Topswara.com -- Pembangunan megaproyek pemerintah semakin menjadi sorotan. Hampir seluruh proyek, mulai dari perencanaan hingga operasional, nampak penuh berbagai persoalan. Mulai proyek jembatan, jalan kereta api, jalan tol, bandara, dan lain-lain.
Beberapa waktu lalu hangat pemberitaan membahas terkait kritik yang disampaikan oleh Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil. Ia menyampaikan bahwa proyek Light Rail Transit (LRT) Palembang adalah proyek yang salah perencanaan dan gagal dalam mengambil keputusan.
Ia menyebut bahwa megaproyek yang telah menelan anggaran fantastis yakni sembilan triliyun itu dinilai belum urgen bagi masyarakat. Kepentingan yang diambil saat itu karena ambisi suksesnya penyelenggaraan Asean Games. (gelora.co, 23/10/2022)
Belum lagi dengan pembangunan kereta cepat Jakarta Bandung yang menjadi salah satu perpanjangan investasi Cina melalui proyek Belt and Road Intitiative (BRI). Di sejumlah negara proyek yang dibiayai BRI telah menuai kontroversi.
PT Kereta Api Cepat Indonesia China (KCIC) terus mengejar pembangunan kereta api cepat Jakarta Bandung (KCJB), juga berkali-kali menuai persoalan. Salah satu masalah krusial yakni pembengkakan anggaran yang akhirnya memaksa Pemerintah merogoh APBN untuk membiayainya. (katadata.co.id, 19/10/2022)
Rentetan fakta di atas, merupakan proyek ambisius. Di mana para penguasa menginginkan infrastruktur di negeri ini terkesan maju dan modern. Namun dikarenakan minimnya APBN, akhirnya terbetik kerjasama dengan asing dengan mengatasnamakan investasi. Maka yang terjadi akan didapati adanya pengarahan tegas di berbagai sisi oleh para investor, dan berpotensi mengangkangi kedaulatan negeri terutama dalam menentukan kebijakan.
Lalu, apa yang menjadi penyebab kegagalan proyek ambisius ini? Pertama, keputusan pembangunannya bukan sesuai kebutuhan, melainkan hanya pencitraan. Sebagaimana proyek LRT Palembang, yang dibangun untuk perhelatan Asian Games 2018. Kedua, sudah menjadi rahasia umum bahwa jika proyek infrastruktur merupakan bancakan para oligarki.
Selain dianggap gagal dalam pembangunannya, proyek itu pun dianggap gagal dalam menyelesaikan persoalan rakyat. Karena pembangunan infrastruktur yang masif disertai gelontoran dana yang fantastis, nyatanya tidak dirasakan oleh seluruh rakyat. LRT Palembang misalnya, penggunanya hanya kalangan tertentu saja, sementara sebagian besar penduduk Palembang justru tidak terlalu membutuhkannya.
Sementara itu, kebutuhan masyarakat banyak justru terkesan diabaikan. Masih banyak ditemukan bangunan sekolah yang rusak, jembatan antar desa yang amblas, jalan utama yang berlubang, desa-desa yang belum teralir listrik, dan lain-lain yang sangat dibutuhkan. Lalu, untuk siapa pembangunan masif itu?
Tentu saja hanya untuk orang yang berfulus, alias para kapitalis korporat. Buktinya pembangunan yang dilakukan hanya masif pada sentra ekonomi, yaitu perkotaan. Pengusaha terutama asing telah mengucurkan dana besar, mereka itu berinvestasi bukan berbaik hati. Mereka menanamkan uangnya pada pembangunan yang menghasilkan keuntungan berlipat.
Jadilah, pembangunan mengikuti dikte asing. Devisitnya APBN menjadikan pembangunan bertumpu pada investasi asing yang sebetulnya berbahaya bagi kedaulatan negeri.
Inilah dampak dari penerapan sistem ekonomi kapitalisme. Yang menjadikan pembangunannya mengikuti asing. Seperti proyek KCJB yang merupakan bagian dari proyek strategi nasional (PSN), nyatanya menjadi bagian yang tak terpisahkan dari gurita bisnis Cina. Otoritas Cina memang sedang mengembangkan banyak proyek di luar negeri melalui bendera Belt and Roal Initiative (BRI) untuk menciptakan jalur dagang baru. Artinya, pembangunan infrastruktur ada di bawah kendali korporasi.
Selain itu, kapitalisme pun telah membebaskan kepemilikan harta. Eksploitasi SDA menjadi legal, bahkan mendapat 'bentangan karpet merah' dengan adanya UU Omnibus Law beberapa waktu lalu disahkan. Tentu sangat berbeda pembangunan infrastruktur dalam asuhan kapitalisme dengan arahan sistem Islam.
Dalam Islam, pembangunan akan berfokus pada kebutuhan umat. Syekh Abdul Qadim Zallum dalam buku sistem keuangan negara Islam, menyatakan bahwa infrastruktur transportasi termasuk dalam kepemilikan umum yang harus dikelola oleh negara dan dibiayai dari dana milik umum. Pendanaannya boleh berasal dari kepemilikan negara, tetapi negara tidak boleh mengambil keuntungan dari pengelolaannya.
Di samping itu, pembangunan infrastruktur harus mengikuti kebutuhan rakyat. Akan mendahulukan manakala mendatangkan mudarat bagi umat. Misalnya, ada suatu desa yang belum memiliki akses jalan, rumah sakit, sekolah, dan lain-lain, maka negara akan terlebih dahulu membangun desa tersebut daripada membuat moda transportasi alternatif seperti kereta cepat, padahal sudah ada kereta api atau jalan arteri (tol).
Selain itu, sistem ekonomi Islam akan membatasi kepemilikan. SDA yang melimpah tidak boleh dikelola swasta apalagi asing. Hal ini akan mengantarkan pada APBN yang sehat tanpa pajak, karena keuntungan pengelolaan seluruhnya akan masuk pada kas negara. Di samping itu, pembiayaan pembangunannya akan lepas dari dikte asing dan tidak akan mengikuti arahan pengusaha, melainkan mengikuti kebutuhan rakyat.
Itulah kesempurnaan Islam dalam mengatur semua persoalan, termasuk pembangunan infrastruktur. Berbagai proyek ambisius yang kerap menuai persoalan sejatinya karena lahir dari penerapan sistem kapitalisme. Sementara dalam sistem negara yang berdasarkan Islam, pembangunan akan dilakukan berdasarkan kebutuhan umat saja sehingga perencanaannya akan matang dan tepat sasaran.
Hal ini akan terlaksana dengan sempurna seandainya syariat Islam dijalankan secara menyeluruh sesuai apa yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW., para sahabat dan para khalifah setelahnya. Sistem pemerintahan yang akan menjadikan umat manusia dan alam semesta ada dalam keberkahan.
Di sinilah akan terwujud nilai-nilai ruhiyah, insaniyah, dan khuluqiyyah secara harmonis yang akan membawa pada masyarakat yang bertakwa. Tepatlah Allah SWT. berfirman yang artinya:
"Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkam kepada mereka berkah dari langit dan bumi...." (TQS. [96]: Al -A'raf : 96)
Wallahu a'lam bish- Shawwab
Oleh: Narti Hs
Pegiat Dakwah
0 Komentar