Topswara.com -- Peran perempuan di dalam keluarga tidak hanya mengurus suami dan anak-anaknya, tetapi juga memiliki tanggung jawab dalam mengelola keuangan keluarganya.
Saat ini, sudah menjadi sebuah kenyataan yang tidak bisa dibantah bahwa begitu banyak perempuan yang tampil sebagai manajer keuangan rumah tangganya. Bukan hanya mengelola, melainkan bisa jadi turut serta menjadi sumber pendapatan keluarga dengan cara yang beragam.
Keluarga merupakan kelompok terkecil, terpenting dan sangat mendasar dalam masyarakat dan bernegara. Salah satu permasalahan dalam keluarga yang dapat berujung kepada perceraian adalah masalah keuangan yang tidak dapat dikelola dengan baik.
Pengelolaan keuangan dalam keluarga adalah cara mengatur keuangan keluarga dengan sistematis dan cermat melalui tahap perencanaan, implementasi dan evaluasi.
Ibu rumah tangga dalam pengelolaan keuangan keluarga haruslah berpikir cerdas, cermat dan tepat dalam penggunaan keuangan agar senantiasa tercipta keluarga yang baik dan mengalami pertumbuhan secara kontiniu.
Dengan kemampuan ibu rumah tangga dalam pengelolaan keuangan keluarga secara tepat guna, tepat waktu, tepat tempat, tepat harga, dan tepat kualitas akan terwujudlah kesejahteraan keluarga.
Namun di era yang serba angka sekarang ini tentu tidaklah mudah menjalankan fungsi sebagai menteri keuangan keluarga. Dilematis memang, disatu sisi kita ingin berdedikasi penuh untuk suami dan anak, namun disisi lain tuntutan kebutuhan hidup memaksa para wanita ini keluar rumah untuk mencari penghasilan tambahan sebagai bentuk menyokong segala kebutuhan yang serba kekurangan.
Adapun jika dengan terpaksa wanita harus keluar rumah untuk bekerja ada hal-hal yang perlu diperhatikan, diantaranya:
Pertama, pekerjaannya tidak mengganggu kewajiban utamanya dalam urusan dalam rumah, karena mengurus rumah adalah pekerjaan wajibnya, sedang pekerjaan luarnya bukan kewajiban baginya, dan sesuatu yang wajib tidak boleh dikalahkan oleh sesuatu yang tidak wajib.
Kedua, harus dengan izin suaminya, karena istri wajib mentaati suaminya.
Ketiga, menerapkan adab-adab islami, seperti: Menjaga pandangan, memakai hijab syar’i, tidak memakai wewangian, tidak melembutkan suaranya kepada pria yang bukan mahram, dan lain-lain.
Keempat, pekerjaannya sesuai dengan tabi’at wanita, seperti: mengajar, dokter, perawat, penulis artikel, buku, dan lain-lain.
Kelima, tidak ada ikhtilat di lingkungan kerjanya. Hendaklah ia mencari lingkungan kerja yang khusus wanita, misalnya: Sekolah wanita, perkumpulan wanita, kursus wanita, dan lain-lain.
Keenam, hendaklah mencari dulu pekerjaan yang bisa dikerjakan di dalam rumah. Jika tidak ada, baru cari pekerjaan luar rumah yang khusus di kalangan wanita. Jika tidak ada, maka ia tidak boleh cari pekerjaan luar rumah yang campur antara pria dan wanita, kecuali jika keadaannya darurat atau keadaan sangat mendesak sekali, misalnya suami tidak mampu mencukupi kehidupan keluarganya, atau suaminya sakit, dan lain-lain.
Kadang terbetik dalam benak kita, mengapa Islam terkesan mengekang wanita?
Andaikata kita mau membuka mata lebar, inilah doktrin yang selama ini sering dijejalkan para musuh Islam, mereka menyuarakan pembebasan wanita, padahal dibalik itu mereka ingin menjadikan para wanita sebagai obyek nafsunya, mereka ingin bebas menikmati keindahan wanita, dengan lebih dahulu menurunkan martabatnya, mereka ingin merusak wanita yang teguh dengan agamanya agar mau mempertontonkan auratnya, sebagaimana mereka telah merusak kaum wanita mereka.
Lihatlah kaum wanita di negara-negara Barat, meski ada yang terlihat mencapai posisi yang tinggi dan dihormati, tapi kebanyakan mereka dijadikan sebagai obyek dagangan hingga harus menjual kehormatan mereka, penghias motor dan mobil dalam lomba balap, penghias barang dagangan, pemoles iklan-iklan di berbagai media informasi, dan lain-lain.
Wanita mereka dituntut untuk berkarir padahal itu bukan kewajiban mereka, sehingga menelantarkan kewajiban mereka untuk mengurus dan mendidik anaknya sebagai generasi penerus. Selanjutnya rusaklah tatanan kehidupan masyarakat mereka.
Tidak berhenti di sini, mereka juga ingin kaum wanita kita rusak, sebagaimana kaum wanita mereka rusak lahir batinnya, dan diantara langkah awal menuju itu adalah dengan mengajak kaum wanita kita dengan berbagai cara agar mau keluar dari rumah mereka.
Sungguh Islam merupakan aturan dan syariat yang paling tepat untuk manusia, Aturan itu bukan untuk mengekang, tetapi untuk mengatur jalan hidup manusia, menuju perbaikan dan kebahagiaan dunia dan akhirat. Islam dan pemeluknya, ibarat terapi dan tubuh manusia, Islam akan memperbaiki keadaan pemeluknya, sebagaimana terapi akan memperbaiki tubuh manusia.
Jadi Islam tidak mengekang wanita, tetapi mengatur wanita agar hidupnya menjadi baik, selamat, tentram, dan bahagia dunia akhirat. Begitulah cara Islam menghormati wanita, menjauhkan mereka dari pekerjaan yang memberatkan mereka, menghidarkan mereka dari bahaya yang banyak mengancam mereka di luar rumah, dan menjaga kehormatan mereka dari niat jahat orang yang hidup di sekitarnya.
Begitu berat memang peran wanita sebagai seorang ibu. Namun apabila peran itu dilakukan semata-mata untuk mendapat ridha dari Allah SWT, Insya Allah akan terlaksana dengan berbagai kemudahan atas pertolongan dari Allah SWT.
Oleh karena itu, berbahagialah wahai kaum wanita, karena kepadamulah telah dipercayakan tugas mulia oleh Sang Maha Pencipta, bahwa dari rahimmu yang subur akan lahir putra-putri generasi penerus.
Karenanya menjadi kewajiban, tidak hanya mendidiknya sekedar dengan limpahan materi dan benda-benda kebutuhan hidup semata. Namun yang terpenting adalah berkatilah mereka, putra-putrimu dengan akhlak baik, budi pekerti, iman dan ketakwaan
Wallahu’alam bishwab
Oleh: Santi Rahayu
Aktivis Muslimah
0 Komentar