Topswara.com -- Kasus artis pedangdut Lesti Kejora yang baru-baru ini mencuat beritanya, telah menambah daftar panjang kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang dialami oleh perempuan di Indonesia.
Sungguh sangat mengejutkan, pasangan suami istri yang kerap tampil mesra di depan publik, kini tersiar kabar bahwa sang istri Lesti Kejora melaporkan suaminya Rizki Billar karena alasan KDRT. Diawali dengan dugaan istri tentang adanya perselingkuhan yang dilakukan oleh Billar.
Sebagai barang bukti, polisi telah mengumpulkan hasil visum pada tubuh Lesti Kejora yaitu adanya luka lebam pada beberapa bagian tubuh pedangdut tersebut, serta bergesernya tulang kerongkongan akibat dicekik berulang kali oleh pihak terlapor. Selain itu polisi juga mengorek keterangan saksi sebagai bukti tambahan.
Kasus ini adalah satu kasus KDRT yang tampak, masih banyak kasus serupa di luar sana yang belum tersentuh dan tak masuk ranah hukum.
Menanggapi kasus tersebut, Komisi Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga mengajak masyarakat untuk berani angkat bicara apabila terjadi kekerasan atau pelecehan seksual pada perempuan dan anak.
Dari pernyataan tersebut memang tak salah ketika mendukung program untuk "speak up" ketika terjadi kekerasan pada perempuan, karena memang ada upaya dari PPPA untuk melindungi sang pelapor bahkan pendampingan penuh untuk mengusut tuntas kasus yang terjadi.
Namun, program ini justru menjadi celah bagi kaum feminisme untuk tampil sebagai super hero bagi para perempuan karena memberikan perlindungan bagi perempuan yang dianggap tidak berdaya dihadapan kaum pria.
Sesungguhnya upaya ini tidaklah tepat sasaran untuk mencegah maupun menuntaskan kasus KDRT. Upaya "speak up" atau melaporkan telah terjadinya KDRT hanyalah penanggulangan setelah terjadinya KDRT bukan mencegah terjadinya KDRT.
Dalam pembahasan KDRT ini sendiri juga ditengarai oleh berbagai macam penyebab yang bisa jadi kesalahan memang ada pada sang suami namun ada kalanya disebabkan karena kesalahan istri yang telah melakukan "nusyuz" (kesalahan yang dilakukan istri).
Tidak masalah ketika memang pemicu KDRT disebabkan karena kesalahan suami, upaya speak up dan perlindungan pada perempuan dalam hal ini istri sangat patut untuk dihargai. Namun lain halnya ketika pemicu KDRT disebabkan karena kesalahan istri. Mungkin karena kurangnya menghargai suami sebagai qawwam sehingga suami kalap karena tersentuh naluri baqa'nya (naluri untuk mempertahankan diri) kemudian terjadilah KDRT. Jika kemudian istri berusaha speak up dan meminta perlindungan hukum atas kekerasan yang dialaminya,hal ini tidaklah akan menyelesaikan masalah karena akar masalah tak tuntas dibasmi.
Lain halnya ketika Islam sebagai way of life telah menetapkan aturan dalam berumah tangga, hal ini mampu mencegah terjadinya KDRT karena aturan ini datang dari Sang Pencipta kehidupan yang mengetahui kebutuhan makhluk yang diciptakanNya.
Adab Pergaulan Suami Istri
Secuil aturan yang ditetapkan oleh Allah adalah beberapa adab bergaul antara suami istri. Adab ini meliputi adab suami terhadap istri serta adab istri terhadap suami.
Allah ta'ala telah memerintahkan laki-laki dalam hal ini para suami untuk mempergauli wanita dengan baik sesuai tabiat dan fitrahnya yang kurang akal dan agama.
Apabila para suami melihat sesuatu yang tidak disenangi dari istrinya maka ada perintah untuk bersabar sebagaimana dalam Al Qur'an surat An Nisa ayat 19.
Diantara cara mempergauli yang baik bagi laki-laki terhadap istrinya adalah: pertama, hendaklah ia bersikap tahan dan lapang dada terhadap sikap istri yang menyakitkan serta berlagak tidak tahu terhadap banyak hal yang muncul spontan dari seorang istri. Semua itu karena belas kasihan pada istri. Allah Ta'ala telah memerintahkan untuk mempergauli wanita dengan baik.
Yang kedua, hendaklah laki-laki mengajak istrinya bergaul dan bercanda. Karena sesungguhnya hal ini menggembirakan hati istri, membuat nyaman dan menyenangkannya. Dan sungguh hal ini bisa membuat istri giat bekerja atas dorongan keinginan untuk menyenangkan suami dan mencintainya.
Sedangkan diantara cara istri mempergauli suami dengan baik diantaranya, pertama, istri tidak membebani suami dengan suatu hal yang suami tidak mampu, dan tidak meminta dari suami sesuatu diluar kebutuhan. Hal ini pada dasarnya berarti membantu suami dalam perekonomian.
Sesungguhnya sifat menerima itu bisa memakmurkan rumah dan membuat rukun, sedangkan sifat rakus dan tamak bisa melemahkan kasih sayang dan mendatangkan rasa benci.
Sifat wanita yang bagus adalah bersifat qana'ah (menerima), mempunyai pekerti yang luhur, pandai mengelola harta suaminya yang sedikit agar mencukupi dirinya, suami dan anak-anaknya. Serta seharusnya pula seorang istri tidak mau hasil dari kerja yang haram karena di dalamnya ada malapetaka dan kehancuran. Karena semua daging yang tumbuh dari harta haram maka api neraka lebih layak baginya.
Seorang istri juga tidak seharusnya marah karena berubahnya harta suami dari berlimpah menjadi berkurang. Kewajiban bagi istri dalam situasi itu adalah menerima dengan lapang dada akan qadha Allah. Dan hendaknya ia senantiasa bersikap positif pada suaminya.
Kedua, seharusnya ia berbakti pada suaminya yaitu dengan mendahulukan hak suaminya atas haknya sendiri dan hak kerabatnya.
Dan sebaik-baik bakti istri kepada suami adalah bertingkah laku santun pada ibu mertua, menyerahkan kepemimpinan rumah tangga padanya ketika dalam satu rumah, sebagai ungkapan terima kasih padanya.
Bila timbul perselisihan antara ibu mertua dan istri, maka pilihannya adalah ada kalanya seseorang harus bersabar. Namun perlu diingat agar para istri dan suami serta ibu mertua senantiasa bertaqwa kepada Allah, takut pada Allah. Hendaklah mereka hidup berdampingan saling cinta dan berkasih sayang.
Ketiga, tidak mengadukan suami pada orang lain atau menyebut perbuatan suami yang membuatnya sakit hati atau tidak ia sukai di dalam majelis para wanita atau publik.
Hal yang membuat terwujudnya pergaulan yang baik adalah taatnya istri terhadap semua yang diperintahkan suami selama perintah itu tidak merupakan maksiat kepada Allah Ta'ala. Dan sebagian dari taat kepada suami adalah seorang istri tidak melawan pendapat suami walaupun dia meyakini sesungguhnya kebenaran berada disisinya selama hal itu bukan sesuatu yang dilarang agama.
Menyerahkan semua pendapat kepada suami dalam urusan-urusan biasa yang tidak berdosa itu lebih utama. Banyak sekali karena dari saling berusaha memenangkan pendapatnya sendiri timbul berbagai problem, pertengkaran dan kegoncangan dalam kehidupan rumah tangga.
Sebagian ketaatan lagi adalah seorang istri tidak keluar dari rumah suaminya kecuali dia mendapat izin dari suaminya secara jelas. Seorang istri keluar dengan menggunakan pakaian yang tertutup dan longgar seraya berusaha menjauh dari perhatian orang.
Sebagian dari ketaatan juga ketika seorang istri tidak berpuasa Sunnah kecuali dengan izin suami. Apabila ia melaksanakannya tanpa izin suaminya dan suaminya di rumah, maka yang didapatnya hanyalah lapar dan dahaga. Ia berdosa dan puasanya tidak diterima oleh Allah. Adapun puasa fardhu seperti puasa Ramadhan, maka tidak perlu izin suami.
Beberapa yang termasuk berbakti kepada suami, pertama, berterimakasih atas nafkah yang diberikan suami meskipun terkadang pendapatan istri melebihi suami. Hal ini akan membahagiakan suami dan menyejukkan hatinya.
Kedua, mendidik anak anaknya secara baik dengan penuh kesabaran dan lapang dada. Memperdengarkan ucapan-ucapan yang baik pada anak-anaknya, mendoakan mereka dan bukan melaknat mereka.
Hendaknya para istri mendidik anaknya dengan sikap zuhud (tidak cinta harta dunia), hidup sederhana dan bersabar. Demikian pula memberikan mereka pengetahuan yang luas, mengajarkan keimanan, cara bersuci dan pekerti-pekerti yang mulia serta membuat mereka senang kebajikan dan benci kejelekan.
Demikian beberapa adab bergaul antara suami dan istri yang telah Allah tetapkan aturannya. Sepintas hal tersebut memberatkan wanita dalam pelaksanaannya dan terkesan tidak adil.
Namun yakinlah ketika Allah telah menetapkan suatu aturan maka hal tersebut sudah diukur dengan kodrat atau fitrah masing masing yang jika dilaksanakan akan menciptakan ketentraman hidup di dunia dan menuai pahala untuk kebaikan akhirat.
Dalam pelaksanaannya satu rumah tangga tak bisa menjalankan perannya sendiri, butuh peran masyarakat sebagai pengontrol terlaksananya aturan serta negara sebagai pembuat kebijakan.
Untuk itu haruslah berjalan secara berkesinambungan antara individu, masyarakat dan negara sehingga akan meminimalisir terjadinya KDRT.
Wallahu alam bissawab.
Oleh: Sri Fatona Wijayanti
Pemerhati Sosial
0 Komentar