Topswara.com -- Banyak kasus gangguan mental terjadi. Tidak hanya merugikan dirinya sendiri, tetapi membahayakan orang-orang yang ada di sekitarnya dan memberikan pengaruh keburukan di tengah masyarakat. Sejatinya ini bukan gangguan mental biasa, tetapi gangguan mental yang diakibatkan oleh tata kehidupan yang rusak. Sehingga, tercipta manusia-manusia yang terganggu kejiwaannya.
Sebagaimana, kasus yang viral baru-baru ini, seorang laki-laki yang memutilasi rekan perempuannya, pemuda yang menusuk gadis usai pulang mengaji, dan sebagainya. Akibat gangguan mental ini lebih cenderung mengarah ke tindak kriminal. Tetapi, ketika pelaku terganggu mentalnya seolah-olah bisa diampuni dari hukum. Padahal, tindakannya yang kriminal dan jahat harus dihukum adil. Akankah negeri ini mampu mengatasi soal gangguan mental hari ini?
Gangguan mental makin banyak terjadi di tengah masyarakat. Riset terbaru dari Institute for Health Metrics and Evaluation University of Washington terkait Global Burden of Disease (GBD) 2019 menunjukkan bahwa gangguan kesehatan mental tetap bertahan dalam 10 penyebab teratas beban penyakit di seluruh dunia. Tak ada bukti pengurangan secara global pada beban ini sejak 1990. Dalam konteks Indonesia, riset ini menunjukkan tren peningkatan jumlah gangguan kesehatan mental dalam 30 tahun terakhir.
Gangguan kesehatan mental merupakan masalah yang kompleks dan bisa bermacam-macam bentuknya, seperti dijelaskan dalam klasifikasi penyakit internasional Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Dalam definisi itu, gangguan kesehatan mental mencakup banyak bentuk, termasuk depresi, kecemasan, bipolar, gangguan makan, dan skizofrenia. Bunuh diri, seperti kasus mahasiswa di Yogyakarta baru-baru ini, merupakan masalah besar gangguan kesehatan mental yang perlu menjadi perhatian dan dicegah oleh banyak pihak.
Untuk mencegah gangguan kesehatan mental, menurut WHO, ada beberapa langkah yang harus dilakukan negara. Pertama, mempromosikan kesehatan mental untuk semua orang dan melindungi orang-orang berisiko seperti anak-anak, remaja, dan pekerja. Program pencegahan bunuh diri juga patut digalakkan.
Kedua, negara harus menyediakan layanan kesehatan yang mudah diakses dan terjangkau oleh masyarakat. Dalam konteks ini, peningkatan anggaran untuk kesehatan mental menjadi keharusan. Tanpa adanya anggaran yang memadai, promosi, pencegahan, dan pengobatan atas masalah kesehatan mental sulit dilakukan. Banyak faktor penyebab gangguan jiwa, baik faktor internal maupun eksternal.
Lingkungan dan corak pembangunan yang kapitalistik, yang dalam prakteknya banyak menyalahi fitrah manusia, menjadi salah satu penyebab gangguan jiwa.
Banyaknya faktor yang menjadi penyebab menunjukkan bahwa gangguan mental adalah problem sistemis.
Lingkungan dan corak pembangunan yang kapitalistik, yang dalam prakteknya banyak menyalahi fitrah manusia, menjadi salah satu penyebab gangguan jiwa.
Banyaknya faktor yang menjadi penyebab menunjukkan bahwa gangguan mental adalah problem sistemis.
Oleh karena itu, membutuhkan solusi sistemis pula. Sekadar mempromosikan pentingnya kesehatan mental dan mempermudah akses layanan kesehatan mental, tidaklah cukup dan belum menyentuh akar masalahnya.
Islam sebagai sistem hidup memiliki solusi untuk mengatasi persoalan ini secara sistemis.
Islam jika aturannya diterapkan oleh negara, maka akan sangat mengurangi beban individu manusia. Misalnya dalam hal ekonomi, jika ajaran Islam dalam hal ekonomi diterapkan oleh negara, maka kekayaan alam akan bisa dinikmati oleh rakyat, tidak hanya dinikmati segelintir kapitalis, serta penguasa beserta kroninya.
Islam sebagai sistem hidup memiliki solusi untuk mengatasi persoalan ini secara sistemis.
Islam jika aturannya diterapkan oleh negara, maka akan sangat mengurangi beban individu manusia. Misalnya dalam hal ekonomi, jika ajaran Islam dalam hal ekonomi diterapkan oleh negara, maka kekayaan alam akan bisa dinikmati oleh rakyat, tidak hanya dinikmati segelintir kapitalis, serta penguasa beserta kroninya.
Tidak akan ada hutang berbunga haram yang menggerogoti kewarasan. Para suami akan bernafas lega, sebab beban biaya kesehatan dan pendidikan ditanggung oleh negara. Para Istri juga tenang. Tidak ada was-was bahwa suaminya akan berselingkuh dan menelantarkan keluarga. Sebab negara akan mengurusnya, menghukum berat pezina, juga mengejar suami yang lalai untuk melaksanakan kewajibannya.
Hal tersebut hanya sebagian kecil contoh, jika aturan Islam diterapkan oleh negara. Jelasnya, aturan dari Yang Maha Kuasa pasti membawa kebaikan, dan rahmat jika dijalankan. Tidak hanya bagi individu manusia atau negara, tapi rahmat bagi alam semesta.[]
Oleh: Hana S. Muti
Aktivis Muslimah Kediri
0 Komentar