Topswara.com -- Keberlangsungan tanaman padi merupakan hal yang penting untuk diperhatikan. Mengingat mayoritas penduduk Indonesia, makanan pokoknya adalah beras. Keluhan para petani seharusnya menjadi bahan evaluasi bagi pemerintah agar segera diatasi.
Eti Kusaeti (46) salah seorang petani perempuan di Desa Tegalluar Kecamatan Bojong Soang Kabupaten Bandung mengeluhkan bahwa panen kali ini tak segemilang tahun-tahun sebelumnya. Banyak hal yang membuat petani pesimis menghadapi panen, mulai dari menyempitnya lahan sampai kelangkaan pupuk subsidi. (Kompas.com 19/10/2022)
Allah SWT. telah menganugerahkan Indonesia, tanah yang luas dan subur. Maka pantas disematkan untuk negeri kita sebutan negara agraris. Namun sayang seiring waktu lahan yang luas kian menyempit tergantikan oleh bangunan pabrik dan perumahan. Terpaksa sebagian petani kehilangan mata pencaharian.
Kendala lain dihadapi para petani adalah mahalnya pupuk. Kalaupun ada pupuk subsidi untuk mendapatkannya tidaklah mudah. Pas dibutuhkan barangnya langka.
Cuaca ekstrem yaitu hujan dengan intensitas tinggi menyebabkan anak Sungai Citarum meluap menggenangi lahan sawah yang sudah siap panen. Akhirnya para petani harus merelakan impiannya menelan kekecewaan. Padahal modal yang telah dikeluarkan tidak sedikit.
Selain cuaca ekstrem masih ada saluran irigasi yang belum diperbaiki. Ada beberapa diantaranya sudah tertutup benteng-benteng pabrik dan perumahan.
Selama ini belum ada solusi konkret terkait sejumlah persoalan yang dihadapi petani. Bahkan permasalahan kian rumit dan menyedihkan. Bertani dengan penghasilan yang tidak menjanjikan sudah banyak ditinggalkan. Sedikit banyak pertanian butuh support negara. Jika dibiarkan tanpa solusi pasti bukan tidak mungkin ketergantungan terhadap impor beras akan semakin tinggi.
Mengapa masalah pertanian seolah buntu solusi? Jawabannya karena Indonesia menerapkan sistem kapitalisme sekular. Kapitalisme hanya menekankan kepada keuntungan minim kepengurusan. Menjadikan negara, hitung-hitungan dengan rakyat. Maka tidak akan maksimal memenuhi kepentingan rakyat termasuk petani.
Kapitalisme hanya berpihak kepada para pemilik modal. Walaupun alih fungsi lahan pertanian yang tak terkendali membahayakan bagi keberlangsungan pertanian, nyatanya pembangunan terus melaju menggerus lahan subur dan mengurangi daerah resapan air.
Tidak ada yang gratis dalam sistem kapitalis. Pupuk bersubsidi disediakan terbatas. Kadang dimanfaatkan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
Kesulitan petani tidak berhenti pada hal di atas. Setelah panen dipermainkan oleh para spekulan. Kalaupun harga beras tinggi, kesejahteraan tidak pernah berpihak kepada petani. Solusi pasti bagi sektor pertanian hanya ada di sistem Islam.
Dalam sistem Islam, sektor pertanian mendapat perhatian khusus dari negara. Sejarah telah mencatat bagaimana kemampuan sistem Islam merealisasikan swasembada pangan dengan sangat baik.
Diantara kebijakan negara guna meningkatkan produksi pertanian adalah melalui intensifikasi dan ekstensifikasi. Intensifikasi dilakukan dengan cara menggunakan sarana produksi pertanian yang lebih baik. Diwan a'tha (biro subsidi) yang ada di baitul mal akan menjamin semua kebutuhan para petani, baik modal, peralatan, benih, teknologi, teknik budidaya, obat-obatan research, pemasaran, informasi, dan yang lainnya, baik secara langsung atau semacam subsidi.
Seluruh lahan pertanian dibuat produktif. Berbagai kesulitan petani diatasi tanpa membebani. Bagi yang mampu dipinjamin tanpa riba. Bagi yang sama sekali tidak mampu maka akan diberikan secara cuma-cuma. Disamping itu infrastruktur pertanian akan dibangun agar arus distribusi menjadi lancar tanpa hambatan.
Jika lahan pertanian terbatas, negara bisa mengusahakan ekstensifikasi yaitu menambah lahan yang sudah ada. Caranya bisa dengan jalan mengeringkan rawa dan merekayasanya menjadi lahan pertanian. Kemudian dibagikan kepada rakyat yang mampu mengolahnya seperti yang pernah dilakukan di masa kepemimpinan Umar bin Khatab yaitu di Irak.
Untuk mengantisipasi menyusutnya lahan pertanian, negara tidak akan membiarkan alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non-pertanian. Untuk membangun pabrik ataupun perumahan hanya diizinkan menggunakan lahan yang kurang subur.
Jika ada lahan pertanian yang dibiarkan pemiliknya selama tiga tahun maka negara akan mengambil alih dan disalurkan kepada orang lain yang mampu menggarapnya. Rasulullah SAW. bersabda: "Siapa saja yang mempunyai sebidang tanah hendaknya dia menanaminya atau diberikan kepada saudaranya. Jika dia menelantarkannya maka tanahnya harus diambil". (HR Bukhari)
Negara dengan izin Allah SWT. diberikan wewenang untuk mengambil lahan pertanian yang dibiarkan pemiliknya kemudian diberikan kepada yang layak menerima. Melalui kebijakan yang menyeluruh akan banyak masyarakat yang tertarik mengolah lahan pertanian.
Tidak akan terjadi pengelolaan lahan pertanian seperti dalam pengelolaan kapitalisme; lahan menyempit, di sisi lain lahan yang sudah ada pemiliknya dibiarkan bertahun-tahun tidak produktif. Ditambah ongkos produksi tinggi tidak sebanding dengan yang didapatkan.
Untuk pemasaran hasil pertanian negara berfungsi menjaga kestabilan harga dengan cara mencegah terjadinya penimbunan ataupun intervensi harga. Jika terjadi penyimpangan maka negara akan memberlakukan sanksi yang tegas sesuai syariat.
Maka hanya dengan kembali kepada pengaturan sistem Islam, keluh kesah petani dapat diatasi. Negara tidak tergantung impor, bisa mewujudkan ketahanan pangan, dan yang terpenting erada dalam ridha Allah SWT. karena mengelola tanah sesuai kehendakNya. Sebagai bentuk syukur atas rahmatNya.
Wallahu a'lam bi ash shawwab
Oleh: Engkau Sonariah
Pegiat Dakwah
0 Komentar