Topswara.com -- Doni Riwayanto atau yang akrab disapa Doni Riw Entrepreneur Muslim dan Influencer mengatakan bahwa puncak peradaban modern hari ini adalah literasi.
“Puncak peradaban yang sedang kita jalani hari ini ada pada literasi. Tidak sekadar soal ilmu.Teknologi berupa smartphone atau ilmu pengetahuan yang berkembang pesat di peradaban modern, persoalannya bukan pada ilmunya itu sendiri, tetapi bagaimana ilmu itu dituliskan dalam sebuah literasi,” katanya dalam acara Ngaji Subuh Kajian Jurnalistik Dakwah: Menulislah, Anda Akan Kekal, di kanal YouTube Ngaji Subuh, Selasa (27/09/2022).
Ia menyebutkan bahwa puncak perbedaan antara peradaban sekarang dengan peradaban-peradaban sebelumnya ada pada tulis-menulis. Peradaban ilmu yang dituliskan.
Tidak sekadar menjadikan pelakunya kekal tetapi juga bisa menyebar. Bahkan jika dibandingkan dengan peluru, hanya menembus satu kepala untuk satu peluru. Tetapi satu tulisan saja bisa menembus jutaan kepala.
Titik pemisah antara zaman prasejarah dan zaman sejarah juga terlihat karena adanya penemuan tulisan. Sehingga dikatakan zaman prasejarah adalah zaman sebelum ada tulisan, dan zaman sejarah karena sudah ada tulisan. Kemudian berkembang menjadi peradaban literasi.
Doni Riw menguatkan pernyataannya dengan mencontohkan salah satu karya tulis ilmiah yang diberlakukan di perguruan tinggi sebagai syarat untuk mendapatkan gelar akademik sarjana.
“Kita semua ketika mau mendapatkan gelar akademis misalnya. Lulus S1 menjadi sarjana, syaratnya ya menuliskan ilmu yang kita pelajari selama kuliah dalam sebuah karya tulis yang kita sebut skripsi. Saat S2 menulis tesis. Ketika S3 menulis disertasi dan lain sebagainya. Atau ketika sudah terjun di masyarakat, orang-orang hebat itu menulis buku atau berbagai macam karya-karya tulisnya,” jelasnya.
Ia juga menjelaskan mukjizat Rasulullah SAW diturunkan oleh Allah SWT yaitu Al-Qur’an adalah untuk mengalahkan peradaban akhir zaman dan harus mengungguli pencapaian pada masanya. Puncak peradaban saat Al-Qur’an diturunkan adalah peradaban sastra. Dan orang-orang Quraisy adalah ahli sastra yang luar biasa.
Al-Qur'an datang sebagai beyond sastra. Ahli-ahli sastra zaman Nabi saw paham benar bahwa Al-Qur’an yang dibawa oleh Rasulullah Muhammad SAW bukanlah buatan Nabi sendiri. Mereka sangat memahaminya karena mereka adalah pesastra atau penulis-penulis sastra yang hebat. Maka ketika mendengar Al-Qur'an, jelas mereka yakin bukan buatan manusia.
Dan kemukjizatan Al-Qur’an tidak hanya di zaman Nabi SAW. Tetapi sampai sekarang. Maka tentu saja Al-Qur’an juga harus menaklukkan puncak peradaban zaman ini.
Puncak peradaban zaman sekarang bukan soal jalan tol, pesawat, smartphone-nya, komputer, dan lain sebagainya. Melainkan soal ilmu cara membuat benda-benda tersebut. Sehingga peradaban ini adalah peradaban ilmu yang tidak sekedar ilmu, tetapi ilmu yang diliterasikan.
Oleh karena itulah, menurut Enterprenuer dan influencer tersebut, erat hubungannya antara peradaban di masanya dengan mukjizat yang diturunkan kepada para Nabi. Mukjizat diturunkan untuk melemahkan manusia dengan puncak peradabannya.
“Mukjizat itu artinya adalah melemahkan, yaitu melemahkan manusia. Maksudnya, ketika mukjizat itu datang, kelemahan manusia itu benar-benar tampak. Ketika Allah SWT menurunkan mukjizat, menampilkan mukjizat, mendatangkan mukjizat, selalu berkaitan dengan pencapaian tertinggi dalam peradaban,” ungkapnya.
Sebagaimana Al-Qur’an sebagai mukjizat untuk akhir zaman, begitu jugalah pada peradabannya Firaun. Ketika Nabi Musa diutus, pencapaian tertinggi peradaban Firaun adalah sihir bukan piramida.
Allah menampilkan kemukjizatan kepada mereka melalui Nabi Musa, mukjizatnya sihir. Ketika para penyihir-penyihir Firaun bisa mengubah tali seolah-olah menjadi ular, maka mukjizatnya Nabi Musa itu bukan mengubah tali seolah menjadi ular. Tetapi mengubah tongkatnya benar-benar menjadi ular.
Tongkat itulah yang kemudian memakan tali atau ular-ular palsu, ular gadungan dari para penyihir itu. Sehingga wajar jika yang beriman pertama adalah para penyihir itu. Karena mereka tahu benar bahwa apa yang dilakukan oleh Nabi Musa as. adalah beyond.
Juga seperti di zaman Nabi Isa as. Mukjizat yang dihadirkan kepada Nabi Isa adalah kemampuan untuk menyembuhkan penyakit. Penyakit kusta disentuh saja oleh Nabi Isa bisa sembuh. Apalagi kemudian dilanjutkan dengan bisa menghidupkan makhluk yang sudah mati.
Itulah beyond dari pencapaian zaman Nabi Isa as. Tentu saja tidak ada tabib yang bisa menghidupkan orang mati atau bahkan sekedar menyembuhkan orang hanya dengan dipegang. Maka mukjizat pencapaian peradaban itu adalah teknologi penyembuhan, ilmu tentang pengobatan.
Doni Riw juga tidak lupa mengingatkan tentang arah pergerakan dakwah zaman modern, tidak hanya dengan lisan tetapi juga harus dibarengi dengan tulisan.
“Nah, begitu juga dengan pergerakan dakwah. Pergerakan dakwah itu selain dengan lisan juga tulisan. Kalau lisan itu sebelum dalam konteks video, ngomong secara live. Begitu disampaikan terdengar, selesai. Beda kalau sudah masuk konteks video. Bisa diputar ulang. Nah, kalau tulisan itu bertahan lama,” bebernya.
Tulisan bisa dibaca kapan pun sebagai bentuk dari kelebihannya. Serta sekali lagi katanya mampu mengekalkan ilmu dalam konteks kekekalan dunia bukan kekekalan akhirat.
Para ulama-ulama terdahulu panen pahala melalui tulisan-tulisan mereka. Misalnya Imam Syafi'i yang menulis berbagai macam kitab dan dibaca sampai sekarang. Menulis itu memang mengekalkan dan berpotensi untuk mengalirkan pahala.
“Menulislah agar kekal. Sebenarnya simpel saja, dengan menulis kita itu akan tetap ada meskipun kita sudah meninggal. Apalagi kalau tulisannya adalah dakwah. Maka karya-karya itu meskipun kita sudah meninggal, karya tulis itu masih akan terus dibaca,” pungkasnya. [] Atikah Nur dan M. Siregar
0 Komentar