Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kapitalisme Pabrik Penyakit Mental


Topswara.com -- Yang dilahirkan dalam sistem yang rusak adalah kerusakan. Kapitalisme terbukti menjadi pabrik penyakit mental. Dilansir dari floreseditorial.com (6/8/2022), seorang mahasiswa berinisial A (23) nekat melakukan aksi bunuh diri di rumahnya di Jalan Pepabri Raya Blok C, Kunciran, Pinang, Kota Tangerang, Banten. 

Korban diketahui mengalami overdosis akibat konsumsi obat dalam jumlah yang banyak. Korban yang masih berstatus mahasiswa ini mengakhiri hidupnya karena diduga depresi. Ia depresi karena memiliki nilai akademis jelek di kampusnya.

Miris sekali hanya karena nilai akademis jelek, dengan mudahnya mengambil jalan pintas untuk bunuh diri. Bukankah nilai jelek masih bisa diperbaiki? Begitu rapuhnya kondisi mental pemuda saat ini.

Kasus bunuh diri disebabkan permasalahan yang receh tidak hanya sekali, dua kali terjadi tetapi ratusan. Sebagaimana dilansir pada laman resmi Asosiasi Pencegahan Bunuh Diri Indonesia (INASP), terdapat 670 jumlah kasus bunuh diri yang resmi dilaporkan. Selain itu, terdapat lebih dari 303 persen kasus bunuh diri yang tidak dilaporkan, data tersebut diperoleh berdasarkan perbandingan data kepolisian dan SRS. (CNBC.com 10/10/2022).

Menurut WHO, 2019, sekitar 800.000 orang meninggal akibat bunuh diri per tahun, di dunia. Angka bunuh diri lebih tinggi pada usia muda. Di Asia Tenggara, angka bunuh diri tertinggi terdapat di Thailand yaitu 12.9 (per 100.000 populasi), Singapura (7,9), Vietnam (7.0), Malaysia (6.2), Indonesia  (3.7), dan Filipina (3.7). Perilaku bunuh diri (ide bunuh diri, rencana bunuh diri, dan tindakan bunuh diri) dikaitkan dengan berbagai gangguan jiwa, misalnya gangguan depresi. (Kemkes.go.id 6/9/2022)

Jika melihat fakta di atas sangat tinggi sekali angka bunuh diri pada usia muda. Usia yang seharusnya memaksimalkan potensi yang mereka miliki untuk kebermanfaatan sesama, usia untuk menciptakan inovasi-inovasi terdepan dalam berbagai aspek kehidupan. Tetapi mengapa perilaku bunuh diri seakan menjadi trend dikalangan anak muda?

Sebagaimana yang diketahui tanggal 10 Oktober adalah hari kesehatan mental, dilansir dinkes.ntbprov.go.id (10/10/2022) Hari Kesehatan Jiwa Sedunia (HKJS) diperingati untuk meningkatkan kepedulian dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya kesehatan jiwa.

HKJS tahun 2022 ini merupakan peringatan yang ke-28 mengusung tema ”Make Mental Health and Well Being for all a Global Priority‘ atau ”Jadikan kesehatan mental untuk semua sebagai prioritas global”.

Sebenarnya apa esensi perayaan Hari Mental Sedunia jika setiap tahunnya penyakit mental makin banyak. Penyakit mental ini tidak tiba-tiba terjadi, namun karena tercipta karena keadaan saat yang sudah rusak. Berikut beberapa penyebabnya. Pertama, ekonomi yang diterapkan saat ini adalah ekonomi kapitalisme yang mana membuat orang-orang berlomba-lomba memupuk harta benda, kekuasaan, jabatan untuk kesenangan yang semu. Mereka dianggap ada jika memiliki materi yang berlimpah, jika tidak maka siap-siap untuk ditendang dari kehidupan.

Kedua, lingkungan yang hedonisme, membuat seseorang berlomba-lomba untuk menampilkan yang terbaik di depan manusia. Ia rela merogoh kocek yang dalam demi penampilan yang semu. Dari ujung rambut sampai ujung kaki mengenakan barang branded. Makanya subur sekali pinjol dalam sistem kapitalisme, karena pinjol dianggap sebagai jalan singkat dalam memberikan dana untuk memenuhi gaya hidup. 

Ketiga, media yang senantiasa menampilkan seorang influencer yang tengah liburan mewah, mengenakan barang-barang branded. Menyebabkan orang lain ingin melakukan hal yang sama. Oleh karenanya, ada istilah "healing, jangan kerja terus" dan lainnya. 

Adanya hari kesehatan mental, menunjukkan bahwa kapitalisme merupakan pabrik penyakit mental. Karena dalam sistem ini menjadikan seseorang tujuan hidupnya mencari materi sebanyak-banyaknya. 

Meski tiap tahun hari kesehatan mental diperingati nyatanya tidak membawa perubahan yang mengakar untuk menyelesaikan permasalahannya.

Berbeda dengan sistem Islam. Islam memiliki cara pandang yang melampaui batas, artinya ia tidak hanya memikirkan dunia tetapi akhirat juga. Dunia dijadikan alat untuk meraih akhirat, orientasi hidup mereka adalah akhirat. 

Umat Islam paham cara menyikapi qada dan qadar dari Allah. Dan itu membuat mereka lebih tenang dalam menjalankan kehidupan. Ia akan fokus pada hal-hal yang mampu mendatangkan ridha Allah. Karena seluruh perbuatan bersandar pada hukum syarak. Allah lah yang menjadikan penentu perbuatan itu baik atau buruk.

Sebagaimana firman Allah QS. Al-Baqarah Ayat 216 "Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui".

Sehingga masyarakat yang berada dalam bingkai khilafah tidak akan terkena penyakit mental. Islam sangat menjaga kewarasan jiwa individu masyarakat. Dengan kesehatan mental seseorang akan lebih maksimal dalam beribadah kepada Allah. Tidakkah kita merindukan sistem yang mampu menjaga kewarasan jiwa?


Oleh: Alfia Purwanti
Analisis Mutiara Umat Institute 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar