden Yoon telah menyerukan peninjauan kembali terhadap standar keamanan di tempat-tempat perayaan.
Berdasarkan berita tersebut, tragedi haloween di Korsel jelas membuat kita prihatin. Namun di sisi lain, kita juga prihatin dengan kepeduliaan penguasa yang rasanya lebih besar ke rakyat negara lain dibandingkan terhadap nasib rakyat sendiri. Misalnya saja pada tragedi Kanjuruhan yang juga memakan korban meninggal dalam jumlah yang besar. Tidak ada pernyataan “pemerintah bersama korban kanjuruhan”. Tapi pemerintah bersama dua korban WNI yang menderita luka ringan dalam tragedi Itaewon, serta turut berduka pada korban Korea Selatan. Hal ini beda karena tingkat nasional dan internasional, ironisnya mendapat perbedaan perlakuan bagaikan anak sendiri dengan anak tetangga tentu berbeda.
Keprihatinan kedua adalah adanya pembiaran perayaan serupa di Indonesia, padahal perayaan tersebut adalah budaya asing yang tidak sesuai dengan budaya Indonesia. Bahkan bisa dikatakan tidak memberi manfaat terhadap pembangunan karakter pemuda masa depan, karena hanya dengan mengandalkan unsur hiburan. Padahal banyak hiburan yang dapat kita peroleh selain ikut-ikutan merayakan Halloween. Dalam Islam pun sudah terdapat dua perayaan yang banyak keberkahan didalamnya, yakni dapat menghibur diri sendiri dan orang lain.
Tragedi ini jelas menunjukkan potret penguasa yang abai akan proses pembinaan karakter pemuda yang akan membangun peradaban bangsa pada masa yang akan datang.
Karena sistem dunia yang berlaku saat ini adalah kapitalisme dan sekulerisme, dimana hanya mengandalkan keuntungan dan kesenangan sesaat. Berbeda dalam Islam, penguasa wajib bertanggung jawab atas pembentukan kepribadian generasi melalui berbagai mekanisme baik dalam dunia pendidikan maupun luar pendidikan.
Oleh: Triani Agustina
Aktivis Muslimah
0 Komentar