Topswara.com -- Sungguh ironis, pemerintah kerap mengklaim APBN defisit karena membengkaknya anggaran belanja, hingga mengurangi berbagai subsidi seperti BBM, riset, Hankam, dan lain-lain. Namun faktanya, masih banyak sisa anggaran negara yang belum diserap (dibelanjakan) sesuai kebutuhan. Bahkan jumlahnya sangat fantastis nyaris mencapai Rp1.200 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa pada akhir September 2022 tercatat belanja negara yang sudah terealisasi Rp1.913,9 triliun atau baru terserap 61.6 persen dari target Rp 3.106,4 triliun. Ini berarti, masih tersisa anggaran Rp1.192,5 triliun. Menkeu pun meminta kementerian dan lembaga pemerintahan untuk menghabiskan sisa anggaran belanja APBN tersebut selama dua bulan sampai akhir tahun 2022.
Terkait hal tersebut, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad mengatakan kinerja pemerintah belum optimal. Dengan sisa anggaran yang cukup besar tersebut, ia menilai pemerintah telah menyia-nyiakan potensi realisasi belanja. Menurutnya, jika alokasi anggaran dipaksa harus dihabiskan, maka khawatir akan memengaruhi kualitas hasil belanja negara. (detik.com, 31/10/2022)
Sementara itu, menurut Ekonom Centre of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet, sisa anggaran masih mungkin dihabiskan jika anggaran belanja tersebut bersifat administratif. Sehingga aplikasinya bisa diarahkan untuk program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang dinilai belum optimal.
Arah Pembangunan Negara Tidak Jelas
Dengan sisa anggaran yang begitu besar, sesungguhnya menggambarkan ketidakjelasan arah pembangunan. Padahal APBN dicanangkan demi pembangunan dan pemerataan ekonomi. Namun kenyataannya tidak ada political will dari pemerintah untuk menggunakan APBN sesuai kebutuhan masyarakat.
Anggaran negara semestinya dialokasikan untuk kemaslahatan rakyat. Namun yang terjadi saat ini, pembangunan infrastruktur yang menyedot anggaran negara hanya mempermudah akses bagi para kapitalis dalam mengembangkan usahanya di negeri ini. Seperti pembangunan jalan tol, bandara, kereta cepat, pembangunan IKN, dan lain-lain. Akibatnya, pembangunan sarana yang dialokasikan dari APBN tersebut tidak dapat dinikmati masyarakat kebanyakan terutama rakyat kecil karena memang tidak terjangkau.
Berbanding terbalik dengan kondisi sarana-sarana publik yang sesungguhnya dibutuhkan masyarakat seperti gedung-gedung sekolah yang memadai, jalan dan jembatan yang merupakan akses masyarakat yang dibutuhkan, sarana kesehatan, dan yang lainnya luput dari anggaran negara. Tidak sedikit gedung sekolah yang ambruk, jembatan rusak, namun pemerintah kurang tanggap terhadap kebutuhan rakyat.
Selain itu APBN juga seharusnya dicanangkan untuk membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya. Namun kenyataannya berbagai subsidi untuk masyarakat sedikit demi sedikit dipangkas dengan alasan membebani negara. Di sisi lain masyarakat terus dibebani pajak untuk menambah anggaran pendapatan negara. Sungguh sangat ironis.
Kapitalisme Jadikan APBN Menguntungkan Pengusaha
Ketidakjelasan arah pembangunan dan tidak optimalnya pelayanan pemerintah terhadap kebutuhan rakyat, merupakan akibat dari penerapan sistem Kapitalisme sekuler. Sistem ini telah membuat negara demikian nyata hanya berpihak pada para pemilik modal. Dalam aturan ini negara berperan seperti halnya sebuah regulator (pengatur) yang mengeluarkan berbagai kebijakan yang hanya menguntungkan segelintir orang (kapitalis). Sebaliknya menjadikan rakyat kecil semakin terhimpit.
Terkait anggaran, sistem kapitalisme sekuler menjadikan sumber pendapatan utama kas negara adalah pajak. Semua rakyat diwajibkan untuk membayar berbagai tagihan pajak mulai dari listrik, air, kendaraan, penghasilan, pajak bumi dan bangunan (PBB), pajak pertambahan nilai (PPN), dan lain-lain.
