Topswara.com -- Lagi terjadi aksi tangkap meski statusnya masih terduga “terorisme”, seorang oknum guru Sekolah Dasar Negeri (SDN) di Kecamatan Kota Sampang, Kabupaten Sampang, Jawa Timur ditangkap oleh Densus 88 Antiteror Mabes Polri. Guru tersebut adalah S (47) yang bertugas sebagai wali kelas.
Hal yang serupa juga terjadi daerah Kabupaten Sumenep, Jawa Timur. Tim Detasemen khusus (Densus) 88 Antiteror Polri menangkap tiga (3) orang terduga teroris di kabupaten tersebut. Hal ini dibenarkan oleh Kapolres Sumenep AKBP Eko Edo Satya. Dengan penangkapan tersebut, pihaknya berharap tak ada lagi pihak-pihak di Kabupaten Sumenep yang mengarah pada radikalisme (Kompas.com, 28/10/2022).
Belum lama ini, kita juga dikabarkan bahwa ada seorang wanita yang mencoba menerobos Istana Negara. Peristiwa tersebut bermula, saat Polisi melakukan tugas rutin pelayanan masyarakat penjagaan dan pengaturan di sekitar Istana Presiden. Wanita itu lantas menodong senjata api jenis FN ke Paspampres yang menghampirinya.
Melihat kondisi itu, anggota Pampampres langsung mengambil senjata api yang ditodongkan dan menyerahkan wanita tersebut kepada anggota Polisi lalu lintas yang sedang bertugas di depan Istana (news.detik.com, 25/10/2022).
Kepala bagian bantuan Operasi (Kabag Banops) Densus 88 Kombes Aswin siregar sebelumnya menyampaikan bahwa Siti Erlina (SE) sudah sempat membuat pengakuan. Wanita itu mengaku siap berperang dengan siapapun yang mencoba menghalanginya masuk Istana.
Aswin menjelaskan, kedok SE untuk bertemu Presiden Joko Widodo (Jokowi) bermula saat dirinya bermimpi masuk dan neraka. SE merasa harus menyampaikan ajaran yang menurutnya benar kepada Presiden Jokowi. Selain SE, Polisi telah menetapkan suami SE, inisial BU sebagai tersangka. BU sudah berbaiat kepada kelompok Negara Islam Indonesia (NII) (Kompas.com, 28/10/2022).
Stigmatisasi Terhadap Islam Masih Terus Terjadi
Pemerintah nampaknya tidak pernah bosan memberikan stigmatisasi (labelling) ajaran Islam dan khilafah sebagai ajaran radikal dan penyebab terorisme. Dari berbagai kasus yang sering terjadi, kostum pelaku selalu bercirikan pakaian syar’i dengan menggunakan cadar. Bahkan saat beraksi, para pelaku tidak membawa identitas diri. Tas yang dibawa selalu berisikan kitab suci, ponsel dan yang lainnya. Hal ini terus terulang.
Kejadian ini, pemerintah begitu mudahnya mengidentifikasi para pelaku terjaring jaringan teroris. Pemerintah dengan sangat nyata menjadikan islam sebagai stigma negatif terhadap masyarakat, sehingga masyarakat fobia terhadap ajaran Islam itu sendiri.
Sedangkan kekerasan yang dilakukan oleh pihak lain, seperti pendeta, bahkan KKB yang mengakibatkan banyak korban yang tewas, tetapi tidak pernah disebut sebagai terorisme. Terorisme ini hanya mengarah kepada ummat islam yang sedang memperjuangkan Misi untuk menerapkan syariah Allah secara kaffah.
Dalam ajaran Islam, baik itu untuk kepentingan agama Allah, maka cara-cara kekerasan harus tetap dihindari, sebagaimana ditegaskan di dalam TQS. Al-Baqarah ayat 256 “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barang siapa yang ingkar kepada Taghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui”.
Berdasarkan ayat diatas, kita dapat memahami bahwa Islam sangat melarang pemeluknya melakukan tindak kekerasan terhadap siapapun. Selain itu, Islam juga tidak menganjurkan pemeluknya untuk memaksakan apa yang telah dipelajari kepada siapapun, termasuk kepada Kepala Negara sekalipun.
Maka hanya dengan penerapan Islam Kaffah dalam naungan Khilafah Islamiyah, ummat islam dapat hidup dengan aman dan nyaman sehingga mampu menutup pintu stigmatisasi terhadap ajaran Islam dan khilafah. Wallahu’alam bishawab[].
Oleh: Marlina, S.Farm.
Sahabat Topswara
0 Komentar