Topswara.com -- Para pemimpin agama dunia dalam Forum Agama G20 (Forum R20) yang digelar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Liga Muslim Dunia atau Muslim World League (MWL) di Nusa Dua, Bali pada 2-3 November 2022 menyerukan agama sebagai sumber solusi global.
Seruan tersebut tertuang dalam komunike R20 yang dibacakan Timothy Samuel Shah dari Center for Shared Civilizational Values (CSCV) dalam sesi konferensi pertama di Hotel Hyatt, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jumat.
R20 memobilisasi tokoh agama, sosial, ekonomi, dan politik dari seluruh dunia untuk memastikan bahwa agama berfungsi sebagai sumber solusi yang dinamis, bukan masalah," kata Timothy Samuel Shah.
Solusi yang menjadi pusat perbincangan R20 adalah mempromosikan moderatisme beragama. Sebagaimana diungkap oleh KH Yahya Cholil Staquf, tujuan R20 adalah untuk memastikan bahwa agama berfungsi sebagai sumber solusi yang sejati dan dinamis terhadap masalah di abad ke-21. Melalui R20, “kami berharap dapat memfasilitasi munculnya gerakan global, di mana orang-orang berkehendak baik dari setiap agama dan bangsa akan membantu menyelaraskan struktur kekuatan geopolitik dan ekonomi dunia dengan nilai-nilai moral dan spiritual tertinggi, demi seluruh umat manusia.” ungkap Gus Yahya dalam konferensi pers.
Forum R20 yang bertujuan untuk menyelaraskan moderatisme beragama tak lain hanya sebagai alat untuk mengembangkan ide keberagaman. Di samping itu, untuk membidik ajaran-ajaran yang menyebarkan radikalisme dan terorisme. Lalu mereka meluncurkan proyek baru, yakni deradikalisasi.
Benar saja, proyek baru ini mendapat dukungan dana internasional. Dana dikucurkan kepada mereka yang dianggap moderat. Melalui tangan-tangan sesama Muslim inilah Barat memainkan isu dan strategi untuk memecah-belah umat Islam sekaligus menghancurkan Islam dari dalam.
Tak tanggung-tanggung, proyek deradikalisasi itu didukung pula oleh ulama-ulama sû’. Mereka menjual ayat agama untuk menyerang pandangan-pandangan prinsipil para ulama masyhur yang dianggap pro terhadap radikalisme.
Tanpa malu-malu, melalui para intelektual pelacur, mereka menyerang ajaran Islam yang dianggap tak sesuai dengan cara pandang Barat. Tak jarang para intelektual Muslim penjual ayat ini menafsirkan ayat Al-Qur'an dan al-hadis secara serampangan, mengikuti maunya sendiri.
Faktanya umat Islam jadi tertuduh dengan kedua isu tersebut. Itu akibat dari berbagai upaya pengaitan seperti yang tadi disebutkan. Nah, berdasarkan hal tersebut, tujuan kedua isu itu tentu untuk menyerang umat Islam; atau minimal mengekang umat Islam supaya tidak membawa ajaran Islam ke ranah politik.
Lalu apa target mereka dengan isu radikalisme ini? Isu radikalisme ini bertujuan untuk Monsterisasi ajaran Islam, terutama khilafah.
Amerika tentu memahami betul bahwa pasca perang dingin, lawan serius mereka dengan ideologi kapitalismenya adalah Islam. Islamlah yang berpotensi menumbangkan keangkuhan ideologi kapitalisme. Tentu yang dimaksud dengan Islam di sini adalah Islam ideologis, yakni Islam yang mengatur berbagai aspek kehidupan mulai dari perkara spiritual hingga politik.
Islam ideologis mengharuskan ajaran Islam bukan hanya dipelajari tetapi juga diterapkan dalam kehidupan. Adapun upaya agar seluruh ajaran Islam dapat diterapkan adalah dengan mewujudkan institusi politiknya. Di dalam ajaran Islam, institusi politik tersebut dinamakan khilafah Islam.
Khilafah Islam inilah yang berpotensi menumbangkan ideologi kapitalisme. Untuk menghalangi dan menghambat tegaknya khilafah dibuatlah upaya monsterisasi khilafah, yakni agar publik terutama umat Islam takut terhadap khilafah. Jika umat Islam takut dengan khilafah, tentu mereka akan memusuhi atau paling tidak enggan memperjuangkannya. Wallahu a'lam Bishshawab
Oleh: Wakini
Aktivis Muslimah
0 Komentar