Topswara.com -- Pernikahan di dalam Islam bukan sebuah permainan, namun sarat akan makna dan sudah semestinya dijalani dengan ilmu, tidak hanya dengan nafsu belaka. Karena dalam kehidupan pernikahan sebuah amal bisa bernilai dosa dan bernilai pahala disisi Allah SWT.
Sebagaimana kita ketahui bahwa Islam adalah agama yang sempurna, mengatur segala aspek kehidupan yang tak terkecuali pernikahan, tentang bagaimana peran suami, seperti apa peran istri dan bagaimana kelak mendidik generasi yang terlahir dari pernikahan tersebut.
Bagaimanakah sebenarnya peran suami di dalam sebuah rumah tangga? Karena peristiwa memilukan yang terjadi awal November di Perumahan Pondok Jatijajar, Tapos, Selasa (1/11/2022). Dimana seorang bapak tega membacok istri dan anaknya secara membabi buta. Sehingga, sang anak perempuan tewas mengenaskan dengan masih menggunakan seragam sekolah.
Diduga kuat, korban hendak berangkat sekolah saat peristiwa tersebut terjadi. Hati mana yang tak miris mendengar atau membaca berita tersebut. Di mana seorang suami telah tega melukai belahan jiwa dan buah hatinya sendiri. Di mana sosok seorang suami dan ayah seharusnya menjadi tempat berlindung bagi mereka.
Suami seharusnya mampu memberikan rasa aman dan nyaman kepada keluarganya, bukan sebaliknya. Namun apa yang terjadi saat ini? Kekerasan rumah tangga yang pelaku utamanya adalah suami tidak hanya satu atau dua, namun puluhan. Kasus yang berulang dan terjadi hampir dimana-mana, tentu saja kita ini bukan hanya sekedar masalah tempramental seorang lelaki. Namun banyak faktor yang menjadi penyebab rusaknya fitrah seorang laki-laki ketika berperan sebagai suami dan sosok ayah bagi anak-anaknya.
Kehidupan ekonomi yang semakin sulit dimana saat mencari kerja tidak-lah mudah, pun ketika memiliki pekerjaan terkadang penghasilan tak sesuai dengan kebutuhan kehidupan yang semakin hari semakin meningkat. Tentu saja hal ini membuat masalah-masalah baru dalam interaksi dalam ranah keluarga.
Kebijakan yang terkadang tidak berpihak kepada rakyat untuk memenuhi kebutuhan kehidupan tentu saja jadi pemicu ketidak harmonisan kehidupan rumah tangga. Dimana kebutuhan sandang pangan merangkak namun pasti ikut naik, pendidikan berkualitas mahal, kesehatan sulit di-akses dan lain-lain.
Saat ini Indonesia tidak hanya krisis kepemimpinan negara yang akhirnya asal diusung oleh partai, padahal rakyat ini membutuhkan imam bagi orang-orang yang bertakwa. Tetapi imam seperti ini tidak akan pernah lahir dari rahim Demokrasi.
Indonesia juga krisis kepemimpinan ayah dalam memimpin anak-anaknya. Meletakkan basis akidah, yang sejatinya merupakan tanggung jawab yang agung. Basis akidah ini bila dipersiapkan oleh ayah dengan serius dan sungguh-sungguh akan lahir generasi cahaya mata dan imam bagi orang-orang bertakwa. Kelak, krisis kepemimpinan ini tidak lagi menjadi persoalan di sebuah negara.
Berhembusnya ide kesetaraan gender yang menggugat kepemimpinan ayah dalam rumah tangga semakin menambah deretan persoalan dunia pendidikan. Anak tidak lagi mendapatkan sosok kepemimpinan yang harus ditiru karena ayah sudah merasa insecure di hadapan ibu, para istri pejuang gender ini merasa sudah mandiri tanpa kepemimpinan suami.
Kuatnya kepemimpinan ayah dalam pendidikan anak sangat menentukan terealisasinya proses belajar anak. Apalagi di fase anak prabaligh, ayah adalah sosok yang sangat dibanggakan oleh anak dalam segala hal. Kepribadian Islam anak sangat memungkinkan untuk dibentuk dan dijaga oleh ayah. Sebab ayah adalah pemimpin bagi keluarganya dan bertanggung jawab terhadap terjaganya kepribadian Islam keluarga.
Ayah adalah polisi umum dan kepemimpinan umum dalam keluarga, maka ayah adalah orang yang paling pertama memahami konsep pendidikan, berikut strategi, materi yang hendak disampaikan seluruh ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan di rumah.
