Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kepentingan Kapital Dibalik Migrasi TV Digital


Topswara.com -- Mulai tanggal 02 Nopember 2022 lalu pemerintah sudah mulai mematikan seluruh jaringan TV analog di hampir seluruh wilayah di Indonesia. Sebelumnya pemerintah memang sudah sangat gencar mengiklankan untuk perlunya migrasi ke TV digital. Bahkan pemerintah pun sudah membuat program untuk keperluan ini. 

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar program bantuan Set Top Box (STB) TV Digital gratis. Program tahap pertama sudah dimulai pada 30 April 2022. Dikutip dari.(cnbcindonesia,02/11/2022) STB yang dibagikan rencananya sebanyak 5,6 juta unit untuk seluruh Indonesia oleh lembaga penyiaran swasta. 

Dari jumlah tersebut, per 2 Nopember 2022 kemarin baru sekitar 1,07 juta unit set-top-box (STB) gratis yang dibagikan pemerintah dan penyedia multipleksing untuk masyarakat miskin. Pemerintah sendiri telah membagikan 868.899 unit, sisanya oleh penyelenggara multipleksing

Dengan penyaluran STB, pemerintah mengaku migrasi sudah siap. Namun dalam proses migrasi ini pula, sebagian masyarakat mengaku belum mendapatkan sosialisasi, bahkan ada yang kesulitan mendapat STB. 

Oleh karena itu, jika migrasi tidak dilakukan dengan hati-hati, masyarakat akan kehilangan haknya untuk dapat mengakses siaran TV. Bahkan banyak dari kalangan masyarakat yang khawatir bahwa pembagian STB secara gratis itu tidak tepat sasaran. 

Sebagaimana bantuan-bantuan yang selama ini dilakukan oleh pemerintah yang tidak tepat sasaran sehingga tidak semua masyarakat merasakan. Jumlahnya juga sangat jauh dari harapan. Sangat tak sebanding dengan kemauan,  rakyat juga yang akhirnya bertambah beban. 

Apalagi diketahui bahwa penghentian penggunaan TV analog ini merupakan amanat dari UU Ciptaker dengan merujuk pada Pasal 60 A UU 11/2020 tentang Cipta Kerja. UU tersebut mewajibkan pemerintah untuk melaksanakan migrasi televisi terestrial, yakni mengalihkan siaran televisi dari analog ke digital paling lambat per 02/11/2022. 

Namun, pada titik ini, kita harus kritis bahwa ketika penerbitan suatu kebijakan terkait dengan UU Cipta Kerja, bisa kita pastikan bahwa kebijakan tersebut berpihak pada para pemilik modal, kaum  kapital, merekalah yang paling akan mendapatkan keuntungan. 

Di antara bukti nyatanya adalah produk STB itu sendiri. PT Industri Telekomunikasi Indonesia atau PT INTI adalah salah satu produsen STB yang hingga akhir tahun ini menargetkan jumlah produksi STB sebanyak 50 ribu unit. Belum lagi banjir order STB di sejumlah kota, seperti Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, dan Bandung. Ini saja sudah menunjukkan panen keuntungan. Tambahan lagi, adanya sejumlah segmen pemasaran STB. 

Merujuk hasil riset Boston Consulting Group tahun 2017, pihak yang juga diuntungkan dengan migrasi ke TV digita tentunya pemerintah. Pemerintah berpotensi mendapatkan kenaikan pendapatan sebesar Rp 77 triliun per tahun jika migrasi ke TV digital terealisasikan. Karena pendapatan dari frekuensi TV analog saat ini hanya mendapatkan Rp100 miliar-an. 

Pendapatan ini berasal dari biaya penggunaan frekuensi atau disebut digital dividend yang disetorkan pelaku usaha digital yang memakainya. Selanjutnya yang diuntungkan adalah pelaku bisnis digital yang mendapatkan saluran frekuensi 700 MHz untuk broadband. 

Pemanfaatan saluran frekuensi ini akan mengembangkan ekosistem bisnis kreatif, sehingga ekonominya akan membesar.
Hasil riset Boston Consulting, juga mengungkakan bahwa kontribusi migrasi ke digital terhadap PDB bisa mencapai Rp 443,8 triliun per tahun. 

