Topswara.com -- Beberapa waktu lalu dunia maya dihebohkan dengan kebocoran data yang dilakukan oleh hecker Bjorka. Dia berhasil meretas data pribadi baik pejabat maupun rakyat sipil lalu mengunggahnya di media sosial. Di Indonesia sendiri kebocoran data ini sudah terjadi sejak 2020.
Di lansir dari media online CNN 12 September 2022, pembocoran data pertama Bjorka di breached.to adalah data pelanggan Tokopedia yang dibobol pada April 2020 berukuran 11 GB (compressed) dan 24 GB (uncompressed). Isinya user ID, password hash, email, hingga nomor telepon. Selain itu Bjorka juga merilis 26 juta data pelanggan IndiHome. Isinya mencakup nama lengkap, email, gender, Nomor Induk Kependudukan (NIK), IP Adresse, hingga situs apa saja yang dikunjungi. Dan pada akhir Agustus Bjorka mengunggah 1,3 miliar data registrasi SIM card yang diklaim dibobol dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Isinya NIK, nomor telepon, provoider-nya, hingga tanggal registrasi. Tak berhenti mengejutkan rakyat Indonesia, Bjorka kembali membocorkan 105 juta data kependudukan dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), 6 September. Isinya adalah NIK, nomor Kartu Keluarga (KK), hingga nama lengkap
Kejadian ini terus berulang, dari 2016-2020 saja tercatat ada 182 kasus. Hal ini tidak bisa dianggap sepele karena untuk satu kasus saja berapa juta orang yang dirugikan. Sementara sampai saat ini belum ada regulasi perlindungan terhadap data-data tadi.
Sehingga sangat bahaya karena kebocoran data ini bisa disalahgunakan oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab seperti untuk pinjaman online, pemerasan, akses akun-akun online sampai pada pemalsuan identitas.
Sungguh miris respons para pejabat terkait peristiwa hecker ini. Mereka terkesan abai dan terkesan melempar tanggung jawab. Salah satunya respons yang disampaikan Menkopolhukam Mahfud MD, dia mengatakan bahwa data yang diretas bukan data rahasia negara tetapi data umum saja. Begitu juga dengan Menkominfo hanya memberi wejangan agar masyarakat lebih menjaga NIK dan sering mengganti password platform digital mereka.
Padahal, semua fakta di atas harusnya jadi peringatan untuk kita semua terutama pihak yang berwenang. Ini menunjukan negeri ini benar-benar tidak memiliki kedaulatan digital. Negara telah gagal memberikan perlindungan terhadap warganya termasuk keamanan digital. Buktinya Kemenkominfo dan BSSN pun nyatanya gagal melindungi pertahanan digital pemerintah. Wong data mereka pun bisa dijebol.
Ternyata, di dalam Islam aktivitas hecker ini terkategori tajassus. Tajassus sendiri artinya menyelidiki berita/informasi (memata-matai). Terkait hukum tajassus ini tergantung pada objek yang ditajassusi. Jika yang diselidiki beritanya orang Muslim atau kafir dzimi (orang kafir yang menjadi rakyat daulah) hukumnya haram.
Terkait ini dijelaskan dalam surah Al-Hujurat ayat 12 yang artinya, "Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang."
Akan tetapi jika yang diselidiki itu kaum kafir harbi baik fi'lan atau hukman, maka hukumnya boleh, karena Rasulullah SAW pernah melakukan hal demikian yaitu dengan mengutus Abdullah bin Jahsy untuk memata-matai kaum Quraisy di Makkah.
Sementara itu, data yang diheck Bjorka itu ada kemungkinan milik kaum Muslim maupun kafir harbi. Jadi ya berdosa ketika melakukan hal tersebut. Tentu saja, kasus Bjorka ini tidak akan terjadi jika Islam sebagai solusi. Jikalau pun ada, mungkin tak sampai kecolongan karena negara akan benar-benar menjalankan perannya sebagai pengurus dan pelindung urusan masyarakat.
Negara akan melakukan apa pun untuk memastikan fungsi kepemimpinan ini berjalan dengan sempurna. Karena keimanan para pejabatnya kokoh sehingga mereka paham bahwa jabatannya akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak. Sehingga mereka pun terdorong bertindak hati-hati jangan sampai melanggar syariat dan mengkhianati semua amanah yang ada di pundaknya.
Oleh sebab itu marwah negara dan rakyatnya menjadi hal yang sangat dijaga. Hal ini sejalan dengan penerapan syariat Islam kaffah yang menutup celah kelemahan di semua bidang kehidupan termasuk kemandirian dan kedaulatan negara dijaga penuh dengan sistem hankam dan politik luar negeri Islam.
Penerapan semua aturan Islam ini mencegah siapa pun melakukan hal yang akan menimbulkan kemudaratan. Aktivitas spionase/tajassus yang melemahkan negara akan dilawan dengan penyiapan SDM dan kekuatan teknologi yang mumpuni.
Semua itu berangkat dari sebuah paradigma bahwa pemimpin dalam Islam pengurus urusan umat dan penjaga kemaslahatan mereka. Kasus Bjorka semestinya menyadarkankan kita semua akan buruknya sistem hidup yang saat ini diterapkan. Sekaligus menjadi motivasi agar sistem kepemimpinan Islam pada masa sekarang segera terwujud. Allahu Akbar.[]
Oleh: Herma Maryati
Muslimah Pembelajar di Depok
0 Komentar