Topswara.com -- Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) seharusnya benar-benar menjadi wakil rakyat termasuk saat momen kenaikan BBM kemarin lusa. Rakyat begitu was-was dengan ditandai ‘panic buying’, mengantrinya pembeli di SPBU yang hendak memborong BBM karena takut BBM mau naik. Rakyat bernafas lega ketika BBM tidak jadi dinaikkan, walau kelegaan itu hanya sesaat saja yang endingnya rakyat tetap kecewa karena BBM jadi dinaikkan harganya.
Tetapi faktanya, dalam tubuh DPR sendiri terdapat 9 fraksi yang terpecah-pecah suaranya, 6 fraksi menolak, 2 fraksi abstain dan 1 fraksi setuju BBM naik. Seharusnya, jika mereka benar-benar mewakili suara rakyat, tak ada rakyat yang sepakat BBM dinaikkan kecuali orang-orang kaya yang hidupnya sudah sangat mapan yang bakalan tidak terpengaruh dengan naiknya harga BBM.
Sementara itu, Ketua DPR yang juga Ketua DPP PDI-P Puan Maharani mengungkapkan bahwa lembaganya yaitu DPR RI mendukung pemerintah untuk mengalihkan anggaran subsidi BBM dalam bentuk bantuan sosial bagi masyarakat agar dapat diterima secara efektif dan tepat sasaran. (Kompas.com, 4/10/2022)
Kebijakan ini juga sangat kontradiktif terhadap hidup masyarakat. Bantuan sosial hanya menolong masyarakat untuk sementara saja sedangkan kebutuhan masyarakat saat ini bisa dibilang multi. Apabila BBM naik, maka harga-harga yang lain juga ikut naik. Hal tersebut tidak bisa dicover dengan pemberian bantuan sosial. Apalagi pada praktiknya seringkali tidak tepat sasaran baik karena masalah pendataan maupun lainnya.
DPR sendiri berulang-kali di demo soal kenaikan BBM. Bahkan yang lebih ironi lagi, saat kejadian pendemo mengepung Gedung DPR, Puan terlihat sumringah dengan kejutan ulang tahun saat memimpin rapat paripurna. Lagu ulang tahun pun menggema di ruang rapat dengan meriahnya. Para anggota DPR berdiri ikut menyanyikan lagu dan bertepuk tangan.
Suasana di luar gedung lain lagi, sampai sore hari tak satupun perwakilan DPR yang menemui massa pendemo, Puan sendiri belum menentukan sikap apakah akan menemui pendemo atau tidak. Bagaimana bisa wakil rakyat di demo oleh rakyatnya. Itu artinya, keterwakilan rakyat tidak benar-benar terwakili. Untuk sekedar menyampaikan aspirasinya saja rakyat begitu kesulitan menemui wakilnya.
Seharusnya lembaga DPR adalah yang paling kencang pembelaannya terhadap rakyat, karena bagaimanapun mereka adalah rakyat yang dipilih untuk mewakili suara rakyat. Tetapi dalam sistem demokrasi seperti ini hal tersebut tidak sesederhana itu.
Mereka para anggota DPR memang dipilih oleh rakyat bahkan secara langsung. Atas apa mereka dipillih, ternyata memang ada imbalan materinya. Dalam Kondisi rakyat yang tidak mengerti dunia politik secara umum, masyarakat terjebak dalam mekanisme politik praktis yang pada praktiknya adalah politik dagang atau politik uang.
Kelemahan pemilihan secara langsung adalah rakyat tidak mengenal siapa sosok wakilnya. Sedangkan orang yang terkenal biasanya adalah artis. Maka tak heran bila banyak selebritis yang terjun ke dunia politik dengan menjadi anggota dewan. Padahal sejatinya sama saja, dikenal rakyat tetapi belum tentu menjalankan fungsinya sebagai wakil rakyat. Terbukti suara mereka tidak mewakili suara masyarakat.
Besarnya materi yang didapat sebagai anggota dewan baik dalam bentuk gaji maupun tunjangan-tunjangan pernah diuangkap oleh artis sekaligus anggota dewan Kris Dayanti yang kemudian mendapat teguran dari partai. Dari sini saja sebenarnya bisa diuangkap, posisi menjadi anggota dewan ini merupakan incaran dan dambaan dari sisi karier seseorang mengingat besaran materi dan priviledge yang di dapat seorang anggota dewan.
Jika nafasnya seperti itu, sangat mungkin ruh sejati sebagai wakil rakyat sendiri sudah menjadi nomor sekian atau malah hilang sama sekali. Apalagi ditambah mekanisme demokrasi saat ini, dimana menjadi anggota dewan tidaklah gratis. Kalau ada kasus terpilih menjadi anggota dewan tanpa biaya, itu hanya kasus kebetulan alias seper ratusan ribu saja.
Artinya, untuk menjadi anggota dewan mutlak pake modal. Modal ini tidak harus berasal dari dirinya sendiri, tetapi akan didukung banyak sponsor-sponsor di belakang dia yang nantinya dibayar dengan deal-deal kebijakan politik apabila berhasil menduduki jabatan sebagai anggota dewan.
Pihak sponsor inilah yang mempunyai modal. Sehingga tak heran apabila dipertanyakan anggota dewan itu mewakili dan memihak siapa, tentu mewakili para pemilik modal. Karena pemilik modal inilah yang telah membiayai mereka menuju kursi parlemen.
Modal dalam hal ini menjadi kunci. Bagaimana tidak, para calon butuh mencetak banyak spanduk, brosur dan publikasi lain untuk berkampanye, belum modal untuk meraih hati masyarakat dengan membangun jalan, membangun musholla, makan-makan, bikin banyak even yang mengundang massa, bantuan ini itu, meng-umrohkan para ustadz atau ustazah yang mempunyai banyak massa pendukung dan banyak lagi.
Mekanisme seperti ini adalah cermin rusaknya demokrasi dan gambaran yang sangat mengerikan bagi masyarakat sendiri karena terus-menerus akan berkubang dalam kerusakan sistem. Penyadaran mayarakat menjadi kebutuhan yang tak terelakkan lagi saat ini. Islam sebagai agama paripurna juga mengurusi masalah politik yang menjadi sisi penting hidup manusia.
Politik Islam ini sudah dicontohkan oleh Rasulullah sebagai manusia teragung di muka bumi untuk ditiru ummatnya hingga akhir jaman. Bagaimana Rasulullah berpolitik sudah tertuang pada banyak kitab-kitab ulama, diantaranya adalah karangan Syaikh Taqiyuddin An Nabhani dan banyak lagi. Sudah saatnya masyarakat menggali solusi dari Islam untuk mengakhiri penderitaan mereka dengan mempelajari Islam secara menyeluruh bukan sekedar agama spiritual saja.
Oleh: Ratna Mufidah, SE
Sahabat Topswara
0 Komentar