Topswara.com -- Berangkat dari tingginya kasus perceraian yang ditangani Pengadilan Agama Kabupaten Bandung, dari yang sebelumnya sebanyak 9.006 di tahun 2019, lalu meningkat menjadi 9.119 kasus pada tahun 2020 maka Pemda Bandung menginisiasi dibuatnya Perda. Bersama dengan DPRD Pemerintah membuat peratuaran daerah tentang Pembangunan Ketahanan Keluarga yang kemudian disahkan pada tanggal 29 September lalu.
Anggota DPRD Kabupaten Bandung, Renie Rahayu Fauzi menyatakan keluarga yang kuat akan membangkitkan Bandung yang edukatif, dinamis, agamis dan sejahtera (Bedas), maka negara hadir membuat regulasi agar keluarga kuat dari segi ekonomi dan psikologi dan berharap Perda ini bisa menjadi jembatan kokoh untuk keluarga lebih tahan dan kuat. (Jabarexpres.com19/10/2022)
Banyak faktor yang dituding sebagai terjadinya perceraian di antaranya pernikahan dini, perselingkuhan dan ketimpangan peran antara suami dan istri. Dan penyebab angka perceraian tertinggi adanya perselisihan yang teru menerus, masalah ekonomi, salah satu pihak meninggalkan yang lainnya dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Solusi Ketahanan Keluarga dengan melibatkan perempuan untuk mendapatkan penghasilan justru memunculkan permasalahan baru, anak-anak terabaikan ketika para ibu sibuk menambah penghasilan secara ekonomi.
Ketika seorang ibu harus bekerja sekaligus mengasuh, mendidik anak dan mengawasinya akan menciptakan tekanan tersendiri. Konsentrasi terpecah antara bekerja dan tugas rumah tangga, apalagi ketika mereka jauh dari pemahaman agama.
Begitu pula dengan pernikahan dini, bukan masalah umur mereka menikah tetapi lebih kepada pemahaman dan kematangan emosi yang tidak didapat dari sekolah maupun rumah. Solusi-solusi diatas hanya bersifat semu yang tidak menyentuh akar permasalahannya.
Perda ini, sejatinya merupakan turunan dari Program Keluarga Harapan (PKH) yang dicanangkan Kemen PPPA. PKH sendiri menitikberatkan kepada pemberdayaan ekonomi keluarga dengan bantuan sosial tunai untuk Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM).
Sementara akar permasalahan perceraian sejatinya bukan sebatas masalah ekonomi. Maraknya perceraian sesungguhnya menjadi salah satu bukti bahwa struktur ketahanan keluarga di negeri Muslim ini makin rapuh.
Ikatan keluarga tak lagi merupakan sebuah perjanjian yang teguh dan sakral. Melainkan hanya seperti akad muamalat yang bisa dengan mudah dibatalkan. Perda ini tidak akan menyelesaikan ketahanan keluarga selama akar permasalahannya belum tersentuh.
Adapun pangkal permasalahan keluarga saat ini adalah penerapan sistem kehidupan yang tidak diambil dari Sang Pengatur kehidupan, Allah SWT. sistem sekuler kapitalislah yang dimaksud. Sistem kehidupan ini menjadikan materi sebagai tolak ukur kebahagiaan. Rumah tangga akan aman dan tenteram ketika semua kebutuhan terpenuhi baik kebutuhan sekunder maupun tersier. Dan ketika kebutuhan tersebut kurang terpenuhi mulai ada cekcok dan konflik dalam rumah tangga.
Dalam sistem ekonomi kapitalis ini terdapat kesenjangan antara yang kaya dan yang miskin. Karena sumber daya hanya bisa diakses oleh kaum pemodal Semua kebutuhan dijadikan ladang bisnis, pendidikan dan kesehatan sangatlah mahal, tak heran tekanan hidup terus meningkat.
Sistem ini membuat cara pandang masyarakat terhadap agama hanya sebatas ritual saja. Kaum muslimin dijauhkan dari ajarannya sehingga jauh pula dari ketakwaan. Para suami tidak paham dengan kewajiban menafkahi istri dan anak-anak, menelantarkan mereka dan abai dengan tanggung jawabnya.
Kapitalis ini juga memberikan kebebasan bagi seorang perempuan atau istri tanpa menutup aurat ketika keluar rumah dan mencari nafkah sendiri sehingga mereka abai dengan tugasnya karena ketidak pahaman tersebut.
Berbeda ketika Islam diterapkan secara kaffah. Islam adalah agama yang sempurna yang bukan hanya pengaturan ibadah ritual saja, tetapi mengatur semua aspek kehidupan.
Masyarakat dikatakan sejahtera ketika seluruh individunya terpenuhi semua kebutuhan pokoknya, kesehatan dan pendidikan. Suami diwajibkan untuk menafkahi istri dan anak-anaknya, apabila tidak mampu karena sakit atau cacat, maka beralih ke para wali dari pihak suami dan apabila masih tidak mampu karena miskin negaralah yang akan menafkahi mereka.
Negara wajib menyediakan lapangan pekerjaan agar para suami bisa bekerja untuk memenuhi nafkah keluarganya. Sumber daya alam dikelola oleh negara untuk kepentingan umat. Islam juga menghargai kebebasan yang bernilai positif. Bagi perempuan boleh keluar rumah untuk beraktivitas tetapi dengan memperhatikan aturan-aturan untuk melindunginya yaitu menutup aurat, tidak bertabaruj, menjaga pandangan dan tidak safar sehari semalam lebih tanpa mahram.
Dengan aturan Islam kemuliaan dan ketakwaan masyarakat akan selalu terjaga. Suami atau istri dituntut untuk memahami hak dan kewajiban masing-masing dalam menjalankan rumah tangga. Islam memberikan seperangkat aturan untuk menjaga agar tidak mudah terjadi perceraian. Salah satunya dengan memberikan solusi dari setiap perselisihan antara suami istri.
Allah berfirman: "Jika kamu mengkhawatirkan ada persengketaan dari keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberikan taufik kepada suami istri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui dan Maha Mengenal. (QS An-Nisa : 35)
Keluarga adalah tempat yang menyenangkan dan menentramkan bagi anggotanya. Tempat mencurahkan kasih sayang antara suami, istri dan anak-anaknya. Mereka memahami hak dan kewajiban sebagai anggota keluarga dan tentunya tujuan keluarga dalam Islam adalah semata-mata beribadah kepada Allah. Semua itu akan terwujud ketika sistem Islam diterapkan bukan hanya dalam keluarga tetapi dalam setiap sendi kehidupan. Wallahualam bissawab
Oleh: Yeni Rosmanah
Komunitas Penulis Mustanir
0 Komentar