Topswara.com -- Belakangan ini, KDRT menjadi salah satu topik yang kembali hangat diperbincangkan. Penyebabnya adalah adanya tindakan KDRT yang dilakukan terhadap seorang publik figur tanah air yang dilakukan oleh suaminya sendiri.
Berbondong-bondong rekan-rekan dan sahabat korban memberikan dukungan pada korban. Media pun ramai memberitakan berita tersebut sampai menjadi topik pembicaraan hangat dimana-mana.
Jika melihat fenomena ini, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa kasus KDRT masih ada. Berita terkait kasus KDRT bukan kali pertama di tanah air, bisa jadi bukan yang terakhir.
Data menyebutkan, berdasarkan data kementerian PPPA, jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan periode 1 Januari 2022 hingga 21 Februari 2022 tercatat sebanyak 1.411 kasus. Sementara, sepanjang tahun 2021 terdapat 10.247 kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan dengan jumlah korban 10.368 orang. (polri.go.id, 1/10/2022)
Mengingat KDRT menjadi salah satu masalah besar yang menimpa masyarakat, berbagai upaya telah coba dilakukan. Saat ini pemerintah telah mengeluarkan aturan mengenai KDRT yakni UU 23/2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT). Undang-undang ini memuat aturan larangan, hingga sanksi pidana bagi tindak pidana KDRT. (Detik.com, 30/09/2022).
Selain itu, ada pula ajakan untuk berani speak up bagi korban atau saksi KDRT. Hal ini disampaikan oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga (Kompas.com, 25/09/2022).
Sayangnya, sampai saat ini masalah KDRT masih menjadi PR besar yang belum terselesaikan. Speak up atas kekerasan adalah satu keharusan, hanya saja speak up saja tak akan mampu tuntaskan masalah KDRT.
Diperlukan adanya analisis mendalam terkait penyebab timbulnya KDRT sehingga bisa didapatkan solusi yang tepat. Jika berbicara terkait KDRT salah satu yang paling getol membahas hal tersebut adalah kaum feminis dengan ide kesetaraan gendernya.
Mereka memandang bahwa akar masalah KDRT adalah ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan. Kaum perempuan dianggap sebagai pihak yang lemah sehingga mudah menjadi korban kekerasan kaum laki-laki.
Sehingga ide yang selalu diusung kaum feminis adalah ide kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Tetapi benarkah demikian? Jika kita amati lagi saat ini, di sistem sekuler kapitalis, peluang timbulnya KDRT sangat besar untuk terjadi.
Pasalnya tidak ada regulasi dan dukungan dari negara untuk mewujudkan keluarga yang sakinah, mawadah, warahmah, pasalnya sistem kehidupan saat ini dibangun dengan asas sekuler, yakni memisahkan agama dari aspek kehidupan dan menjunjung tinggi kebebasan.
Sistem sekuler kapitalis menjadikan tidak ada aturan yang jelas terkait hubungan laki-laki dan perempuan. Ikhtilat, khalwat, pakaian terbuka, dan stimulus-stimulus pembangkit naluri seksual tersebar dimana-mana.
Suami dan istri tidak faham terkait dengan hak dan kewajiban, serta peran dalam keluarga, akibatnya hubungan suami istri tidak harmonis dan gampang goyah, apalagi ditambah banyaknya godaan dari luar, kemungkinan adanya perselingkuhan sangat besar terjadi.
Belum lagi sistem ekonomi dalam kapitalis menjadikan kemiskinan menjadi hal lazim adanya. Hal-hal tadi bisa jadi penyebab pertengkaran yang selanjutnya jadi pemicu tindakan KDRT. Apalagi jika nilai-nilai agama sudah tidak lagi diindahkan.
Melihat sekelumit hal tersebut, dibutuhkan solusi yang tepat dan dapat menyelesaikan masalah sampai tuntas. Perlu kita sadari bersama bahwa sesungguhnya satu-satunya solusi untuk memecahkan setiap masalah kehidupan adalah kembali kepada aturan Sang Pencipta. Sesungguhnya Allah SWT telah memberikan kepada kita aturan kehidupan yang paripurna melalui tauladan Rasulullah SAW.
Islam memiliki seperangkat aturan yang sempurna untuk mengatur kehidupan manusia, termasuk dalam penyelesaian masalah KDRT. Aturan tersebut antara lain mencakup aturan dalam rumah tangga, aturan dalam kehidupan sosial, aturan ekonomi, dan lainnya.
Negara Islam mendukung agar tercipta keluarga yang sakinah mawadah warahmah. Islam menetapkan bahwa kehidupan rumah tangga adalah kehidupan persahabatan yang dapat memberikan kedamaian dan ketentraman satu sama lain.
Oleh karenanya Islam telah mengatur dengan jelas hak dan kewajiban suami dan istri. Islam juga telah memerintahkan pergaulan yang makruf antara suami dan istri. Islam memerintahkan seorang istri taat pada suami, suami pun diperintahkan untuk bertindak ramah, lemah lembut pada istrinya, termasuk saat ia menginginkan istrinya.
Selanjutnya, Islam menetapkan kepemimpinan suami atas istri dalam rumah tangga dalam pengaturan dan pemeliharaan urusan-urusan rumah tangga, termasuk dalam membimbing dan mendidik istri agar senantiasa taat pada Allah SWT. Ketika seorang istri nusyuz, seorang boleh memukul istrinya dengan pukulan yang tidak membahayakan (menyakitkan), setelah sebelumnya dinasehati, dan dipisahkan tempat tidurnya.
Saat terjadi persengketaan yang dapat mengancam ketentraman, Islam mendorong suami istri untuk bersabar, Islam mendorong suami untuk mengurangi berbagai sarana yang dapat mengurangi sikap keras istri karena nusyuz mereka, jika hal tersebut tidak berhasil maka diperintahkan agar ada pihak ketiga (dari keluarga suami istri yang membantu menyelesaikan masalah), dan jika masih belum selesai, maka perceraian bisa menjadi solusi.
Selain adanya seperangkat aturan dalam rumah tangga tersebut, islam juga memiliki aturan kehidupan yang lain yang mendukung keharmonisan keluarga. Islam menutup celah-celah stimulus pembangkit naluri seksual seperti mencegah pornografi, mengatur aturan berpakaian, dan aturan pergaulan laki-laki dan perempuan.
Dalam bidang ekonomi pun, ekonomi Islam memiliki seperangkat aturan sehingga bisa tercipta kesejahteraan bagi masyarakat. Hanya saja itu semua baru bisa dilakukan jika Islam diterapkan secara sempurna sebagai aturan kehidupan.
Oleh: Astiningsih
Sahabat Topswara
0 Komentar