Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Rakyat Tercekik, Dana Parpol Melejit


Topswara.com -- Tak bisa ditawar, tak bisa dinego, kendati jutaan rakyat turun ke jalan. Mahasiswa melakukan demo berhari-hari, kaum buruh lantang menolak kenaikan BBM. Nyatanya pemerintah tetap pada keputusannya menaikan harga Pertalite dari Rp.7.650 menjadi Rp.10.000/liter. Pertamax dari sebelumnya Rp.12.500/liter menjadi Rp.14.500/liter. Pemerintah bergeming, konsisten pada keputusan agar subsidi tepat sasaran dan subsidi tidak memberatkan APBN.

Beban itu beralih dari pundak APBN kepada setiap pundak rakyat yang terkena imbas dari naiknya harga-harga di pasaran. Transportasi yang paling awal dirasakan. Ekonomi rakyat terpukul, perusahaan meminimalisir biaya operasional, mengurangi jam kerja, mengurangi hari kerja bahkan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). 
Konsumsi barang dan jasa dikurangi, rakyat dipaksa memenuhi kebutuhan pokok secara ekstrim. Gizi buruk dan stunting menghantui anak-anak indonesia.

Dalam skala global ekonomi tak baik-baik juga, justru ancaman resesi kian nyata. Dikutip dari CNN Indonesia (27/9/2023) Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan “Kenaikan suku bunga cukup ekstrem bersama-sama, maka dunia pasti resesi pada 2023”.

Kondisi demikian tak menyurutkan langkah pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian guna mengusulkan kenaikan bantuan partai pokitik (parpol) tiga kali lipat. Jumlahnya naik dari Rp.1.000 per suara menjadi Rp.3.000 per suara (Republika.co.id, 22/9/2022). 

Mantan komunioner KPU Hadar Nafis Gumay mengomentari kenaikan dana bantuan parpol di saat krisis seperti ini dirasa kurang tepat. Ia melihat seharusnya pemerintah memprioritaskan terlebih dulu kebutuhan yang langsung dirasakan rakyat. Istilah mengatakan “Anjing menggonggong kafilah berlalu” sama kekeuhnya dengan menaikan harga BBM jenis Pertalite dan Pertamax pun dengan pertambahan anggaran dana parpol. 

Ajang kontestasi bergengsi merebut kursi meniscayakan besarnya uang yang harus dikeluarkan. Pesta demokrasi menyedot kantong-kantong pribadi, oligarki serta kantong dari pemerintah sendiri. Demi memenuhi ambisi pada penguasaan seluruh potensi SDA dan SDM negeri ini. Wajar bila dana parpol semakin menggelembung. 

Karakter kapitalisme condong kepada pemilik modal dan pemilik kepentingan. Oligarki menihilkan perhatian pada rakyat yang senantiasa dianggap sebagai beban (subsidi membebani). Inilah perbedaan mendasar antara sistem sekarang dengan sistem Islam. 

Islam memandang rakyat adalah pihak yang harus dilayani, bukan melayani dan menyuguhi. Pemimpin laksana pelayan pada rakyatnya. Rasulullah saw. bersabda “Imam (khalifah/kepala negara) adalah pengurus serta pelayan rakyat dan bertanggungjawab atas pengurusan terhadap rakyatnya (HR. Al-Bukhari). 

Islam memiliki cara pandang yang khas mengenai subsidi, bisa saja hukumnya mubah atau wajib dilakukan oleh negara agar semua rakyat mendapatkan hak-haknya. Dan ini merupakan kewajiban negara untuk merealisasikannya. Negara akan memangkas anggaran yang tidak urgent seperti biaya konstestasi politik. 

Sebab, dalam Islam pemilihan kepala negara, para gubernur dan aparat pemerintahan lainnya tidak memerlukan dana besar. Sebaliknya, bisa dilakukan dengan biaya murah, prosedur yang mudah dan sederhana. Alokasi anggaran pun akan tepat sasaran sesuai peruntukkan pembelanjaan yang telah ditegaskan As-Syari. 

Wallahu’alam bisshawwab.



Oleh: Iin Linti Kurnia
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar