Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Tindakan Represif yang Memakan Korban Para Pemuda


Topswara.com -- Beberapa waktu lalu telah terjadi kerusuhan di Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur. Peristiwa ini cukup memberikan salah satu contoh potret buruk golongan yang sudah berulang kali terjadi dan kali ini adalah yang paling parah, akibatnya.

Berulangnya kerusuhan dalam pertandingan sepak bola seolah  menunjukkan pembiaran negara atas hal ini. Di sisi lain, nampaknya tragedi ini menunjukkan tindakan represif aparat dalam menangani kerusuhan yang terjadi.  Hal ini nampak pada penggunaan gas air mata, yang sejatinya dilarang penggunaannya dalam pertandingan sepak bola. Tragedi ini tak akan terjadi ketika aparat tidak bertindak tepat dalam mengatasi persoalan masyarakat.

Kemudian berdasarkan berita dari 
cnnindonesia.com bahwa 
Mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel, Surabaya telah menggelar aksi solidaritas untuk korban Tragedi Kanjuruhan, Malang, di Markas Polda Jawa Timur, Surabaya pada hari Rabu (5/10) lalu. Koordinator massa aksi unjuk rasa tersebut dilakukan untuk pihak kepolisian mengusut tuntas tragedi yang setidaknya merenggut nyawa 131 orang tersebut.

Tak hanya itu, massa juga meminta agar Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mencopot Kapolda Jatim, Irjen Pol Nico Afinta. "Kapolda Jatim tidak bertanggung jawab, hanya minta maaf saja tidak cukup untuk membenarkan tindakan Kapolda Jatim," ujarnya. 

Koordinator keluarga besar mahasiswa FEBI UIN Sunan Ampel Surabaya, Moh Khoirul Anam pun kecewa dengan tindakan aparat kepolisian menembakkan gas air mata ke arah tribun padahal jelas sudah tidak boleh dan hal tersebut melanggar aturan FIFA.

Tindakan aparat yang cenderung represif telah memakan korban jiwa. Bagaimana tidak? Aparat yang menembakkan gas air mata secara brutal di dalam stadion Kanjuruhan diduga kuat menjadi penyebab ratusan korban berjatuhan. 

Hal itu merupakan tindakan zalim yang merugikan bahkan mengancam nyawa. Hal yang sangat menyedihkan banyak suporter yang masih muda bahkan anak-anak jadi korban dalam tragedi Kanjuruhan.

Dalam pandangan Islam nonton bola hukumnya mubah, tetapi jika mengarahkan ke tindakan haram atau membahayakan diri, seharusnya dihindari. Imam Asy-Syathibi pernah menyatakan, “Hiburan, permainan, dan bersantai adalah mubah atau boleh, asal tidak terdapat suatu hal yang terlarang.”. Kemudian beliau menambahkan, “Namun demikian, hal tersebut tercela dan tidak disukai oleh para ulama. Bahkan, mereka tidak menyukai seorang lelaki yang dipandang tidak berusaha untuk memperbaiki kehidupannya di dunia dan tempat kembalinya di akhirat kelak karena ia telah menghabiskan waktunya dengan berbagai macam kegiatan yang tidak mendatangkan suatu hasil duniawi dan ukhrawi.”

Pada umumnya para pemain dan penonton pertandingan olahraga terlebih sepakbola, mayoritas didominasi oleh kalangan pemuda yang seharusnya banyak melakukan aktivitas produktif yang memberikan manfaat di dunia dan akhirat. Diantaranya seperti menimba ilmu atau tsaqafah Islam, berdakwah bahkan berjihad di jalan Allah taala.

Islam memang membolehkan berolahraga dalam rangka menjaga kesehatan, kebugaran, dan keterampilan bagi kaum muslim, tetapi tidak dibenarkan jika sampai menimbulkan kesia-siaan. 

Terlebih dimasa sekuler dan kapitalisme saat ini dimana mayoritas pemuda pemudi mudah sekali tergoda dengan fun, food, fashion, film dan sebagainya. Parahnya pemerintah justru dinilai terus mendukung karena dapat menjadi sumber pemasukan, juga tak jarang memunculkan sikap represif atau abai dengan problematika umat.

Selain itu sepakbola sebagai sebuah industri telah digerakkan oleh tiga kekuatan besar, yaitu “Gold, Glory, and Goal”. “Gold” merepresentasikan kekuatan materi berupa keuntungan dalam industri sepakbola. “Glory” merepresentasikan 
kemuliaan atau kebanggaan terhadap klub sepak bola. “Goal” merepresentasikan kesenangan dan kegembiraan dalam diri penggemar atau suporternya. Ketiganya berkelindan menjadikan sepakbola sebagai medan bisnis.

Sebagaimana layaknya bisnis dalam kapitalisme, dalam industri sepakbola, para kapitalislah (pemilik klub) yang akan mendapatkan keuntungan, sedangkan sebagian pemain dan  penonton (fans dan suporter) menjadi pihak yang tereksploitasi. 

Dengan demikian, jelas bahwa pertandingan bermacam cabang olahraga yang ada saat ini terkategori berbahaya karena memalingkan umat Islam, khususnya para pemuda dari tujuan diciptakannya manusia yang seharusnya hanya untuk beribadah padaNya.



Oleh: Triani Agustina
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar