Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Menyejahterakan Rakyat dengan BLT, Solusikah?


Topswara.com -- Setelah kenaikan BBM awal September lalu, Bupati Kabupaten Bandung Dadang Supriatna memberikan BLT kepada sopir angkot berupa bahan bakar minyak kepada 2.847 angkot dari 58 trayek di Kabupaten Bandung. Setiap angkot yang telah terdata bisa mendapatkan 35 liter BBM gratis perbulannya yang akan diberikan selama 3 bulan ke depan. 

Bantuan tersebut bisa diambil langsung ke SPBU. Subsidi ini diungkapkan Dadang berasal dari pergeseran APBD Kabupaten Bandung dengan total 105 liter. Selain berbentuk BBM yang diberikan pada sopir angkot, Pemda Kabupaten Bandung juga melakukan operasi pasar dan menyalurkan bantuan langsungnya pada 20 desa rawan pangan berupa beras. (RadarBandung.com, 28/9/2022)

Sepertinya subsidi berupa BLT ini menjadi angin segar bagi mereka yang mendapatkannya. Padahal bantuan yang hanya sesaat dan tidak seberapa tentu tak akan menyelesaikan kesulitan yang diakibatkan dari naiknya BBM. 

Karena dampak yang akan dirasakan tidak hanya tiga bulan, tapi seterusnya dan memiliki efek domino pada seluruh kebutuhan masyarakat. Seperti, sembako, gas, listrik, pendidikan, dan lainya tidak hanya yang menyangkut transportasi saja. Penderitaan yang akan dirasakan terus berkepanjangan. Makanya tidak cukup pemerintah mengatasi kesulitan yang mencekik rakyat hanya dengan memberikan subsidi atau bantuan langsung tunai. 

Bantuan yang diberikan pemerintah seolah gerimis yang membasahi bumi yang telah bertahun-tahun tandus dan kering kerontang, adakah pengaruhnya? Rakyat tetap dengan kesulitannya, kesengsaraannya, sementara penguasa merasa telah berbuat hal besar dengan adanya BLT/bansos. Semestinya, penguasa dalam level pemerintahan, memiliki solusi efektif yang berasal dari pangkalnya. 

Pertanyaannya, mau atau tidak? Sebab pangkal dari kezaliman yang dilakukan pemerintah datang dari sistem kufur berbasis kapitalisme sekuler yang meniscayakan pengelolaan migas dan SDA lainnya diserahkan kepada swasta, baik lokal asing maupun aseng. Negara hanya mengelola dalam lingkup kecil dan remeh temeh, sedangkan proyek besar dengan keuntungan yang tak terhingga  dikelola pihak pemodal demi kepentingan pribadi dan kelompoknya.

Inilah satu kondisi ketika negara menganut ideologi kapitalisme, berpihak pada para kapital, abai terhadap pengurusan rakyat. Akibat ideologi ini pula negara/penguasa memosisikan diri sebagai penjual sementara rakyat dijadikan sebagai pembeli. 

Sungguh, fakta pahit yang harus diterima oleh masyarakat tatkala berada dalam aturan yang dibuat manusia. Negeri yang bergelar Zamrud Katulistiwa, yang kaya raya dengan sumber daya alamnya, saat dikelola dengan sistem yang salah, tidak bisa menjamin  kesejahteraan dan kedaulatan.

Di samping itu, paradigma sistem kapitalisme sering terjadi pengaburan makna istilah subsidi. Subsidi sering diartikan sebagai bentuk kebaikan pemerintah pada rakyatnya. Padahal jika merujuk pada peran dan fungsi dari pemerintah, maka subsidi itu merupakan tanggung jawab atau kewajiban pemerintah. 

Makanya wajar jika subsidi dikatakan sebagai bantuan pemerintah pada rakyat, karena subsidi bagian dari hak rakyat yang mesti dipenuhi pemerintah. Pasalnya, pemerintah mempunyai kewajiban mengatur hidup dan mengurusi hajat orang banyak, termasuk di dalamnya pengurusan tentang BBM.

Sementara yang melatarbelakangi terjadinya pencabutan subsidi karena hegemoni neoliberalisme, mereka adalah orang-orang yang anti subsidi. Sehingga menganjurkan pelayanan publik harus mengikuti pasar, dan negara menggunakan prinsip untung rugi dalam penyelenggaraan bisnis publik. 

Sementara pelayanan publik murni seperti dalam bentuk subsidi, dianggap pemborosan. Makanya tidak aneh berbagai barang kebutuhan masyarakat seperti, subsidi BBM dan listrik dengan alasan membebani APBN, membuat rakyat tidak mandiri, tidak tepat sasaran dan mematikan persaingan ekonomi dan sebagainya. Padahal ini semua karena pemerintah tunduk pada hegemoni neoliberalisme. Hal ini tentu bertentangan dengan sabda Rasulullah SAW.,

“Imam (pemimpin) adalah pengurus/pelayan rakyat dan bertanggung jawab atas pengurusan/pelayanan kepada rakyatnya. (HR. al-Bukhari)

Seperti kepemimpinan dalam sistem Islam, penguasa adalah sosok yang diberi amanah untuk melayani umat. Pengurusan rakyat adalah kewajiban yang kelak akan dimintai pertanggung jawaban di sisi Allah SWT. Karenanya pemimpin dalam Islam akan fokus mengurus dan menyejahterakan rakyat tanpa embel-embel mencari keuntungan, melainkan hanya untuk mendapatkan ridha Allah SWT. 

Penguasa dalam sistem Islam wajib mengelola BBM sesuai syariat, yaitu dikelola negara tanpa ada kendali pihak swasta. Hasilnya dikembalikan pada rakyat karena BBM termasuk kepemilikan umum. Rasulullah saw. bersabda: 

“Manusia berserikat (punya andil) dalam tiga perkara yaitu air (sumber mata air, danau, laut), padang rumput (hutan, gunung), api (gas, listrik, minyak, bensin). (HR. Ahmad dan Abu Daud)

Dengan begitu pemerintahan Islam akan menjamin dan menjadikan BBM sebagai sumber kekuatan negara untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Negara akan mendistribusikannya kepada rakyat tanpa mengambil keuntungan sedikit pun. Bisa dibagikan gratis atau dijual dengan harga yang murah untuk menutupi biaya produksi, dan hasil penjualannya kembali pada rakyat berupa konpensasi untuk biaya pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Sehingga ke tiga aspek ini bisa gratis bagi masyarakat. 

Dalam perspektif Islam, subsidi bisa saja hukumnya boleh, bisa juga wajib dilakukan oleh negara. Dalam Islam subsidi adalah salah satu uslub atau cara negara memberikan harta milik negara pada individu rakyat.

Hal demikian pernah dicontohkan oleh seorang pemimpin dalam pemerintahan Islam, yaitu Khalifah Umar bin Khaththab ra. beliau pernah memberikan harta dari baitul mal (kas negara) kepada para petani di Irak agar mereka dapat mengolah pertanian mereka. 

Atas dasar itu, negara wajib memberikan subsidi kepada individu, atau untuk pelayanan publik seperti, internet, jasa telekomunikasi dan lain-lain. Negara dalam sistem Islamlah yang terbukti mampu menuntaskan semua problematika kehidupan masyarakat.

Dengan demikian, sudah saatnya kita kembali pada aturan serta sistem Islam dengan cara memperjuangkannya. Sebab, tak ada aturan dan sistem sahih yang mampu menyejahterakan umat selain sistem dan aturan Islam termasuk ideologi kufur kapitalis sekuler sebagaimana saat ini.

Wallahu a’lam bish-shawwab.


Oleh: Oom Rohmawati
Penulis Mustanir dan Member AMK
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar