Topswara.com -- Pertandingan sepakbola antara Arema FC melawan Persebaya Surabaya pada 1 Oktober 2022 di Stadion Kanjuruhan Malang, terjadi tragedi yang menorehkan luka mendalam bagi dunia persepakbolaan Indonesia. Akibat kejadian ini ratusan Aremania meninggal dunia dan mengalami luka-luka.
Muhammad Riandi Cahyono, yang merupakan salah satu Aremania yang turut menjadi korban dalam tragedi tersebut. Aremania asal Blitar ini ikut turun ke lapangan bersama para Aremania yang lainnya. Semata-mata ia lakukan untuk menyampaikan protesnya karena kekalahan Arema FC dalam pertandingan melawan Persebaya Surabaya di stadion Kanjuruhan.
Bukan respon positif yang dapatkan, tetapi perlakuan yang tidak manusiawi. Banyak Aremania yang dipukul oleh petugas. Ditambah lagi petugas melakukan penembakan gas air mata ke suporter. Hingga menyebabkan suporter mengalami sesak nafas hingga jatuh kesakitan (Republika.co.id, 2/10/2022).
Komnas HAM mengungkap hasil penelusuran insiden Kanjuruhan bukan disebabkan oleh suporter yang masuk ke lapangan. Komnas HAM Bidang Pemantauan dan Penyelidikan, Choirul Anam mengatakan bahwa saat suporter masuk ke lapangan kondisi tidak langsung rusuh atau mereka membuat kerusuhan.
Mereka turun ke lapangan ingin memberikan semangat kepada pemain Arema FC yang mengalami kekalahan. Terbukti tak ada sedikitpun para pemain Arema yang terluka atau perlakuan yang kurang mengenakkan dari suporter. Namun polisi malah menembakkan gas air mata ke tribun. Sontak penonton menjadi panik dan berdesakan meninggalkan arena (kompas.TV, 6/10/2022).
Sementara itu menurut catatan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, data korban tragedi Kanjuruhan per 6 Oktober 2022 pukul 06.00 WIB menyebutkan ada 574 korban. Sebanyak 420 orang mengalami luka ringan atau sedang, 23 orang luka berat dan 131 meninggal dunia. Sementara masih ada 66 korban menjalani perawatan di rumah sakit (detik jatim.com,6/10/2022).
Usai terjadi tragedi Kanjuruhan, Presiden Joko Widodo melakukan kunjungan kerja ke Malang. Kunjungan pertama di RSUD dr Syaiful Anwar, memberikan semangat kepada para korban. Presiden memastikan bahwa seluruh biaya perawatan di RS akan di tanggung oleh pemerintah.
Menko Polhukam Mahfud MD menjelaskan bahwa presiden akan memberikan santunan Rp 50 juta kepada keluarga korban yang meninggal dunia dalam tragedi ini. Santunan ini akan diserahkan presiden sendiri dan sedang di siapkan teknisnya (detik jatim.com, 6/10/2022).
Tragedi ini menyisakan luka yang mendalam bagi keluarga korban juga seluruh masyarakat Indonesia. Bukan menjadi rahasia jika pertandingan sepak bola malahirkan fanatisme suporternya.
Keributan antar suporter sering terjadi disebabkan tim yang di usung mengalami kekalahan dalam pertandingan. Hal ini sudah menjadi hal yang biasa terjadi. Namun berbeda halnya yang terjadi di Kanjuruhan. Keributan yang memakan banyak korban jiwa dan kondisinya sangat mengenaskan.
Pemandangan yang mengerikan, para suporter berjuang agar mampu keluar dari kepungan gas air mata yang sengaja ditembakan oleh para petugas. Kepanikan yang mendera, nafas yang sesak dan terinjak-injak demi mencari pintu keluar. Banyak dari mereka luka-luka bahkan banyak pula yang meninggal dunia.
Faktanya stadion Kanjuruhan dengan kapasitas 42 ribu penonton dengan 14 pintu. Mengapa hanya 2 pintu saja yang terbuka sementara 12 yang lain terkunci. Jika tata kelola keamanan baik, seharusnya peristiwa tragis ini tidak akan terjadi.
Petugas keamanan yang seharusnya menjaga agar suasana kondusif baik bagi pemain ataupun suporter, bak monster yang siap menghabisi. Hal ini menambah deretan panjang catatan merah kepolisian. Melayani dan mengayomi masyarakat hanya slogan, faktanya penegak peraturan mereka sendirilah yang melanggar.
Tragedi Kanjuruhan cukup menjadi bahan instrospeksi diri bagi seluruh masyarakat Indonesia. Bagaimana tidak, sepakbola banyak digandrungi oleh kaum muda. Mereka juga terobsesi dengan permainan ini. Begitu juga dengan orang-orang yang punya andil dan terlibat di dalamnya. Tidak hanya keuntungan yang menjadi tujuan dari setiap pertandingan yang digelar. Namun juga keselamatan semua orang yang ada di dalamnya.
Menurut Organisasi Nirlaba perlindungan HAM Physicians of Human Right, dalam penggunaan gas air mata harus terukur. Sebab gejala fisik dari penggunaannya adalah iritasi kimia yang memicu keadaan takut, cemas dan panik. Apalagi jika terjadi di malam hari di ruangan yang terbatas seperti stadion sepakbola.
Kondisinya akan berbeda dengan demontrasi di jalanan. Orang dengan mudah akan mencari tempat yang lapang yang tidak terpapar gas air mata. Sejumlah pakar juga menilai hampir tidak ada situasi yang membenarkan penggunaan gas air mata dalam pengendalian masa. Seringnya timbul banyak korban karena gas air mata, maka FIFA, sebagai badan pengelola sepakbola dunia melarang gas air mata di stadion.
Kondisi inipun perlu peran negara sebagai penanggung jawab rakyat. Tidak cukup hanya dengan meminta maaf ataupun memberikan santunan kepada keluarga korban. Tetapi lebih kepada bagaimana memberikan kenyamanan, keamanan bagi rakyatnya.
Dalam hal ini Islam memandang bahwa negara bertanggung jawab atas kebutuhan dan juga jaminan kepada rakyat. Penguasa di dalam Islam adalah penguasa yang taat kepada Allah SWT dengan menjalankan syariat Nya. Sehingga mereka senantiasa berhati-hati dalam melaksanakan amanah yang dibebankan di pundaknya. Sebab kepemimpinannya tidak hanya dipertanggungjawabkan kepada rakyat tetapi juga kepada Allah SWT.
Sebagaimana sabda Rasulullah Saw," Setiap kalian adalah pemimpin (ra'in). Dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya" (H.R Muslim).
Penguasa dalam Islam merupakan pelayan umat. Bukan hanya bagi seorang muslim saja tapi seluruh warga yang menjadi warganegara dalam Islam, tidak akan dibiarkan jiwanya terbunuh dengan sia-sia.
Tragedi Kanjuruhan yang memakan banyak korban seharusnya menjadi pelajaran penting bagi rakyat juga penguasa negeri ini. Terutama bagi pihak keamanan untuk tidak terlalu represif dalam bertindak. Para suporter, siapapun mereka, andai mereka anarkis sekalipun, mereka adalah warga negara yang punya hak untuk dilindungi. Tidak pantas mereka diperlakukan tidak manusiawi.
Untuk itu dengan kembali kepada sistem Islam, niscaya keamanan rakyat akan terjaga. Umat aksn merasa aman disetiap suasana. Sebab Islam dengan sistemnya lahir untuk mengatur tata kehidupan manusia sesuai syar'iat. Waallahua'lam bishawab.
Oleh: Endang Seruni
Muslimah Peduli Generasi
0 Komentar