Topswara.com -- Kasus penembakkan seorang dokter wanita oleh suaminya adalah drama pernikahan yang berujung tragis. Tak terima sang istri meminta cerai, pria ini kalap kemudian menghabisi nyawa wanita yang sudah dinikahinya selama beberapa tahun ini. Sebelumnya diberitakan kalau sang suami memang temperamental. Kerap melakukan KDRT terhadap istrinya.
Kekerasan dalam rumah tangga di tanah air memang mengalami peningkatan. Pada tahun 2016 ada sekitar 250 ribuan kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan. Jumlah kasus sebenarnya sendiri diperkirakan seperti gunung es, jauh lebih banyak namun tak terungkap dikarenakan banyak wanita yang enggan melaporkannya karena merasa malu, terancam atau diselesaikan secara kekeluargaan.
Perlu dicermati pelaku kekerasan dalam rumah tangga bukan saja didominasi para suami, tetapi juga kaum perempuan. Cukup banyak kasus KDRT yang dilakukan istri, baik terhadap suami maupun pada anak-anak mereka. Situs The Guardian pada tahun 2016 melansir tulisan bahwa 2 dari 5 korban KDRT di negeri Ratu Elizabeth itu adalah pria. Namun seringkali laporan itu diabaikan oleh pihak kepolisian, demikianlah yang dilaporkan oleh komunitas pembela hak asasi pria, Parity.
Data dari buletin Home Office dan British Crime Survey menunjukkan setidaknya 40 persen pria jadi korban KDT dalam periode 2004-2005 dan 2008-2009. Artinya, KDRT bisa dilakukan oleh suami ataupun istri.
Dalam Islam, tindakan kekerasan pada pasangan – terutama oleh suami – adalah kezaliman dan diharamkan. Nabi SAW. bersabda:
الْÙ…ُسْÙ„ِÙ…ُ Ù…َÙ†ْ سَÙ„ِÙ…َ الْÙ…ُسْÙ„ِÙ…ُونَ Ù…ِÙ†ْ Ù„ِسَانِÙ‡ِ ÙˆَÙŠَدِÙ‡ِ
Orang Islam itu adalah yang sesama muslim selamat dari gangguan lisannya dan tangannya (HR. Bukhari).
Khususnya kepada kaum lelaki, Rasulullah SAW. mengingatkan perilaku buruk berlaku kasar pada istri. Dalam kitab Riyadush Shalihin diriwayatkan bahwa Ijaas bin Abdullah bin Abu Dzubab ra. berkata: Rasulullah Muhammad SAW bersabda: “Jangan kamu memukul kaum wanita (hamba-hamba Allah).” Maka datang Umar kepada Rasulullah saw dan berkata: “Kini para isteri jadi berani kepada suaminya, sehingga Rasulullah Muhammad saw mengizinkan memukul mereka”. Mendadak rumah Rasulullah Muhammad saw telah dikerumuni oleh kaum wanita yang akan mengadukan kekajaman suaminya, maka bersabda Rasulullah Muhammad SAW: “Sungguh telah mengelilingi rumah Rasulullah SAW banyak sekali dari kaum wanita, mengeluh tentang kekejaman suaminya, mereka bukan orang yang baik di antara kamu.” (HR. Abu Dawud).
Namun siapa yang bisa menduga bila pasangan yang dinikahi ternyata berkarakter sumbu pendek. Temperamental bahkan mudah melakukan kekerasan. Perlu dibedakan antara orang yang insidental melakukan kekerasan dengan yang memang terbiasa bersikap keras dan kasar.
Adakalanya pasangan tak bisa mengendalikan diri kemudian melakukan pemukulan pada istri, atau mencakar wajah suami. Ini kejadian insidental. Tetapi bila pasangan berkali-kali melakukan tindak kekerasan apalagi eskalasinya meningkat, itu berarti ia memang pribadi yang terbiasa dengan kekerasan. Ini yang lebih patut diwaspadai dan dihindari.
Apa yang harus dilakukan bila menghadapi pasangan temperamental, khususnya kerap melakukan kekerasan?
Pertama, ajak diskusi. Sampaikan padanya dengan baik-baik bahwa emosi apalagi kekerasan tidak menyelesaikan masalah. Lebih baik bicara pada pasangan, dan saling menahan diri ketika emosi meluap. Katakan bahwa emosi dan kekerasan bisa berdampak buruk dalam hubungan Anda berdua.
Kedua, belajar saling memahami. Katakan bahwa pernikahan membutuhkan usaha saling memahami dan menerima kekurangan masing-masing. Karenanya belajarlah untuk menerima keadaan pasangan, saling memotivasi dan saling memaafkan.
Ketiga, belajar untuk saling mengendalikan emosi. Bersama pasangan, belajarlah untuk mengendalikan emosi. Pahami keadaan seperti apa yang harus dihindari yang bisa memicu pertengkaran. Mulailah banyak membaca ta’awudz dan istighfar ketika diri mulai merasa dikuasai amarah.
Keempat, ingatkan bahwa memukul pasangan tanpa hak adalah kezaliman. Suami memang diizinkan oleh Allah SWT. untuk memukul istri dalam rangka meluruskan kesalahannya, tetapi memukul pasangan tanpa hak adalah kezaliman.
Kelima, sebagai istri selalu ingat untuk menghormati kepemimpinan suami. Para wanita yang temperamental apalagi melakukan tindak kekerasan pada suami, wajib mengingat bahwa suami adalah pemimpin yang wajib ditaati. Merasa tinggi hati apalagi melakukan tindak kekerasan pada suami adalah perbuatan dosa.
Keenam, minta bantuan keluarga. Ketika kekerasan sudah menjadi-jadi maka perlu bantuan pihak ketiga untuk menegur sang pelaku. Keluarga besar harus dilibatkan agar memahami duduk persoalan dan bisa menegur anak atau saudara mereka yang melakukan hal itu.
Ketujuh, bercerai. Manakala kekerasan dirasa sudah tak bisa lagi dihentikan, dan mengarah pada tindakan yang membahayakan keselamatan, maka bercerai menjadi jalan keluar terbaik.
Hal yang amat penting yang justru tak ada dalam kehidupan umat Muslim hari ini adalah perlindungan terhadap warga masyarakat. Meningkatnya kekerasan dalam rumah tangga adalah cerminan minimnya perlindungan bagi warga, khususnya kaum perempuan. Sanksi yang ada tidak memberikan efek jera bagi pelakunya.
Sementara itu dalam Islam ada uqubat atau sanksi pidana yang keras bagi pelaku kekerasan termasuk pada pasangan mereka. Hal itu dikarenakan Islam telah menetapkan perlindungan bagi umat manusia. Sabda Nabi SAW.:
ÙƒُÙ„ُّ الْÙ…ُسْÙ„ِÙ…ِ عَÙ„َÙ‰ الْÙ…ُسْÙ„ِÙ…ِ Øَرَامٌ عِرْضُÙ‡ُ ÙˆَÙ…َالُÙ‡ُ ÙˆَدَÙ…ُÙ‡ُ
Setiap muslim atas muslim lain adalah haram (terjaga); kehormatannya, hartanya dan darahnya (HR. Tirmidzi).
Ada pasal hudud dan jinayat bagi segala tindak kekerasan. Ada qishshas dan diyat yang akan ditimpakan pada para pelaku, dengan rincian yang detil dalam Syariat Islam.
Maka gelombang KDRT bukan saja persoalan domestik di ranah privat, tetapi juga wajib melibatkan negara sebagai penjaga kehidupan sosial rakyatnya. Kehidupan penuh perlindungan seperti itu sudah diatur dalam hukum-hukum Islam. Sayang, hari ini umat hidup di alam liberalisme yang kian membuat kondisi sosial semakin terpuruk.
Oleh: Ustaz Iwan Januar
Pakar Parenting Islam
Sumber : iwanjanuar.com
0 Komentar