Topswara.com -- Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menggandeng sejumlah mitra swasta dan asing untuk memperkuat penanganan penurunan prevalensi stunting. Menurut Kepala BKKBN, Hasto, bangsa ini akan menghadapi bonus demografi, tapi di satu sisi angka stuntingnya masih 24,4 persen.
Oleh karena itu, dirancanglah
kerja sama yang dituangkan dalam nota kesepahaman (MoU) yang ditandatangani oleh BKKBN bersama Tanoto Foundation, PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMMAN), Yayasan Bakti Barito, dan PT Bank Central Asia Tbk serta Amerika Serikat, melalui United States Agency for International Development (USAID).
Hasto menuturkan, kolaborasi berupa peningkatan edukasi masyarakat dan sebuah implementasi berupa program gizi yang terintegrasi untuk mengatasi stunting melalui penerapan intervensi gizi berbasis bukti, untuk memperkuat layanan gizi melalui sistem kesehatan dari tingkat nasional hingga lokal. (https://jambi.antaranews.com/berita/522581/bkkbn-gandeng-mitra-swasta-dan-asing-perkuat-penanganan-stunting)
Paradoks Stunting
Indonesia adalah negeri yang kaya raya, gemah ripah loh jinawi. Bahkan tertuang dalam lagu “Tongkat Kayu dan Batu Jadi Tanaman” yang menggambarkan betapa subur dan makmurnya bumi pertiwi ini. Namun bagaimana bisa negeri dengan kesuburan dan kekayaan luar biasa bisa mengalami permasalahan stunting, gizi buruk bahkan kelaparan? Sungguh hal ini menjadi sebuah paradoks problematika stunting di negeri ini. Ibaratnya kelaparan di gudang pangan. Sungguh ironis.
Jika kita cermati secara mendalam, angka stunting yang semakin meningkat setiap tahunnya itu bersumber dari ketimpangan ekonomi akibat sistem kapitalisme yang diterapkan di negeri ini. Sistem kapitalisme telah menjadikan setiap kebijakan pemerintah tak berpihak kepada rakyat. Semua untuk kepentingan korporat.
Jika kita cermati, dari kerjasama yang dilakukan pemerintah saat ini untuk mengatasi stunting, seakan manis. Tanoto Foundation melakukan penelitian untuk menemukan rekomendasi praktis komunikasi perubahan perilaku tentang pemberian makanan bagi bayi dan anak. Studi penelitian dilakukan di Kalimantan Selatan, Sulawesi Barat, NTT, Maluku, Sumatra Barat, dan Jawa Barat. Yayasan Bakti Barito membantu dalam penyediaan nutrisi anak. Bank Central Asia dan USAID bisa jadi membantu dalam memenuhi pembiayaan atau berupa bantuan teknis karena dana yang dibutuhkan pemerintah untuk memerangi stunting pastinya tidaklah sedikit.
Ada udang di balik batu. Itulah pepatah yang tepat untuk kerjasama ini. Publik menilai bahwa kerjasama dengan swasta dan asing pastinya mereka pun ingin mendapat keuntungan. Publik patut mencurigai bahwa tujuan mereka bukanlah murni sekadar menolong dan membantu mengatasi stunting di negeri ini, akan tetapi ini sebagai pintu masuk bagi asing untuk mengeksploitasi potensi generasi dan mengarahkan pembangunan SDM sesuai kepentingan asing.
Selain itu, publik menilai bahwa kerjasama dengan asing semakin menegaskan berlepas tangannya pemerintah dari tanggung jawab menyejahterakan rakyatnya. Oleh karena itu, kerjasama dengan swasta maupun asing bukanlah solusi atasi stunting.
Sebetulnya, akar masalah dari problem stunting adalah minimnya kesejahteraan rakyat. Hal ini adalah suatu keniscayaan karena sistem kapitalisme menjadikan rakyat semakin miskin. Rakyat belum pulih perekonomiannya pasca pandemi, ditambah kebijakan menaikkan BBM, sehingga harga-harga barang pokok ikut meroket. Artinya, rakyat semakin tak mampu memenuhi kebutuhan pokoknya. Sehingga wajar angka stunting semakin tinggi.
Berbeda halnya dengan Islam. Islam memandang bahwa kesejahteraan adalah hak rakyat, dan itu adalah kewajiban negara. Negara Islam yaitu khilafah Islam mempunyai mekanisme dalam menyejahterakan rakyatnya.
Khilafah Islam mendorong setiap laki-laki yang sudah baligh untuk mencari nafkah. Apalagi sebagai kepala rumah tangga, maka wajib untuk menafkahi keluarganya. Oleh karena itu, negara pun mendukung hal tersebut dengan memberikan lapangan kerja seluas-luasnya.
Selain itu, khilafah Islam juga mendorong masyarakat untuk saling menolong. Islam mengutamakan keluarga dan tetangga untuk saling peduli. Jika ada yang kesulitan, terkena musibah dan sebagainya, maka sebagai saudaranya akan membantunya dengan mekanisme zakat, sedekah, dan sebagainya.
Khilafah Islam juga menerapkan sistem ekonomi Islam yang mengatur konsep kepemilikan untuk kemakmuran rakyat. Pemerintah Islam akan mengatur kepemilikan individu, umum, dan negara untuk kemaslahatan umat sehingga setiap individu rakyat terjamin kebutuhan sandang, pangan, papan, pendidikan, keamanan, dan kesehatannya.
Dengan demikian, hanya sistem khilafah Islam yang mampu menyejahterakan umatnya. Begitu rinci dan runut pengaturannya dalam memenuhi kebutuhan rakyatnya. Sehingga rakyat tak akan ada yang kekurangan gizi. Semua kebutuhan pokok umat akan terjamin dalam sistem khilafah.
Khalifah sebagai kepala negara memahami bahwa ia adalah pengurus dan bertanggung jawab atas rakyatnya sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “Imam (khalifah) raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab terhadap rakyatnya.” (HR Ahmad dan Bukhari).
Oleh: Asti Marlanti
(Aktivis Muslimah)
0 Komentar