Maka, semakin lama menunda, maka negara semakin merugi, karena potensi pendapatan dari sektor TV digital tidak terpenuhi. Maka tidak heran jika pemerintah begitu ngoyo mengiklankan agar rakyat segera bermigrasi ke TV digital ini. Karena kepentingan capital dibalik migrasi TV digital begitu kental.

Sejatinya kecanggihan tekhnologi dan kemajuan dunia digital hari ini tidak bisa dinafikan. Maka sudah selayaknya perkembangan dunia digital memang akan membawa manusia pada kehidupan yang lebih baik serta membawa manusia pada kebahagiaan. 

Namun ibarat panggang jauh dari api, maka keberadaan tekhnologi yang saat ini mengalami kemajuan justru menjadi momok yang menakutkan. Karena dalam kacamata kapitalisme segala sesuatu diukur dengan manfaat dan materi. Dalam dunia kapitalisme segala sesuatu dianggap sebagai komoditas ekonomi termasuk kecanggihan tekhnologi.

Oleh karena itu angka produksi dan penilaian berdasarkan harga barang/jasa menjadi nyawa bagi roda ekonomi kapitalisme. Sistem ekonomi kapitalisme sama sekali tidak bertumpu pada distribusi ekonomi atau kekayaan kepada masyarakat luas. Tidak heran kapitalisme masih terus mengincar celah-celah ekonomi termasuk dunia digital agar para  kapital tetap bisa mendapatkan tambahan modal sehingga pundi-pundi keuntungan terus mereka dapatkan.

Hal ini sangat berbeda dengan Islam. Kemajuan dan kecanggihan tekhnologi akan dipandang sebagai sesuatu yang dapat meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Rabb pencipta dan pemilik alam semesta. Sehingga orientasinya bukan hanya sekedar mendapatkan keuntungan materi saja.

Maka dalam sistem Islam menjadikan kemajuan teknologi sebagai instrumen pendukung kehidupan. Bila teknologi semakin luas, maka semakin besar pula lapangan pekerjaan bagi masyarakat bahkan pengelolaan kehidupan pun semakin membaik. Maka Kondisi inilah yang sejatinya diciptakan oleh seorang pemimpin. Karena pemimpin dalam Islam adalah sebagai pelayan (ra’in) bagi warganya.

Telekomunikasi dalam Islam adalah salah satu jenis infrastruktur yang dapat digunakan dan dimanfaatkan oleh masyarakat, baik pedesaan maupun provinsi. Sarana ini dibuat oleh negara agar dapat dimanfaatkan oleh seluruh lapisan masyarakat tanpa terkecuali. 

Sehingga adanya perkembangan teknologi dari analog ke digital dan efisiensi penggunaan frekuensi semata-mata dikembangkan untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Pengembangan ini pun tentunya dibiayai oleh negara dengan dana yang diambil dari Baitul Mal atau pos kepemilikan negara. Sumber Baitul Mal ini berasal dari harta usyur, kharaj, ghanimah, jizyah dan sebagainya.

Pemimoin sebagai pelayan rakyat memberikan tanggung jawab penuh terhadap pelayanan teknologi komunikasi sehingga masyarakat pun siap dengan berbagai transformasi teknologi. Maka Sektor telekomunikasi ini sangat diperhatikan, karena dapat digunakan sebagai media untuk terus menyebarkan dakwah dan keagungan Islam.

Ketika sistem yang bersumber dari Allah SWT diimplementasikan di semua aspek kehidupan tentu akan tercipta kedamaian dan ketentraman bagi setiap masyarakat. Hal ini sesuai dengan fitrah manusia, memuaskan akal dan menentramkan hati. Jadi bukan hanya menguntungkan para kapital tapi yang utama bagaimana kemaslahatan bagi masyarakat bisa diwujudkan secara sempurna.  Wallahu alam bishawab.


Oleh: Fitriani, S.Hi
Guru dan Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar