Topswara.com -- Kembali viral aksi seorang suami yang memukuli istrinya di depan buah hati mereka. Di mana kejadian tersebut direkam oleh anak mereka. Sang suami sudah diamankan oleh pihak berwajib.
Miris… padahal, beberapa waktu lalu, publik digegerkan dengan kasus KDRT Lesty Kejora yang membuat mereka sangat marah terhadap pelaku yang tak lain adalah suami Lesty sendiri yaitu Rizky Billar. Bagaimana tidak membuat emosi publik meluap, pasalnya sang idola yang merupakan jebolan audisi dangdut tersebut mendapatkan cekikan dan beberapa kali di banting akibat cekcok rumah tangga.
Publik sendiri selain marah juga pada berkomentar bahwa apa yang ditampilkan pasangan artis yang selalu mengumbar kemesraan di depan publik baik di televisi maupun di kanal YouTube, tidaklah selamanya seirama di dunia nyata.
Meski kasus Lesty sempat sampai ke ranah hukum, namun berakhir dengan permaafan korban. Lesty mungkin hanya satu dari sekian banyak kasus KDRT, bisa dibilang kasus KDRT ibarat gunung es dimana yang tidak tampak di permukaan jauh lebih besar dibanding dengan yang tampak.
Data dari Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan pada tahun 2020, mencatat bahwa KDRT atau Ranah Personal masih menempati pada urutan pertama dengan jumlah 75,4 persen dibandingkan dengan ranah lainnya. Sedangkan bentuk kekerasan terhadap perempuan di ranah personal yang tertinggi adalah kekerasan fisik berjumlah 4.783 kasus.
Dari 11.105 kasus yang ada, maka sebanyak 6.555 atau 59 persen adalah kekerasan terhadap istri. Kekerasan terhadap anak perempuan juga meningkat 13 persen, dan juga kekerasan terhadap pekerja rumah tangga.
Diantara kasus KDRT tersebut didalamnya ada kekerasan seksual (marital rape dan inses). Kasus kekerasan seksual di ranah personal yang paling tinggi adalah inses dengan jumlah 822 kasus. (komnasperempuan.go.id)
Dari sisi undang-undang, negara menerbitkan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) yang mulai diberlakukan pada tanggal 22 September 2004 UU. UU yang terdiri dari 10 Bab dan 56 pasal akan menjadi landasan hukum untuk penghapusan dan pencegahan tindak kekerasan, di samping perlindungan bagi korban serta penindakan terhadap pelaku dengan upaya tetap menjaga keutuhan dan keharmonisan rumah tangga. (ham.go.id, 09/04/2014)
Meski demikian nyatanya KDRT tetap saja ada. Hal tersebut seharusnya membuka pandangan kita bahwa sistem sekular kapitalisme yang diterapkan negara saat ini sangat mungkin memunculkan kasus-kasus KDRT.
Landasan kehidupan yang sekular membuat manusia tidak memakai aturan yang berasal dari Allah SWT sebagai pedoman kehidupan. Islam hanya diposisikan sebagai agama yang mengatur masalah ritual semata.
Bila masyarakat paham terhadap ideologi Islam termasuk dalam mengatur interaksi dalam rumah tangga, maka tentu saja angka-angka KDRT bisa diredam. Segala aktivitas bagi seorang Muslim haruslah bernilai ibadah. Termasuk menikah, dalam Islam merupakan penyempurnaan separuh dien, dimana aktivitas dalam pernikahan berisikan hak dan kewajiban masing-masing pasangan yang sarat akan nilai pahala.
Sebagai contoh, Allah mewajibkan suami untuk memberi nafkah kepada Istri termasuk mempergauli dengan baik. Banyak sekali dalil keutamaan dan pahala yang dijanjikan Allah karena memberi nafkah keluarga.
دِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِى رَقَبَةٍ وَدِينَارٌ تَصَدَّقْتَ بِهِ عَلَى مِسْكِينٍ وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ أَعْظَمُهَا أَجْرًا الَّذِى أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ
Artinya:
“Satu dinar yang engkau keluarkan di jalan Allah, lalu satu dinar yang engkau keluarkan untuk memerdekakan seorang budak, lalu satu dinar yang engkau yang engkau keluarkan untuk satu orang miskin, dibandingkan dengan satu dinar yang engkau nafkahkan untuk keluargamu maka pahalanya lebih besar (dari amalan kebaikan yang disebutkan tadi, pen)” (HR. Muslim no. 995).
Begitu pula dengan pihak istri, Ketika perwalian itu sudah berpindah kepada suaminya maka sudah selayaknya untuk taat terhadap qawamnya tersebut.
إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَصَّنَتْ فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ بَعْلَهَا، دَخَلَتْ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شَاءَتْ
“Apabila seorang isteri mengerjakan shalat yang lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya (menjaga kehormatannya), dan taat kepada suaminya, niscaya ia akan masuk Surga dari pintu mana saja yang dikehendakinya”. (Hr. Ibnu Hibban: 1296)
Islam datang dengan memberikan aturan yang sempurna untuk manusia menjalani kehidupan, termasuk kehidupan rumah tangga. Ajaran Islam yang berupa nusyus (kebolehan memukul untuk ta’dib) bukanlah sumber terjadinya KDRT sebagaimana yang dituduhkan kaum feminis liberal. Karena tidak ada hubungannya dengan penyebab kasus-kasus KDRT saat ini.
Pernikahan yang dilandasi Islam bukanlah pernikahan yang tanpa konflik, karena manusia tak lepas dari salah dan lupa. Tetapi bagaimanapun konfliknya tak boleh berakhir dengan melampiaskan kemarahan sehingga terjadi KDRT.
Dalam Islam marah saja ada adabnya apalagi kalau sampai ada aktivitas melukai bisa kena hukum qishash. Dimana penghilangan hak terhadap korban akan dibalas serupa oleh qadhi sesuai dengan yang dilakukan pelaku. Dengan begitu orang akan pikir-pikir dan jera bila terdapat hukuman yang adil dan nyata.
Oleh: Ratna Mufidah, SE
Sahabat Topswara
0 Komentar