Topswara.com -- Viralnya surat cinta anak SD kelas 6 yang vulgar dan berbau pelecahan seksual menambah deretan fakta suramnya perilaku generasi dibawah asuhan dan pendidikan sekuler-liberal. Betapa miris, seorang anak ingusan dengan fasih mengajak berbuat mesum. Fakta ini menunjukkan adanya demoralisasi generasi yang terjadi pada anak dibawah umur.
Kasus seperti ini tidak bisa disepelekan dan diremehkan karena bukan sekedar kasus kenakalan bocah biasa, namun lebih kepada kasus yang tersistematis. Ibarat fenomena gunung es yang viral di sosial media hanyalah sedikit fakta yang terjadi, tetapi dibelakang layar masih banyak kasus serupa bahkan lebih parah.
Fakta demoralisasi yang menimpa generasi hari ini disebabkan berbagai faktor-faktor pendorong yang sangat terbuka lebar. Inilah yang menyebabkan mereka bukan hanya sebagai pelaku kekerasan seksual atau yang mengarah padanya, tetapi juga sebagai korban dari hilangnya peran dan perlindungan keluarga, sekolah, masyarakat dan negara.
Konten dan tayangan di media sosial maupun di televisi yang dipenuhi dengan ide-ide sekuler-liberal, hoaks, hingga produk pornografi yang vulgar membuat generasi yang hari ini yang sangat akrab dengan gawai ditambah tak punya kontrol dalam menggunakan menjadi konsumen terhadap tayangan dan konten tersebut, bahkan terdorong untuk meniru.
Ditambah, hilangnya fungsi dan peran keluarga sebagai pondasi utama dalam memberikan kasih sayang, mengasuh dan mendidik syakhsiyyah (kepribadian) anak. Betapa banyak anak yang memiliki orang tua tetapi kehilangan kasih sayang dari orang tuanya hingga menyebabkan relasi keluarga yang semakin hambar dan kekacauan akibatnya, seperti muncul problem rapuhnya generasi, mental healty, degradasi moral generasi, hingga merajalelanya stres sosial.
Jauhnya profil keluarga dari kata ideal juga disebakan karena tuntutan ekonomi yang semakin sulit, gaya hidup yang tinggi, hingga standar kebahagiaan yang menghamba pada materi sehingga membuat para orang tua mengabaikan perannya dalam mendidik anak karena hanya berjibaku menopang ekonomi keluarga.
Berkembangnya budaya liberal, permisi, individualistik dan hilangnya kontrol sosial di tengah masyarakat untuk melakukan amar makruf nahi mungkar semakin menambah buramnya tumbuh kembangnya anak dalam lingkaran sekuler-liberal.
Kurikulum sekuler-liberal beserta beban didalamnya dan metode pembelajaran yang jauh dari kata ideal dalam meng-outputkan generasi yang kuat kepribadiannya dan mumpuni dalam keilmuwan, menambah tekanan dalam kehidupan anak, sehingga sulit untuk menentukan arah hidupnya.
Buramnya potret kehidupan anak juga diperparah dengan berbagai kebijakan negara yang abai dalam mensejahterakan dan menjaga kestabilitas keluarga, menerapkan sistem ekonomi kapitalisme yang menciptakan kemiskinan dan jurang sosial yang semakin lebar, menerapkan sistem pergaulan yang minus moral, hingga media massa dan sistem pendidikan yang semakin liberal.
Islam Memberdayakan Potensi Generasi
Jika negara kapitalisme hanya memberikan solusi parsial dalam setiap permasalahan; kebanyakan solusi yang ditawarkan hanyalah basa basi bahkan menimbulkan permasalahan baru, lain halnya dengan Islam. Islam sudah memberikan aturan bagaimana keluarga, masyarakat dan negara dalam menjalankan perannya masing-masing dan bersinergi untuk melindungi, mengasuh, mendidik dan memberdayakan potensi generasi.
Allah SWT berfirman dalam Surah An-Nisa: 9 yang artinya:
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.”
Negara memang memiliki perang yang sangat penting dalam menjaga kehidupan generasi agar sesuai dengan fitrah dan aturan Allah SWT. Maka dalam Islam, negara akan bertanggung jawab penuh atas tugasnya sebagai periayah ummat dan penjamin kesejahteraan rakyat, diantaranya:
Pertama, negara bertanggung jawab untuk melindungi dan menjamin akidah umat dan meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT (mengokohkan nafsiyah umat), serta menyeru setiap individu, keluarga dan masyarakat untuk menegakkan mar ma'ruf nahi mungkar.
Kedua, negara menerapkan sistem ekonomi Islam sehingga standar dalam bermuamalah bukan materi tetapi ridho Allah SWT. Untuk menjaga kestabilitas keluarga negara akan memberikan pekerjaan yang layak kepada setiap kepala keluarga sehingga mereka mampu memenuhi kebutuhan dasar keluarganya tanpa meninggalkan perannya sebagai orang tua untuk mendidik anaknya.
Ketiga, negara menerapkan kurikulum berbasis akidah Islam yang dapat meng-outputkan generasi yang memiliki kepribadian Islam yang kuat, faqqih fid-diin dan unggul dalam IPTEK. Negara juga menjamin pendidikan setiap rakyat dengan membebaskan biaya pendidikan, menyediakan sarana dan prasarana pendukung, serta menyiapkan tenaga pengajar yang mumpuni.
Keempat, negara akan memfilter konten dan tayangan yang layak tayang di media sesuai dengan aqidah Islam. Ide-ide liberal sekuler, hoaks maupun konten pornografi, pelecehan dan kekerasan yang memicu dan merangsang untuk ditiru akan dimusnahkan dengan segera.
Kelima, negara menerapkan sistem pergaulan Islam, seperti interaksi antara laki-laki dan perempuan diterapkan secara infishal (terpisah) sehingga tidak terjadi ikhtilat, walaupun ikhtilat diperbolehkan dalam pendidikan, kesehatan dan jual-beli namun tetap memperhatikan rambu-rambuny, larangan khalwat, dan kewajiban menutup aurat.
Ketika setiap keluarga (individu), masyarakat dan negara betul-betul menjalankan fungsi dan peran sesuai tugasnya dan saling bersinergi berdasarkan aturan Allah SWT, maka akan mampu menjaga tumbuh-kembangnya kehidupan generasi sesuai fitrah. Bahkan akan mampu memperdayakan potensi mereka dan hasil akhirnya menjadi generasi yang berkualitas, seperti para sahabat, Shalahuddin Al-Ayyubi, Muhammad Al-Fatih.
Wallahu a'lam bish shawwab
Oleh: Wahidah Nur Hasanah
Aktivis Muslimah
0 Komentar