Dan ayah adalah sosok penting bagi keselamatan keluarga dari tergelincirnya mereka dari api neraka. Allah berfirman : “ Jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.....” (al-ayah ). Demikianlah ayah memimpin.
Ayah adalah kunci dari kesuksesan sebuah tim dalam rumah tangga. Kepiawaian ayah dalam memimpin ibu akan berbuah sakinah dan berjalannya fungsi-fungsi keluarga demi meraih ridha Allah SWT. Hari ini banyak ayah yang teralihkan dari qawwamah-nya sebab ayah hanya tertumpu pada nafkah dan kesibukan bekerja dan melupakan fungsi pendidikan dan ketaatan keluarga. Maka seringkali ibu merasa sendirian dalam menyelesaikan masalah-masalah keluarga dan pendidikan anak-anak. Tentang qawwamah ayah ni sudah diabadikan oleh Allah SWT dalam surat Annisa ayat : 34
Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya. Maka perempuan-perempuan yang shalih adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka).
Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh, Allah Mahatinggi, Mahabesar.
Abu Ja’far At-Tabari menjelaskan Qawwâmah yang di maksud dalam QS An-Nisa’ Ayat 34 adalah seorang laki-laki yang memimpin dan mendidik terhadap perempuan, dan memberikan sangsi bila melanggar, dengan sebab Allah telah mengutamakan dirinya dari pada yang lain, dan mereka telah berkewajiban membiayai, oleh sebab itu laki-laki menjadi pemimpin baginya.
Dan seorang perempuan wajib mentaati apa yang di perintah oleh suami, bila seorang istri melanggar perintahnya maka seorang suami boleh memukulnya dengan yang tidak membahayakan sebagai pelajaran baginya. Kepemimpinan itu merupakan tanggung jawab dan kepengurusan terhadap apa yang dipimpinnya. Maka ada dua hal yang disoroti dalam ayat di atas terkait qawwamah ayah :
Pertama, memberikan nafkah.
Kewajiban nafkah berikut segala yang terkait dengannya terpenuhinya sandang, pangan, dan papan bagi keluarga. Pakaian yang memadai untuk menjalankan syariah tertutupinya aurat ibu dan anak-anak perempuan. Terjaga dari cuaca dingin dan panas karena tersedianya tempat tinggal yang nyama. Juga terpenuhinya makanan yang hala dan thoyyib agar keluarga terjaga kesehatan dan dapat melakukan aktifitas sehari-hari dengan baik.
Kedua, kewajiban mendidik.
Rijal berkewajiban untuk mendidik istrinya agar senantiasa taat kepada dirinya atas kepemimpinannya dalam rumah tangga yang ia pertanggung jawabkan di hadapan Allah. Tidak membiarkan ibu dalam kemaksiatan dan merusak relasi suami istri yang mengancam sakinah.
Jika ibu tidak taat maka ayah memliki wewenang dalam ta’dib dalam mengembalikan ibu pada ketaatan dengan urutan ta’dib; menasehati, jika belum taat juga maka memisahkan ranjang, jika belum taat juga dengan memukulnya.
Atas dua qawwaah di atas, ibu berkewajiban untuk taat sepenuhnya pada ayah karena ayah diberi kelebihan oleh Allah dalam wilayah tersebut. Para ulama tafsir ketika memaknai kata qawamuuna di antaranya adalah sebagai berikut:
Dia yang mengurusi, Dia yang menangani segala urusan dan kebutuhan, Dia yang menjaganya, Dia yang mendidik.
Qawwamah ini menuntut ayah memiliki visi, tsaqafah Islam, penguasaan strategi dan skill serta manajement kepemimpinan, karena dalam nafkah dan mendidik membutuhkan itu semua. Agar ayah memiliki kemampuan untuk mengurusi dan mencari solusi-solusi di setiap persoalan dalam Rumah tangga.
Kepiawaian qawwamah ayah mengaharuskan ayah memiliki perencanaan yang matang, lalu mengorganisirnya dengan baik agar aspek nafkah dan aspek mendidik berjalan sebagaimana mestinya dan ibu tidak harus nusyuz.
Berikutnya mengharuskan ayah beraksi nyata terhadapa apa yang sudah direncanakan dengan sungguh-sungguh dan serius. Dan tidak kalah penting adalah mengontrol jalannya qawwamah ayah pada ibu. Dengan kepiawaian ayah dalam qawwamah, mengharuskan dia untuk ditaati segala perintah-perintahya dan larangannya. Dengan demikian menjadi mudah bagi ibu dalam mendidik anak-anaknya menjadi qurrata a’yun dan imamulmuttaqien.
Oleh: Tri Setiawati, S.Si
Sahabat Topswara
0 Komentar