Topswara.com -- Masyarakat dihebohkan dengan munculnya kasus Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) dan perselingkuhan yang menimpa pasangan artis yang selama ini terlihat romantis dan harmonis yaitu Lesti dan Billar.
Berdasarkan informasi dari Detik.com, Kamis (6/10/22) - Lesti Kejora telah melaporkan Rizky Billar ke Polres Metro Jakarta Selatan pada 28 September 2022. Ia mengaku dicekik hingga dibanting suaminya usai mengetahui perselingkuhan Rizky Billar dan minta dipulangkan kepada orang tuanya.
Kasus pasangan selebriti ini ternyata bukan satu-satunya kasus yang terjadi di Indonesia. Terbukti dari laporan laman IDNTimes pada Maret 2021, Komnas Perempuan mencatat ada 8.234 kasus kekerasan terhadap perempuan dan kekerasan yang paling menonjol adalah Kasus Dalam Rumah Tangga atau Ranah Personal) sebanyak 79 persen atau 6.480 kasus. Ini membuktikan bahwa jumlah pernikahan di Indonesia hanya 21 persen dalam keadaan aman dan baik-baik saja atau tidak terlapor.
Miris bukan? Sebagai negara yang menganut nilai beragama ternyata negara ini menorehkan kasus perceraian terbanyak. Hal ini diungkapkan oleh Direktur Bina KUA yang diwakili Kasubdit Bina Keluarga Sakinah, Agus Suryo Suripto menyatakan persentase angka perceraian di Indonesia masih tertinggi di Asia-Afrika, sekitar 28 persen dari angka perkawinan.
Kondisi ini harusnya menjadi perhatian utama bagi Indonesia.
Keluarga merupakan pondasi awal terbentuknya individu baru sebagai pencetak generasi bangsa. Bagaimana nasib Indonesia ke depan jika generasi muda lahir dari keluarga yang bercerai? Akankah tercipta generasi yang cerdas dan berakhlak mulia jika sosok ayah tak jadi panutan dan sosok ibu yang sudah hilang jati diri?
Menanggapi hal ini Menteri Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga mengajak masyarakat berani angkat bicara apabila menjadi korban atau sebagai saksi pelecehan seksual ke perempuan dan anak. Menurut Bintang, para korban atau saksi dan anak dapat melaporkan insiden pelecehan seksual terhadap perempuan dan anak melalui saluran siaga (hotline) dengan nomor 129. Ia juga menambahkan, saat ini pemerintah telah menandatangani Undang-undang Kekerasan Seksual pada 9 Mei 2022. (Kompas.com,25/09/22).
Namun semua ini masih menjadi pertanyaan apakah cukup hanya dengan perundangan baru dan keberanian ungkap bicara bagi korban bisa menjadi solusi tuntas bagi permasalahan KDRT di Indonesia? Lantas apa penyebab pemicu utama KDRT terjadi?
Akibat Penerapan Sistem Kapitalisme
Pernikahan adalah proses pengikatan janji suci antara laki-laki dan perempuan untuk hidup bersama dalam suka maupun duka. Janji suci ini disaksikan dan diagungkan dalam ikatan agama. Bahkan dalam agama Islam, pernikahan dipandang sebagai ibadah untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT sehingga terwujud keluarga yang sakinah, mawadah, warahmah.
Namun ini semua sulit terwujud dalam sistem kapitalisme. Sistem ini sangat jelas menentang aturan agama sebagai sumber hukum peraturan hidup. Kehidupan suami-istri dalam sistem kapitalisme hanya berlandaskan untung-rugi. Rasa cinta kasih dan saling menyayangi hanya dihiasi oleh hawa nafsu yang sifatnya hanya sementara.
Suami yang bosan dan tak lagi tertarik dengan sang istri akan mudah beralih kepada wanita lain karena tak ada pondasi pada diri. Beban perekonomian rumah tangga yang semakin tinggi juga menjadikan keharusan sang istri untuk beraktivitas di luar rumah hingga abai terhadap pelayanan suami.
Ini juga ternyata menjadi pemicu pecahnya keutuhan rumah tangga. Sistem kapitalisme ini juga menjunjung tinggi hak asasi manusia dengan cara menjamin pemenuhan keinginan individu tanpa memandang ajaran agama sebagai pondasi berbuat.
Akibatnya terbentuklah masyarakat yang berkarakter individualis. Inilah awal KDRT terjadi yaitu saat luapan marah dan kesal terhadap pasangan muncul maka ego yang tak punya bendungan keimanan akan mudah untuk memukul dan melakukan kekerasan fisik terhadap lawan bicaranya.
Lantas dimana peran negara? Jika hanya membuat undang-undang sebagai peraturan namun ternyata fakta di lapangan rakyat harus dihadapkan dengan biaya peradilan yang cukup besar dan rasa malu dengan tetangga dan orang sekitar ketika kasus dirinya terungkap di tengah masyarakat. Jelas solusi yang ditawarkan oleh pemerintah saat ini bukan solusi tepat.
Sistem Islam Solusi Tepat
Allah menjelaskan dalam QS al-Rum [30]: 21 yang artinya: “Di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia ciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang."
Ayat ini sangat jelas menggambarkan tujuan pernikahan bagi setiap pasangan untuk mencintai dan menyayangikarena Allah bukan nafsu semata. Bahkan keromantisan dan keharmonisan antara suami istri juga merupakan ibadah.
Hal ini terdapat pada hadis Rasulullah yang menyatakan, “Main-main (yang bermanfaat) itu ada tiga: engkau menjinakkan kudamu, engkau menembak panahmu, engkau bermain-main dengan istrimu." (HR. Ishaq bin Ibrahim Al Qurrab dalam Fadhail Ar Ramyi no.13 dari sahabat AbudDarda, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami 5498).
Bukan hanya itu saja, Allah telah menjamin rejeki bagi orang yang sudah menikah seperti yang termaktub dalam Qur'an surah An-nahl : 72 yang artinya, “Allah menjadikan kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki yang baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah?
Hadis Rasulullah menyatakan, “Jika seorang Muslim memberi nafkah kepada keluarganya, dan ia berharap pahala dari itu, maka nafkah tersebut bernilai sedekah". (HR. Bukhari).
Jadi jika Islam dijadikan sebagai peraturan dalam hidup maka tidak mungkin ada perselingkuhan dan KDRT karena Allah telah mengecam perzinahan yakni dalam QS. Al-Isra’: 32, yang artinya, “Janganlah kalian mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.”
Namun peraturan ini tidak mungkin diterapkan kalau tidak ada negara yang menjadi pelaksananya karena tidak cukup hanya menanamkan keimanan dan ketakwaan individu. Negara juga harus menjamin dan mengawasi semaksimal mungkin dengan cara memberikan sanksi yang tegas atas perlakuan KDRT dan perselingkuhan seperti hadis Rasulullah yang artinya: "Ambillah dari diriku, ambillah dari diriku, sesungguhnya Allah telah memberi jalan keluar (hukuman) untuk mereka (pezina). Jejaka dan perawan yang berzina hukumannya dera seratus kali dan pengasingan selama satu tahun. Sedangkan duda dan janda hukumannya dera seratus kali dan rajam." (HR Muslim).
Jika Islam dijadikan sebagai solusi problematika kehidupan umat akan terciptalah keimanan dan ketakwaan individu, kontrol masyarakat dengan cara amar makruf nahi mungkar, dan terakhir pengawasan penuh dari negara agar terlaksananya aturan-aturan yang berlandaskan Al-Qur'an dan as sunnah.
Semua ini menjadi solusi tuntas KDRT dan perselingkuhan dan masalah kehidupan lainnya, insyaallah. Wallahu alam bisshawab
Oleh: Rahmi Lubis
Aktivis Dakwah
0 Komentar