Topswara -- Anak adalah satu karunia besar Allah yang hanya diberikan kepada pasangan suami istri yang dipercaya untuk mengemban tugas sebagai orang tua. Di pundak merekalah, anak-anak berhak mendapatkan pendidikan agama dan duniawi yang layak.
Anak-anak merupakan aset berharga bagi orang tuanya, bahkan bagi negaranya di dunia dan akhirat. Nasib (kebangkitan atau kemunduran) sebuah bangsa ditentukan oleh peran pemudanya, yang berawal dari masa anak-anak. Bangsa akan bangkit, maju, dan berjaya jika semua kebutuhan dan keamanan hidup generasinya terjamin. Namun, bagaimana masa depan bangsa ini dan generasinya jika sejak usia anak-anak sudah menjadi korban, bahkan pelaku kekerasan seksual itu sendiri?
Saat ini, tak ada wilayah di negeri ini, dari pusat hingga daerah yang bebas dari kasus kekerasan seksual pada anak. Tak terkecuali di Magetan.
Sejak Januari hingga Juli, sudah terjadi sepuluh kasus pelecehan seksual pada anak di Kabupaten Magetan. Kasus terbaru, sebut saja Anggrek, remaja berusia 15 tahun asal Panekan, dinodai KAB, 28 tahun, pekerja dari kecamatan yang sama. ‘’Korban dijanjikan akan dinikahi,’’ kata Kasatreskrim Polres Magetan AKP Rudy Hidajanto, Jumat (29/7).
Rudy menjelaskan, KAB dan Anggrek saling mengenal, karena pelaku bekerja di sebelah rumah korban setahun terakhir. Hubungan keduanya berlanjut usai saling bertegur sapa di media sosial. Setelah cukup lama mengobrol intens secara virtual, Anggrek diajak KAB jalan-jalan ke Telaga Sarangan Senin (11/7) lalu. ‘’Karena sudah malam, pelaku mengajak korbannya untuk menginap di salah satu hotel,’’ ujar Rudy.
Di sebuah hotel di telaga Sarangan itulah, KAB melaksanakan aksi bejatnya. Bujuk rayu diucapkan pelaku agar Anggrek mau melepaskan keperawanannya. Korban juga diiming-imingi pelaku akan dinikahi. ‘’Keduanya melakukan hubungan suami istri,’’ ungkap Kasatreskrim.
Beberapa hari kemudian, Anggrek berubah menjadi pemurung. Anggrek bolos berlatih bela diri. Keganjilan itu diketahui oleh Yanto, pelatih bela diri Anggrek. Setelah didesak pelatih, Anggrek akhirnya bercerita. Cerita itu disampaikan Yanto kepada kedua orang tua Anggrek. Akhirnya kedua orang tua korban melapor ke polisi pada Jumat (22/7).
Kisah tragis Anggrek di atas hanya satu dari sepuluh kasus yang baru muncul di pertengahan tahun saja. ‘’Kami bentuk satgas khusus untuk mencegah kekerasan terhadap anak semakin bertambah. Upaya ini harus didukung pemerintah dan seluruh elemen masyarakat," ujar Rudy. (radarmadiun.jawapos.com, 29/7/2022)
Kasus di bawah permukaan diyakini jauh lebih banyak, karena banyak korban yang enggan melapor lantaran takut atau malu.
Kemungkinan besar, kasus-kasus semisal Anggrek sedang dan terus terjadi. Kasus sebanyak ini baru di Kabupaten Magetan. Jika benar, Magetan bisa jadi telah menyandang predikat daerah predator anak. Miris bukan?
Pemerintah pusat sudah lama mengetahui banyak kasus kekerasan seksual yang terjadi pada anak-anak Indonesia. Melihat hal ini, tentu pemerintah tidak tinggal diam.
Menyikapi maraknya kasus kekerasan yang dialami anak-anak, pemerintah, dari tingkat pusat hingga daerah, mengangkat program Kota Layak Anak (KLA)
sebagai prioritas pembangunan di berbagai daerah, dan menjadikannya sebagai solusi untuk mengurangi kasus kekerasan pada anak-anak.
Kota layak anak pertama kali diperkenalkan oleh Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan pada tahun 2005, lewat Kebijakan Kota Layak Anak.
Walaupun program KLA digalakkan dan dijadikan ajang penghargaan, penghargaan KLA menjadi kontradiktif dengan kondisi anak-anak saat ini.
Dari waktu ke waktu, beragam kasus yang dialami anak-anak semakin bertambah.
Mulai kasus perundungan (bullying), kekerasan fisik (penyiksaan), hingga kekerasan (pelecehan) seksual (pemerkosaan) pada anak. Semua ini terjadi di lingkungan masyarakat, sekolah, hingga keluarga yang seharusnya menjadi benteng pertahanan paling aman buat anak.
Dari sini, kita melihat bahwa penghargaan KLA hanya formalitas, sekadar gelar. Penghargaan tersebut belum diiringi langkah-langkah nyata untuk mengurangi kekerasan seksual pada anak.
Banyak kabupaten peraih award KLA tapi kasus pelecehan seksual pada anak masih terus terjadi. Anehnya, penghargaan KLA tidak dicabut atau dibatalkan. Negara juga telah gagal memberikan perlindungan kepada anak. KLA bukan solusi hakiki tetapi menambah masalah.
Sistem kapitalisme liberal menjadikan negara kehilangan fungsinya sebagai pelindung generasi. Sistem ini juga menjamin kebebasan bertingkah laku yang membuka pintu lebar-lebar masuknya pornografi dan pornoaksi. Hal inilah yang memicu maraknya kasus kekerasan seksual pada anak.
Pemenuhan kebutuhan asasi nyaris tidak mampu dinikmati generasi penerus bangsa, karena aspek kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan dikapitalisasi. Ini diperparah dengan sistem yang menafikan agama dari kehidupan (sekularisme). Akibatnya, keluarga di tengah masyarakat terdidik oleh paham sekuler-liberal, dan generasi mudah terjerumus ke dalam lembah kemaksiatan. Astaghfirullah.
Perlindungan kepada anak hanya dapat diwujudkan dalam naungan Islam. Islam memiliki mekanisme berlapis dalam menjaga keselamatan anak dan mewujudkan perlindungan secara nyata pada anak.
Dalam Islam, hak anak yang harus dipenuhi negara adalah sebagai berikut:
Pertama, mendidik anak dengan akidah Islam. Kedua, memberikan tempat tinggal yang layak. Ketiga, memerhatikan kesehatan dan gizinya. Keempat, memberikan pendidikan beserta fasilitas terbaik.
Untuk mewujudkan realisasi hak anak tersebut, negara harus berupaya serius untuk:
Pertama, negara wajib memenuhi kebutuhan dasar layak bagi rakyatnya (sandang, pangan, dan papan).
Kedua, negara menciptakan lapangan kerja bagi para ayah agar mereka dapat melaksanakan kewajibannya sebagai kepala rumah tangga, yakni menafkahi keluarganya. Sementara ibu menjalankan peran utamanya sebagai pendidik generasi dan tidak terbebani masalah ekonomi.
Ketiga, negara menerapkan sistem pendidikan berbasis akidah Islam. Dengan kurikulum pendidikan berbasis akidah Islam, akan terwujud generasi berkarakter (berkepribadian) Islam.
Keempat, negara juga memenuhi kebutuhan rakyat akan kesehatan, pendidikan dan keamanan secara cuma-cuma. Kapitalisasi atas seluruh pemenuhan kebutuhan rakyat sama sekali diharamkan dalam Islam.
Dana untuk membiayai seluruh pemenuhan kebutuhan hidup rakyat diambil dari keuntungan hasil pengelolaan sumber daya alam (SDA), air, padang rumput, api (kepemilikan umum), dan aset-aset milik negara, anfal, ghanimah, fai’ dan khumus, kharaj, jizyah, dharibah, zakat, dan lain-lain.
Kelima, negara menerapkan syariat Allah secara kafah sebagaimana dalam firman-Nya (QS Al-Baqarah: 208). Ini sebagai upaya preventif untuk mencegah terjadinya maksiat.
Keenam, negara juga menerapkan sistem sanksi (uqubat) Islam. Termasuk menerapkan sanksi rajam bagi pezina (yang sudah menikah) dan sanksi cambuk (jilid) bagi pezina (yang belum menikah). Hukuman ini akan memberikan efek jera bagi pelaku, penebus dosa pelaku di Yaumil hisab, serta pencegah bagi orang lain dari berbuat maksiat semisal.
Dengan berfungsinya peran utama negara sebagai pelayan dan pengayom masyarakat, kesejahteraan rakyat akan terwujud. Begitu pun dengan keamanan dan kenyamanan hidup rakyat. Hak anak-anak juga terpenuhi, dan bebas dari bahaya apapun, tak terkecuali dari ancaman kekerasan seksual.
Wallahu a'lam bishawwab.
Oleh: Dian Puspita Sari
Aktivis Muslimah Ngawi
0 Komentar