Namun ironisnya justru negara memberi berbagai keringanan terhadap pengusaha dan pemilik modal. Terbukti dari adanya kebijakan tax amnesty (penghapusan pajak), diskon pajak besar-besaran yang ditawarkan penguasa terhadap para investor agar mau berinvestasi di IKN, serta tawaran insentif lainnya yang memuluskan langkah para pemilik modal.
Begitu pula dalam hal anggaran belanja. Dalam sistem kapitalisme, anggaran belanja dicanangkan untuk berbagai pembangunan yang hanya memfasilitasi para pengusaha, minim dalam memenuhi kebutuhan rakyat.
Demikian nyata kerusakan dari diterapkannya sistem kapitalisme sekuler yang sangat merugikan rakyat. Oleh sebab itu dibutuhkan perubahan sistem agar kemaslahatan rakyat menjadi dasar dalam menentukan arah pembangunan. Sehingga pemanfaatan anggaran dapat diserap sesuai kebutuhan masyarakat.
Konsep Anggaran dalam Sistem Islam
Islam memiliki konsep penyusunan APBN yang berbeda dengan sistem kapitalisme sekuler. perbedaan yang mendasar adalah terkait sumber-sumber utama pendapatan maupun alokasi pembelanjaannya.
Dalam Islam, lembaga yang mengelola anggaran negara dikenal dengan istilah Baitulmal. Sumber pendapatannya tidak mengandalkan dari pajak. Bahkan negara berupaya untuk tidak memungut pajak dari rakyatnya. Adapun sumber-sumber utama penerimaan negara semuanya dilandaskan pada ketentuan syariat Islam.
Ada tiga sumber utama sebagai pendapatan: pertama sektor kepemilikan individu seperti sedekah, hibah, zakat, dan sebagainya. Khusus untuk zakat tidak boleh bercampur dengan harta lainnya. Kedua sektor kepemilikan umum seperti pertambangan, minyak bumi, gas, batubara, kehutanan, dan sebagainya. Ketiga sektor kepemilikan negara seperti jizyah, kharaj, ghanimah, fa’i, usyur, dan sebagainya.
Sementara untuk ketentuan alokasi pembelanjaan maka pemimpin negara (khalifah) memiliki kewenangan penuh untuk menetapkan pos-pos anggaran tersebut. Penetapan anggaran belanja ini harus sesuai dengan kaidah-kaidah yang telah ditetapkan oleh syariat Islam. Sebagaimana firman Allah SWT.:
“Harta rampasan fa’i yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (yang berasal) dari penduduk beberapa negeri, adalah untuk Allah, Rasul, kerabat (Rasul), anak-anak yatim,dan untuk orang-orang yang dalam perjalanan, agar harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarang bagimu maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah sungguh Allah sangat keras hukumannya”. (Q.S. Al-Hasyr:7)
Dari ayat tersebut ada ketentuan bahwa harta tidak boleh beredar di antara orang-orang kaya saja. Artinya anggaran negara harus dialokasikan berdasarkan pada prinsip kemaslahatan dan keadilan bagi seluruh rakyatnya.
Negara dalam aturan Islam akan menetapkan pos pembelanjaannya mengikuti berbagai ketentuan syariat Islam. Di antaranya dari pos penerimaan zakat, maka pembelanjaannya khusus untuk delapan golongan yang telah ditentukan sebagai orang yang berhak menerima zakat.
Sementara dari penerimaan sektor kepemilikan umum akan dialokasikan untuk pembangunan sarana kemaslahatan rakyat yang bersifat wajib, dan dalam arti jika sarana tersebut tidak ada maka akan menimbulkan kemadaratan bagi rakyat. Contohnya pembangunan jalan, jembatan, sekolah, rumah sakit, masjid, air bersih, dan lain-lain.
Masih ada pos pos belanja lainnya yang akan dialokasikan dari kas Baitulmal. Pada prinsipnya semua pembelanjaan diprioritaskan untuk kemaslahatan umat sesuai kebutuhan. Sebab negara dalam Islam berperan sebagai pelayan dan penjamin kebutuhan rakyatnya. Semua hal tersebut hanya dapat diwujudkan manakala diterapkan aturan Islam secara sempurna dalam seluruh aspek kehidupan. Dengan pengaturan Islam maka anggaran negara dapat dimanfaatkan secara optimal.
Wallahu alam bish shawab.
Oleh: Siti Aisyah
Komunitas Muslimah Rindu Surga
0 Komentar