Topswara.com -- Lebih dari setengah penduduk Indonesia ternyata sadar mereka punya gejala gangguan kesehatan mental. Kasus ini terutama terjadi dikalangan perempuan berusia 18-24 tahun, yang dibuktikan dengan sebuah survey terhadap 1005 laki-laki dan perempuan di rentang usia tersebut. Hasil survey mengatakan bahwa ada dua faktor yang memicu gangguan mental, masalah keuangan dan kesepian (Kumparan).
Beberapa hari menjelang Hari Kesehatan Mental Sedunia yang jatuh pada 10 Oktober 2022, seorang mahasiswa di Yogyakarta melakukan bunuh diri. Hal itu seolah menegaskan bahwa penanganan masalah kesehatan mental di Indonesia masih kurang serius (Vice).
Mental Illness adalah masalah sistemik
Gangguan mental yang semakin hari semakin banyak dialami kalangan usia produktif sejatinya bukan tanpa sebab. Ibarat sistem dalam tubuh yang bekerja sesuai dengan mekanismenya, seperti itulah dapat kita cermati sistem hari ini bekerja menciptakan sebuah roda perputaran yang membentuk pola mental pengembannya.
Tanpa mengabaikan faktor internal dari mengapa seseorang terkena gangguan mental, yang tak lain ialah kondisi psikis yang memang rentan, ada baiknya kita juga tak menutup mata dari faktor eksternal pemicu ganguan mental yaitu sistem kehidupan yang kapitalistik.
Sistem kapitalisme yang berlandaskan pada sekulerisme (pemisahan agama dari kehidupan) membuat banyak orang termasuk di dalamnya kaum muslimin tidak mengetahui tujuan hidupnya.
Masyarakat sekuler berpandangan bahwa hidup tak ubahnya hanya untuk mencari kesenangan materi. Jika pencapaian, prestise maupun jabatan tidak didapat maka masyarakat akan merasa gagal dan terasing. Akibatnya banyak orang akan mengalami depresi dan hilang harapan.
Ketika kesulitan hidup hadir, masyarakat sekuler tidak mampu mencari jalan keluar dan penyelesaian yang benar sehingga memilih untuk bunuh diri. Selain itu, sistem ekonomi kapitalisme yang berasaskan manfaat, menjadikan para otoritas menghalalkan segala cara untuk meraih keuntungan tanpa pernah peduli bagaimana rakyat kemudian akan menderita. Bahan pangan yang terus naik serta biaya pendidikan yang begitu mahal adalah sekian dari banyaknya bentuk kesengsaraan yang dialami rakyat akibat sistem kapitalisme ini.
Sistem kehidupan Islam ialah sebaik-baik yang mampu memelihara jiwa.
Apa yang terjadi pada kehidupan kapitalisme tak mungkin terjadi dalam sistem Islam yang menjadikan akidah sebagai landasan negaranya.
Seorang pemimpin atau khalifah mengetahui dengan pasti bagaimana semua perbuatannya dan bagaimana ia menjaga rakyatnya kelak akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat.
Dalam hal pendidikan misalnya, dasar sistem pendidikannya pun adalah akidah Islam. Tujuan pendidikan Islam ialah membentuk orang-orang yang kuat baik mental maupun keimanannya. Pendidikan Islam melahirkan generasa yang menstandarkan perbuatannya pada syariat Islam dan menjadikan ridha Allah sebagai tujuan hidupnya.
Pendidikan ialah hal yang paling dasar pada diri seseorang sehingga Negara khilafah bertanggung jawab untuk memberikan pendidikan terbaik bagi masyarakatnya. Tentunya hal itu harus didukung oleh ekonomi yang kuat.
Khilafah akan menerapkan sistem ekonomi Islam berbasis baitul mal sehingga mendapatkan sumber-sumber pemasukan negara untuk menyokong pendidikan dasar dan pendidikan tinggi. Biaya pendidikan akan diambil dari kepemilikan umum dan kepemilikan Negara (Fai’dan kharah). Seperti itulah Islam mampu menjaga mental yang kokoh bagi masyarakat selama 13 abad lamanya.
Oleh: Fadillah Khusnah
Sahabat Topswara
0 Komentar