Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Ilusi Kesetaraan Gender Menyelesaikan Kekerasan Ibu dan Anak


Topswara.com -- Saat ini kekerasan terhadap anak dan perempuan seperti berkembangnya cendawan dimusim hujan, sangat subur sekali. Hampir setiap hari kita disuguhkan dengan pemberitaan mengenai kekerasan menimpa anak dan istri. 

Seperti yang baru-baru ini terjadi kasus penganiayaan terhadap istri dan anak di Depok, Jawa Barat, yang berujung pada kematian si anak. Hanya saja apa yang menjadi penyebab kasus penganiayaan itu diungkapkan Anggota Komnas Perempuan Rainy Hutabarat merupakan bentuk kekerasan berbasis gender yang bahkan ekstrem. 

Dikutip dari republika.co.id Dia menyatakan: "Komnas Perempuan memandang pembunuhan terhadap anak perempuan merupakan kekerasan berbasis gender yang ekstrem sebagai puncak dari kekerasan dalam rumah tangga," (5/11/2022).

Jika dilihat faktanya adalah salah arah menuding kekerasan terhadap istri dan anak sebagai kekerasan gender esktrem. Apalagi ada juga opini yang dikembangkan yang menuduh bahwa kaum perempuan selalu menjadi korban ketidakadilan gender. Faktanya banyak juga terjadi kekerasan dengan korban yang sama gendernya, dan bahkan mengalami nasib yang lebih mengenaskan. 

Maka tuduhan ini telah mengaburkan penyebab kekerasan sebenarnya, termasuk penyebab secara sistemis.  Karena sesungguhnya ada banyak faktor yang menjadi penyebab kekerasan dalam rumah tangga. Baik kekerasan fisik, kekerasan seksual, kekerasan verbal dan sebagainya. Maka harus ditelusuri secara sempurna apa sebenarnya yang menjadi penyebab meningkatnya kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Jika ditelusuri, sesungguhnya kapitalisme demokrasi lah yang menyebabkan kekerasan terhadap perempuan dan anak terus meningkat. Kapitalismelah yang menciptakan diskrimasi dan ketidakadilan bagi perempuan. Termasuk ide kesetaraan gender yang merusak keluarga karena menciptakan disfungsi peran istri dan suami dalam keluarga. Sistem sekuler yang mengungkung masyarakat hari ini membuat kehidupan serba sempit. 

Berbagai krisis terus mewarnai kehidupan masyarakat, mulai dari krisis politik yang berujung konflik, krisis ekonomi, krisis moral dan budaya, krisis sosial, dan sebagainya. Kenyataan ini berdampak pada kehidupan keluarga Muslim. Sehingga Jarang ditemui keluarga Muslim yang benar-benar bisa menegakkan nilai-nilai Islam. Keluarga Muslim bahkan ikut terjebak pada kehidupan yang materialistik dan individualistik.

Maka tak sedikit keluarga Muslim yang turut goyah bahkan terguncang, bahkan pasca pandemi beberapa waktu lalu  beban ekonomi yang menimpa umat semakin menjadi, karena krisis ekonomi yang terjadi sudah sampai resesi sehingga para suami yang kena PHK tak lagi bisa bekerja menyebabkan masalah baru di rumah tangga, hingga KDRT tak bisa dihindari karena salah satu penyebabnya masalah ekonomi. Hasilnya angka perceraian terus meningkat. 

Maka dampaknya bisa ditebak, masa depan bangsa khususnya anak yang menjadi korban utama seperti pola asuh dan proses pendidikan akan terhambat. Kenakalan anak dan remaja, narkoba, pergaulan bebas, dan penyalahgunaan media sosial menjadi tambahan potret buram umat Islam dan generasi saat ini yang tentu saja akan menjadi ancaman serius bagi nasib umat Islam di masa depan. 

Keluarga seperti inilah yang dihasilkan oleh demokrasi .Padahal Islam telah datang dengan aturan yang jelas dan sempurna yang mengatur segala hal. 

Dalam pengaturan rumah tangga, syariah mengharuskan suami istri bekerjasama dalam urusan keluarga. Suami menyediakan seluruh kebutuhan rumah tangga. Istri mengatur seluruh tata laksana rumah tangga. Keduanya harus melakukan kewajiban dalam rangka memenuhi hak masing-masing karena Allah. 

Tidak boleh ada satu pihak yang merasa lebih penting, namun harus saling mengisi sesuai porsinya. Peran negara juga sangat diperlukan untuk menyediakan lapangan pekerjaan dan mensuplai semua kebutuhan rakyatnya, Sehingga terwujudlah keluarga sakinah mawaddah warahmah. Ibu bisa menjalankan perannya secara sempurna sebagai seorang istri dan ibu bagi anak-anaknya.

Pegiat gender selalu mengarahkan penyebab pada ketidak setaraan gender, sebagai bagian upaya untuk menipu umat agar mendukung kesetaraan gender sebagai solusi atas persoalan perempuan dan anak.  Padahal senyatanya kesetaraan gender hanyalah ilusi belaka.

Maka hanya Islam yang layak menjadi pondasi keluarga dan sistem khilafah yang mampu menjadikan keluarga sebagai benteng ketahanan negara sehingga keekrasan terhadap ibu dan anak bisa diakhiri. Karena khilafah tidak hanya mewujudkan kesejahteraan rakyat, namun juga ketenteraman hidup setiap warganya. 

Betapa Islam dengan hukum-hukum syariat yang diterapkan, akan mampu menjaga rakyatnya dalam keimanan dan ketakwaan yang kukuh. Sehingga tidak akan mudah tergoyahkan oleh derasnya permasalahan yang menghantam. 

Setiap pasangan suami istri dan anggota keluarganya akan selalu saling menguatkan dan akan berusaha berkomitmen melaksanakan kewajiban yang ditetapkan Islam untuknya.

Tidak akan muncul anak-anak yang ditelantarkan, kaum perempuan yang dipaksa atau terpaksa bekerja, maupun para bapak yang menganggur. Tidak akan muncul kerusakan akhlak generasi karena para bapak dan ibunya meninggalkan kewajiban dan tugas-tugasnya. 

Maka sistem Islam inilah yang harusnya kita perjuangkan bukan ide-ide gender. Maka saatnya bagi kita umat Islam untuk terus berjuang bersama, bergandengan tangan mengupayakan tegaknya kembali khilafah islamiah di muka bumi ini. Karena hanya dengan khilafah kekerasan terhadap perempuan dan anak terselesaikan dengan sempurna. Wallahu`alam bisshawab



Oleh: Fitriani, S.Hi
Guru dan Aktivis Dakwah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar