Topswara.com -- Hari demi hari kasus kekerasan yang dialami masyarakat selalu mengalami peningkatan. Kasusnya pun beragam, berulang, dan semakin tragis. Tak hanya menimpa orang dewasa atau seseorang tak saling kenal, tetapi merambah dari usia balita dan seseorang yang saling kenal dekat. Miris sekali, keamanan di negeri ini seolah menjadi salah satu barang yang maha yang sulit didapatkan.
Dikutip dari tribunnews.com (23/10/2022) pada tanggal 22 Oktober 2022 di Sulawesi Selatan seorang balita berusia empat bulan dibanting oleh pamannya sendiri dan berakhir meninggal dunia. Selain itu, masih dihari yang sama di Medan, Sumatera Utara, seorang suami membacok istrinya dipinggir jalan hingga tewas, lalu suaminya diamuk massa yang melihatnya. Orang terdekat, bahkan keluarga yang harusnya saling menjaga tetapi berkebalikan.
Selain itu, sekelompok remaja di Jakarta Selatan tertangkap saat melakukan tawuran dan terbukti membawa senjata tajam. (viva.co.id, 23/10/2022)
Pemuda merupakan generasi masa depan yang menjadi salah satu aset terpenting bagi keberlangsungan sebuah negara. Sudah seharusnya hal ini menjadi perhatian penting bagi negara. Namun, kasus tawuran pun berulang bahkan bisa memakan korban jiwa. Dan masih banyak lagi kasus kekerasan yang terjadi di negeri ini.
Semakin kesini kondisi sosial semakin terlihat rawan akan kriminalitas. Masyarakat mudah tersulut emosi dan kekerasan dijadikan solusi untuk penyelesaiannya. Mengapa hal ini bisa terjadi dan bagaimana solusi yang harus diambil?
Kriminalitas/kekerasan terjadi diakibatkan sistem untuk mengatur tatanan sosial kehidupan masyarakat kufur. Sistem sekuler kapitalistik yang saat ini diterapkan menjamin adanya kebebasan. Maksudnya, negara membebaskan mengekpresikan apapun bagi rakyatnya.
Selain itu, pemisahan agama dari kehidupan juga mempengaruhi. Agama hanya digunakan ditempat ibadah, diluar itu masyarakat bebas. Kalau ada seseorang yang menggunakan agama dalam segala aspek kehidupan, itupun bisa dihitung. Sehingga suasana keimanan dalam kehidupan sosial sangat kurang dan rawan terjadi gesekan.
Masyarakat dalam sistem kapitalisme sekuler saat ini dibangun sebagai individu yang acuh dan individualis. Sehingga masyarakat hanya sekelompok individu yang berada disuatu tempat tanpa tujuan dan perasaan yang sama. Hukum rimba pun berlaku dalam kehidupan masyarakat.
Selain itu, negara juga tidak memberikan sikap tegas dan hukuman yang sesuai bagi pelaku, sehingga kejadian terus berulang. Bahkan kini masyarakat hampir tidak percaya lagi akan andil aparatur negara yang bertugas untuk menjaga keamanan rakyat. Apalagi hukum di negeri ini bisa dibeli, jika uang sudah bermain maka semua permasalahan beres. Seakan hukum tajam kebawah dan tumpul keatas.
Berbeda dengan sistem Islam, masyarakat merupakan sekelompok individu yang memiliki aturan, pemikiran serta perasaan yang sama. Sehingga masyarakat yang saling menjaga, memiliki simpati tinggi dan bertanggung jawab bisa terwujud.
Selain itu keimanan menjadi dasar yang sangat penting yang ditanamkan sejak kecil bagi seluruh masyarakat, sehingga bisa terwujud pribadi yang baik, beriman dan bertakwa. Standard yang digunakan dalam kehidupan sosial adalah syariat Islam. Apabila ada tindakan yang menyeleweng dari aturan syariat maka individu lainnya akan mengingatkan.
Selain itu, dalam Islam negara juga turut andil dalam mewujudkan keamanan. Karena negara merupakan pengurus dan pelayan bagi rakyatnya. Terciptanya rasa aman dan tentram bagi seluruh rakyatnya menjadi suatu keharusan. Hukum yang diterapkanpun berdasarkan syariat Allah yaitu al- Qur’an, As Sunnah, Ijma dan kias. Apabila terjadi tindak kriminal, negara akan menindak tegas sehingga akan menimbulkan efek jera bagi masyarakat.
Seperti contoh pada kasus pembunuhan secara disengaja. Sanksi pidana yang ditetapkan diantara 3 jenis sanksi pidana syariah yang dipilih oleh wali korban (walliyul maqtul) yaitu
Pertama, hukuman qisas (hukuman mati). Apabila wali korban menghendaki menjatuhkan hukuman qisas maka pelaku akan dijatuhi hukuman mati oleh hakim syariah (atau yang biasa disebut qadhi). Hal ini didasari oleh firman Allah SWT :“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu untuk melaksanakan qisas berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh….” (Qs. al-Baqarah: 178)
Kedua, pembayaran diyat (uang tebusan). Hal ini bisa menjadi pilihan apabila ada salah satu wali korban yang memaafkan tersangka. Diyat pada kasus pembunuhan disengaja masuk kepada kategori diyat berat (diyat mughallazah) maka tebusan yang harus diberikan yaitu 100 ekor unta, 40 ekor diantaranya dalam keadaan hamil. Hal ini didasari hadist Nabi SAW :
Dari Abdullah bin ‘Amr bahwa Rasulullah saw. berkhotbah pada saat Fathu Makkah, beliau bersabda, “Perhatikanlah! Diat untuk pembunuhan tidak disengaja yang tampak disengaja, seperti dilakukan dengan cambuk dan tongkat adalah 100 unta, 40 ekor di antaranya sedang hamil.” (HR Abu Dawud, no. 1662)
Ketiga, memberikan ampunan tanpa bayaran. Maksudnya, wali korban juga boleh tidak menuntut qisas dan diyat kepada pelaku pembunuhan.
Begitulah syariat islam, merupakan aturan terbaik yang diturunkan oleh Allah SWT, karena Dia yang menciptakan maka Dia pula tau mana yang terbaik untuk hambaNya. Maka sudah sepatutnya, sistem Islam harus diterapkan.
Wallahu a’lam bi shawab.
Oleh: Unix Yulia
Komunitas Menulis Setajam Pena
0 Komentar