Topswara.com -- Di tengah ancaman krisis ekonomi global, pemutusan hubungan kerja menjadi isu utama di ranah ekonomi dunia. Belum lama, ritel besar di Bogor, Yogya SuryaKencana gulung tikar setelah 23 tahun menemani warga (radarbogor.id, 1/11/2022).
Karena produktivitas penjualan yang kian anjlok, mau tak mau pengelola akhirnya menutup permanen ritel tersebut. Tak terhindarkan, puluhan pegawai pun di-PHK sebagai imbasnya. Tak hanya ritel, berbagai perusahaan di Kabupaten Bogor pun tertimpa kasus serupa. Sekitar 18 ribu pekerja Bogor di-rumahkan dengan alasan tingginya upah minimum yang ditetapkan kabupaten, yang tak sesuai dengan kemampuan perusahaan (radarbogor, 4/11/2022).
Berdasarkan data Apindo (Asosiasi Pengusaha Indonesia), wilayah Jawa Barat mengalami kenaikan drastis dalam masalah ketenagakerjaan, 64 ribu orang terdampak PHK, 109 orang melakukan pengurangan tenaga kerja, dan 17 perusahaan mengalami kebangkrutan (RadarBogor, 4/11/2022).
Fenomena ini dianggap wajar oleh Ketua DPK Apindo, Alexander Frans. Hal tersebut adalah konsekuensi logis dunia usaha, mengambil langkah-langkah efisiensi karena pilihannya hanya dua, menutup usaha atau mengurangi tenaga kerja. Demikian ungkapnya.
Tak hanya di Bogor, gelombang PHK pun terjadi hampir di tiap wilayah. Di Jakarta, hantaman PHK menerpa para pekerja industri tekstil dan produk tekstil nasional. Karena penurunan jumlah pesanan dan naiknya bahan baku. 64.000 karyawan terimbas PHK, 18.000 perusahaan tutup (ekonomi.bisnis.com, 2/11/2022).
Ini semua karena inflasi yang kian menggila. Sebagai imbas langsung dari perang Rusia Ukraina, sehingga konsumsi masyarakat Eropa dan Amerika turun drastis. Sementara, pasar lokal dipenuhi produk impor. Secara langsung, keadaan ini melesukan dunia usaha tekstil nasional.
Menanggapi hal ini, Menteri Keuangan, Sri Mulyani mengungkapkan pemerintah akan mengalokasi dana belanja negara untuk menahan gejolak ekonomi (CNBCIndonesia.com, 3/11/2022). Beragam bantuan tunai langsung pun disolusikan pemerintah untuk meringankan beban rakyat. Salah satunya BLT PHK (pikiran-rakyat.com, 8/10/2022). Namun, bisakah ini dianggap solusi masalah inflasi dan resesi?
Secara logis, BLT PHK hanya sebagai solusi parsial yang tak tumtas selesaikan eentetan masalah PHK. Karena masalahnya initinya pada sistem ekonomi yang diterapkan saat ini.
Fenomena PHK pun terjadi di negara-negara lain. Perusahaan raksasa dunia, Amazon mengerem sementara perektrutan pegawai. Karena ketakpastian ekonomi yang kian mencemaskan (CNNIndonesia.com, 6/11/2022). Akhir pekan lalu, Amazon memperkirakan pendapatannya turun drastis karena sahamnya anjlok lebih dari 45 persen tahun ini.
Badai resesi yang mengancam dunia tentu merupakan masalah serius. Fakta di Inggris, sangat memprihatinkan. Memperlihatkan bahwa dampak krisis yang luar biasa, menjadikan para wanita berani "menjajakan diri" agar perut dapat terisi. Menyedihkan. Anak-anak kelaparan. Bahkan saking parahnya, ada yang rela makan penghapus, karena kondisi yang tak bisa diajak kompromi.
Parahnya gambaran rusaknya ekonomi dunia. Ekonomi berbasis kapitalistik, yang digadang-gadang dapat mensejahterahkan dunia. Luluh lantak seketika. Sistem ekonomi yang diampu saat ini adalah sistem ekonomi liberal kapitalistik. Menyandarkan setiap pergerakan ekonomi pada sektor non riil yang tak pasti. Di bawah sistem keuangan ribawi. Dan inilah sumber malapetaka.
Di negara-negara Eropa, yang termasyhur dengan kemajuannya, telah mengalami krisis keuangan sebanyak 51 kali sejak tahun 1973. Sementara di negara berkembang, krisis terjadi setidaknya sebanyak 417 kali (World Bank dalam laporannya, "Global Economic Prospects”, Juni 2022). Hal ini menunjukkan bahwa sistem ekonomi saat ini begitu rapuh. Tak mampu tangguh dalam gelombang perubahan ekonomi.
Di bawah payung sistem keuangan ribawi dan bersifat gamblang, sektor keuangan berubah menjadi pesaing tangguh bagi sektor riil, yang menawarkan keuntungan. Akibatnya jumlah uang meningkat dalam waktu sekejap. Sementara sektor riil, kekurangan modal untuk menggerakkan mesin produksi. Sehingga berdampak pada kurangnya pasokan barang. Akhirnya berujung pada meledaknya inflasi.
Kesimpulannya, inflasi disebabkan oleh dua faktor, sektor keuangan memyebabkan daya beli (nilai) uang turun dan sektor riil yang terhambat dalam produksi karena sulit mengakses modal. Dan fase ini, berulang dan terus berulang dalam dekapan sistem ekonomi sekuler yang kapitalistik.
Berbeda dengan bangunan makro sistem ekonomi Islam. Meskipun karakteristiknya sederhana, namun kokoh dalam menghadapi guncangan krisis. Karena nilai-nilai sistem ekonomi Islam lahir dari sistem yang benar. Benar dalam cara pandang hidup, bahwa manusia diciptakan hanya untuk menghamba pada Allah SWT.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku." (QS. Az-Zariyat: 56)
Dan dasar inilah yang menciptakan sistem ekonomi atas asas syariat Islam. Nilai tersebut menetapkan bahwa pondasi sistem ekonomi adalah pada distribusi bukan produksi. Nilai dan cara pandang benar akan berpengaruh terhadap cara mengatasi setiap masalah ekonomi yang ada.
Sistem ekonomI Islam menetapkan setiap kebijakannya pada pemenuhan seluruh kebutuhan pokok individu rakyat yang wajib dijamin oleh negara. Negara pun memfasilitasi dengan sebaik-baiknya segala kebutuhan pelengkap sesuai kadar kemampuan per individu dalam pemenuhan kebutuhannya. Sistem ekonomi Islam dapat menghalau segala bentuk krisis, termasuk krisis ekonomi, krisis pangan dan krisis energi.
Karena negara menjadikan prinsip kepengurusan rakyat adalah amanah utama yang harus dipenuhi. Sungguh, hubungan penuh rahmat antara negara dan rakyatnya. Berdasarkan prinsip syariat Islam yang menyeluruh dalam kepengurusannya.
Wallahu a'lam
Oleh: Yuke Octavianty
Forum Literasi Muslimah Bogor
0 Komentar