Topswara.com -- Alkisah seseorang kehilangan barang berharga miliknya di rumahnya yang gelap gulita. Ia pun memaksa mencari barang tersebut di rumah tetangganya yang terang benderang.
Alasan yang dikemukakannya cukup absurd. Karena rumah tetangga terang, maka seharusnya barangnya yang hilang bisa ditemukan. Alasan inilah yang membuatnya secara brutal mengacak-acak rumah tetangganya, dan mencoba memberi solusi penataan rumah sang tetangga. Tak hanya itu ia bahkan mengutuk setiap anggota keluarga tetangga yang tak mau membantunya atau tidak bersepakat dengan ide tatanan rumah yang ia tawarkan.
Apa yang terjadi pada kisah fiktif di atas mirip sekali dengan kejadian hari ini. Di mana Barat mencoba masuk ke tengah kehidupan masyarakat Muslim. Mengacak-acak ajaran Islam dan mencoba menawarkan tatanan Islam gaya mereka.
Islam gaya baru yang mereka tawarkan mereka bungkus sedemikian rupa hingga tanpa sadar banyak kaum Muslim tergiur dan mengadopsinya. Padahal telah nyata, Islam gaya baru tersebut bukanlah Islam yang sebenarnya tapi sekularisme yang merupakan agama mereka.
Moderasi Beragama Berbahaya
Moderasi beragama beberapa tahun terakhir begitu getol dipaksakan Barat kepada kaum Muslim. Jika dulu baru sekadar pemikiran yang dikaji dalam seminar-seminar. Kini moderasi beragama telah memasuki fase aksi nyata yang dipaksakan pada setiap lapis masyarakat.
Pemuda sebagai agen perubahan tentu tak lepas dari sasaran mereka. Dengan menggenggam pemuda, mereka berharap ide moderasi ini makin panjang umurnya. Mengingat pemuda adalah calon pemimpin masa depan.
Ide moderasi beragama jelas berbahaya. Konsep moderasi beragama di negeri ini nyatanya telah terhegemoni oleh konsep moderat yang ditawarkan oleh Barat. Makna moderat dalam buku “Moderasi Beragama” yang diterbitkan oleh Kemenag RI yang diberi prolog oleh Lukman Hakim Saifuddin misalnya berusaha menjelaskan bahwa, “Moderat dalam beragama berarti percaya diri dengan esensi ajaran agama yang dipeluknya, yang mengajarkan prinsip adil dan berimbang, tetapi berbagi kebenaran sejauh menyangkut tafsir agama.” (lihat hal. 14 buku Moderasi Beragama).
Kalimat “Tetapi berbagi kebenaran” ini tentu menimbulkan kerancuan dan bias makna di dalamnya. Sejauh ini yang mereka gambarkan tentang moderasi beragama adalah sebuah cara pandang, sikap, dan perilaku untuk selalu mengambil posisi di tengah-tengah, selalu bertindak adil, dan tidak ekstrem dalam beragama. Kata “adil” pun dalam pemaknaan KBBI juga diartikan sebagai tidak berat sebelah/tidak memihak, berpihak kepada yang benar/berpegang kepada kebenaran, tidak sewenang-wenang, dan lain-lain.
Kata tidak berpihak dalam kamus KBBI pun pada akhirnya juga menimbulkan pertanyaan, bagaimana bila dihadapkan dengan sebuah kebenaran?. Makna “Berpihak kepada yang benar” pun juga menjadi sesuatu yang ambigu, kebenaran seperti apakah yang dimaksud?
Maka dengan demikian, dalam prakteknya moderasi beragama akan menuntun pada sikap relativisme ala Barat. Mengharuskan menerima pluralisme dan menolak syariah islam yang kaffah.
Moderasi Beragama Menjerat Pemuda
Tentu kita sepakat bahwa pemuda kita hari ini sedang tidak baik-baik saja. Banyak di antara mereka terjerat masalah. Dari tawuran, bullying, narkoba, seks bebas, hingga penyakit jiwa.
Kesemua masalah pemuda hari ini, bermula tidak adanya karakter yang kuat pada diri mereka. Mereka begitu mudah terombang-ambing hingga mudah dibawa ke mana angin bertiup. Anak alay, generasi strawberry begitu julukan mereka.
Kita harus berani jujur, mereka menjadi seperti itu tak lepas karena pola didik yang tidak tegas dalam mengenalkan mana yang benar dan mana yang salah. Akibatnya, membuat pemuda bahkan sekadar mengidentifikasi gendernya saja mereka tidak bisa. Mereka bingung dirinya laki laki atau perempuan. Akhirnya mereka memilih bergender netral.
Dalam kasus lain, banyak di antara mereka yang tak bisa mengenal ajaran agamanya apalagi membedakan agamanya dengan yang lain. Maka jika ditanya apa agamanya? Dengan enteng mereka menjawab, agama mereka tentative sesuai situasi dan kondisi. Bisa jadi pagi ini Muslim sore nanti yang lain.
Sudah demikian parah kondisi pemuda hari ini, bahkan untuk nilai-nilai yang sifatnya dasar saja mereka tak bisa membedakan. Maka tak usah heran jika mereka hari ini kebingungan dalam menentukan mana yang benar mana yang salah, mana yang baik mana yang buruk semua bias dalam kepala pemuda.
Buah dari sikap tersebut, mereka mudah diombang-ambing dan rawan terjebak pada hal-hal negatif semisal tawuran dan narkoba. Lalu masihkah harus ditambah kebingungan para pemuda tersebut dengan moderasi agama yang sudah jelas tak mampu menentukan arti kebenaran? Mau kerusakan seperti apa lagi yang diharapkan dari para pemuda itu?
Jaga Pemuda Masa Depan Bangsa
Kerusakan yang melanda pemuda hari ini jelas perlu kita luruskan. Tentunya bukan dengan moderasi beragama. Cukuplah Kanjeng Nabi Muhammad sebagai teladan kita dalam menyiapkan pemuda pemuda tangguh.
"Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah suri teladan yang baik bagimu." (TQS. Al Ahzab 21). Artinya, cukuplah aturan Islam sebagai acuan dalam menyiapkan pemuda hebat. Tanamkan dengan jelas dan tegas mana yang benar dan mana yang salah.
Dalam Islam telah tegas ditunjukkan mana yang haq dan mana yang bathil. Tidak ada sikap di pertengahan haq dan bathil. Bahkan Islam menyebut mereka yang menyengaja berada di pertengahan haq dan bathil sebagai munafik yang hina.
Aturan Islam yang menyatu dalam jiwa para pemuda akan membuat pemuda memiliki kepribadian Islam. Tak hanya memiliki pola pikir sesuai Islam, mereka pun pasti memiliki perilaku yang santun, tutur kata yang lembut, serta kaya akan kasih sayang. Sebaliknya mereka akan tegas dan tidak berkompromi pada setiap kezaliman dan kemungkaran.
Pemuda adalah penentu masa depan sebuah bangsa. Jika kita menghendaki negeri dan umat ini lebih baik di masa depan, maka tidak ada jalan lain selain menyelamatkan pemuda dari racun bernama moderasi beragama, kemudian tanamkan pada mereka Islam kaffah hingga Islam melebur dalam jiwanya.
Oleh: Titin Erliyanti
(Pemerhati Sosial Kemasyarakatan)
0 Komentar