Topswara.com -- Lelah. Suntuk. Pusing. Buntu. Hampir menyerah. Inilah aneka rasa yang berkecamuk dalam dada kala masalah melanda. Terlebih bila ujian hidup lama menimpa, dan tak ada tanda-tanda kapan akan berlalunya.
Saat diri di titik terendah, sering kali enggan untuk ngapa-ngapain lagi. Ndheprok di pojokan. Serasa menjadi manusia paling menderita di dunia. Hingga ada yang selama ini berpredikat sebagai penyeru kebaikan alias pengemban dakwah terhinggapi futur yang berujung pada kalimat, "Saya izin enggak beraktivitas (dakwah) dulu hingga masalah saya selesai."
Anda punya masalah? Alhamdulillah, pun saya. Sahabat lainnya juga sama. Enggak ada beda. Karena masalah adalah hiasan kehidupan. Bahkan bisa jadi seorang penyeru justru berlipat ujiannya seiring begitu banyak nasihat kebaikan terucap dari lisannya. Seberapa mampu ia bersabar atas ujian yang menimpanya, sebagaimana pesan kesabaran yang ia sampaikan pada orang lain atau jamaah pengajian.
Lalu, apakah masalah kita sebanding dengan lamanya sakit kulit yang diderita Nabi Ayyub as. hingga istri beliau meninggalkannya? Atau setara dengan kuatnya api yang membakar Nabi Ibrahim as. hingga Allah SWT tuangkan kesejukan di dalamnya?
Pun, samakah dengan derita yang dituai Bilal bin Ra'bah kala ia diseret dari rumah tuannya ke padang pasir panas dan batu besar yang ditaruh di dadanya? Atau sesakit Sumayah yang ditusuk tombak hingga menembus ujung kemaluannya? Rasulullah SAW yang difitnah sebagai tukang sihir, dilempar kotoran hewan, hingga duri bertebaran di sepanjang jalan yang dilaluinya?
Ya Rabb... Derita apa yang hendak kita kesahkan dan dalihkan sebagai alasan berhenti dari jalan perjuangan menegakkan dien-Mu? Sementara sejatinya tak seujung kuku hitam pun dibanding ujian yang Kau timpakan pada manusia-manusia pilihan itu.
Beratnya batu besar di dada dan teriknya panas siang hari bahkan membuat Bilal berkata, "Ahad! Ahad!" Nyerinya badan tertusuk tombak hingga kemaluan tak menghalangi Sumayah mengucap, "Wahai Rasulullah, aku telah melihat surga itu!"
Masihkah akan kita tinggalkan jalan perjuangan yang lelahnya adalah kekuatan, penatnya adalah semangat, bosannya adalah kesabaran. Panjang dan berlikunya adalah lurusnya jalan menuju jannah-Nya. Relakah meninggalkannya, meski hanya sebentar?
Padahal bila masalah membawamu pergi dari dakwah, adakah jaminan penyelesaiannya? Belum tentu. Sementara jelas, kita telah kehilangan salah satu peluang kebaikan dan lahan menanam jariyah.
Tidakkah setiap penolong agama Allah SWT telah yakin akan janji-Nya?
ÙŠٰۤـاَÙŠُّÙ‡َا الَّØ°ِÙŠۡÙ†َ اٰÙ…َÙ†ُÙˆۡۤا اِÙ†ۡ تَـنۡصُرُوا اللّٰÙ‡َ ÙŠَÙ†ۡصُرۡÙƒُÙ…ۡ ÙˆَÙŠُØ«َبِّتۡ اَÙ‚ۡدَامَÙƒُÙ…ۡ
"Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu." (QS. Muhammad: 7)
Cukup meyakini firman Allah SWT ini sejatinya masalah hidup seberat apa pun tak akan pernah membuatmu pergi dari dakwah. Percaya bahwa penolong agama Allah SWT pasti akan ditolong oleh-Nya. Tak hanya dalam aktivitas dakwah itu sendiri, pun pada masalah lain yang tengah dihadapi. Semakin besar keyakinannya, maka pertolongan Allah itu nyata. Nyata!
Mungkin memang tak sekejap masalah akan hilang begitu saja. Tapi Allah SWT akan kuatkan kepalamu tegak menghadapinya. Dia akan hadirkan kemudahan atas keikhlasanmu dari segala pintu. Dia menghiburmu dengan berbagai hal, agar kamu senantiasa bersyukur meski masalah membelitmu. Yakin!
Maka, saat memiliki masalah jangan pernah pergi dari dakwah. Justru tingkatkanlah aktivitas tersebut sebagai wasilah mendekati-Nya. Rayulah Allah SWT dengan amal terbaik yang dipunya. Bukan justru berpaling dan lari dari jalan perjuangan-Nya. Bak pecundang yang takut berangkat berperang.
Andai janji Allah SWT dalam QS. Muhammad: 7 tadi tak lagi kau percayai, lantas kalimat siapa lagi yang hendak kau cari? Jangan pergi! Dakwah ini terlalu indah untuk aku nikmati sendiri.
Oleh: Puspita Satyawati
(Founder Kajian Sholihah, Sleman, DIY)
0 Komentar