Topswara.com -- ‘Orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat dan batu jadi tanaman’. Penggalan lagu karya Koes Plus yang dirilis tahun 1970 ini bukan hanya sekadar lagu, tetapi merupakan fakta bahwa Indonesia adalah negara yang kaya, bahkan Indonesia di mata dunia adalah negara ‘paru-paru dunia’.
Sebutan ini bukan isapan jempol belaka, karena Indonesia dikelilingi oleh lautan, hutan, dan gunung yang begitu subur, flora dan fauna yang beragam. Begitu pula dengan yang terkandung di dalam perut bumi Indonesia; hasil tambang, batu bara hingga minyak dan gas bumi. Tetapi sayangnya kekayaan ini tidak dapat dinikmati oleh rakyat Indonesia. Mengapa?
Penambahan Investasi Freeport di RI, Is It Worth It?
PT Freeport Indonesia akan menambah investasinya di Indonesia mencapai USD 18,6 miliar atau setara Rp. 282,32 triliun hingga 2041 nanti. Hal ini disampaikan oleh Chairman of the Board and CEO Freeport McMoRan, Richard C.Adkerson ketika memberikan orasi ilmiah di Institut Sepuluh November (ITS) Surabaya, Selasa (4/10).
Richard menjelaskan, PT Freeport Indonesia dalam periode 1973 hingga 2021 telah menggelontorkan dana investasi sebesar USD 18 miliar. Angka tersebut akan bertambah USD 18,6 miliar hingga 2041 mendatang. Diakuinya bahwa investasi yang digelontorkan termasuk pembangunan smelter di Gresik, Jawa Timur.
Richard Anderson mengatakan sejak 1992 hingga 2021, Indonesia mendapatkan untung sekitar US$ 23,1 miliar atau Rp 353,43 triliun. Untung ini diperoleh dari pajak, royalti, dividen, biaya dan pembayaran lain. Untuk investasi hingga 2041 estimasi untung yang diperoleh Indonesia mencapai US$ 80 miliar atau Rp 1.224 triliun. Dengan catatan harga tembaga berada di kisaran US$ 4 per pound dan harga emas US$ 1,800 per ounce. Seperti dikutip dari kanal Youtube Kementrian Investasi/BKPM.
Lebih lanjut Richard menambahkan "Pemerintah Indonesia dapat 70 persen keuntungan langsung dari operasional ini, 70 persen dari pajak dan lainnya. Jumlah itu lebih tinggi dari negara lainnya di dunia. Kalau ada yang bilang dapatnya nggak banyak, cek aja fakta ini, kasih tau mereka," ungkapnya.
Diketahui PTFI juga menggelontorkan US$ 1,9 miliar selama 1992-2021 untuk investasi sosial. Rinciannya adalah pendidikan 30 persen, budaya, olahraga, sosial 10 persen, hubungan pemangku kepentingan 18 persen, infrastruktur 11 persen, ekonomi 12 persen, kesehatan 20 persen, dan lainnya 1 persen.
Lalu bagaimana sebenarnya kesepakatan investasi antara PTFI dan pemerintah sehingga mereka rela menggelontorkan dana untuk keperluan Indonesia? Ataukah Indonesia yang telah lengah terhadap kekayaan alam yang dikuasai asing?
Sejarah Panjang PTFI dan Pemerintah Indonesia
Freeport-McMoRan Co and Gold Inc. atau Freeport NYSE adalah salah satu produsen emas terbesar di dunia. Perusahaan asal Amerika ini memiliki beberapa anak perusahaan, termaksud PTFI atau PT Freeport Indonesia, PT Irja Eastern Minerals dan Atlantic Copper, S.A.
Diketahui Freeport berhasil masuk ke Indonesia pada tahun 1967 atas izin rezim orde lama, dilanjutkan dengan penandatanganan kontrak karya selama 30 tahun menjadi sejarah panjang PT Freeport berada di Indonesia.
Selanjutnya setelah mendapatkan izin mereka menemukan pegunungan Grasberg yang lebih menjanjikan yaitu salah satu tambang terbesar di dunia. Tambang ini pun mengandung tembaga dan perak untuk pasar dunia, maka dibuatlah kontrak baru dengan istilah Kontrak Karya II. Kontrak ini berlaku pada tahun 1991 hingga 2021.
Kontrak ini berhasil membuat Freeport dapat melakukan penambangan di sekitar wilayah seluas 2,6 juta hektar yang sebelumnya hanya seluas 10.908 hektar. Artinya Freeport berhasil membujuk rezim dengan investasi yang katanya menguntungkan Indonesia, serta menjanjikan pajak yang cukup besar.
Rezim menilai Freeport adalah faktor terpenting baik di bidang politik maupun ekonomi. Hubungan kontrak baru ini pun berkembang menjadi hubungan yang mendukung antara Freeport dan pemerintah Indonesia, militer dan elit politik nasional. Sebagai balasannya, Freeport secara politis dan militer didukung oleh pemerintah.
Isi kontrak karya II selain untuk memperluas wilayah juga divestasi saham dari Freeport ke Indonesia sebanyak 10 persen. Namun, divestasi baru dilakukan oleh Freeport pada tahun 2018. Saham yang dimiliki Freeport-McMoRan sebesar 90,67 persen. Saham ini berasal dari anak perusahaan PT Freeport Indonesia, sisanya dimiliki pemerintah Indonesia di Jakarta.
Pada awal 2006 sejumlah masyarakat setempat melakukan protes di Jakarta dan Timika. Mereka menuntut PT Freeport meningkatkan pembagian hasil perusahaan yang hanya 1 persen hingga 7 persen. Seharusnya dari divestasi saham yang terlambat saja Indonesia patut merenung bahwa Freeport tidak mematuhi kontrak yang berlaku. Selain itu banyak pelanggaran yang dilakukan Freeport di Indonesia khususnya terkait pelanggaran lingkungan dan Hak Asasi Manusia (HAM).
Seperti Tikus yang Mati di Lumbung Padi
Dilansir dari Kontan.co.id pada penghujung tahun 2018 akhirnya pemerintah Indonesia menggenggam 51,2 persen secara sah saham PT Freeport Indonesia (PTFI). Kepastian itu disampaikan langsung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Presiden usai menerima laporan Menteri Energi Sumber Daya Mineral dan bertemu pihak Freeport, Jumat (21/12) siang. “Saham PTFI 51,2 persen sudah beralih ke PT Inalum (Persero), sudah lunas,” ujar Presiden Jokowi di Kantor Presiden.
Pemerintah Indonesia pun kini pemegang mayoritas saham Freeport. Artinya, pemasukan pemerintah dari sektor pajak maupun non pajak akan jauh lebih baik dari sebelumnya. Tampaknya Pemerintah sedang meyakinkan publik bahwa keberadaan Freeport di Papua sangat bermanfaat untuk Indonesia.
Namun kenyataannya kita tahu sendiri bahwa keberadaan Freeport di Papua, jangankan memberi dampak positif bagi negara, bahkan bagi Papua sendiri tidak. Adanya demo masyarakat setempat kepada pihak Freeport mengisyaratkan betapa banyaknya kerugian yang didapat oleh Papua. Seperti rusaknya lingkungan di sekitar tambang, pelanggaran pajak dan divestasi, pelanggaran HAM bagi pekerja Indonesia dan lain-lain.
Seperti tikus yang mati di lumbung padi, itulah perumpamaan yang tepat yang menggambarkan kehidupan Indonesia saat ini. Di tengah carut-marut tingginya harga BBM dan bahan pangan, rezim memperpanjang kontrak dengan pihak asing untuk mengelola SDA yang ada di bumi pertiwi.
Hasil tambang; seperti mineral, batu bara, emas, perak bahkan minyak bumi dialihkuasai oleh asing lewat investasi oleh PTFI ke Indonesia. Tindakan zalim penguasa yang memperpanjang investasi tidaklah relevan dengan kondisi negara saat ini. Pasalnya jika hasil tambang dikelola dan diurusi oleh negara nampaknya resesi yang dikabarkan melanda Indonesia tahun depan tidak akan terjadi.
Atau bahkan keadaan sekarang akan berubah, mengingat dalam sebuah hadis Rasulullah bersabda, “kaum muslimin berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api” (HR. Abu Dawud dan Ahmad). Negara tidak boleh menjual atau bahkan berpolitik dengan hak rakyat, meraup keuntungan sebanyak-banyaknya demi keuntungan rezim namun mengabaikan kepentingan umum yang lebih penting.
Ideologi Kapitalisme Usang, Saatnya Berganti ke Ideologi Islam
Perpanjangan investasi PT Freeport menjadi momok yang menakutkan bagi masyarakat setempat. Pasalnya kesejahteraan masih sangat jauh dari kehidupan masyarakat Papua, khususnya masyarakat Amungme dan Kamoro yang berada di sekitar tambang.
Padahal jika dikelola oleh negara maka kesejahteraan akan merata bukan hanya milik rezim yang berkuasa. Inilah wajah asli oligarki di negeri ini, bahwa sistem demokrasi membuka jalannya para elit dan asing untuk ikut berkuasa dalam politik.
Artinya kepentingan politik dan ekonomi hanya berasaskan manfaat oleh para pemangku kebijakan. Dengan demikian posisi para elit yang bebas mengeksploitasi SDA demi kepentingan kelompok maupun individu dilindungi oleh pemerintah atas dasar manfaat dan keuntungan sepihak para rezim.
Sedangkan kepentingan masyarakat, khususnya masyarakat yang berada di sekitar tambang terabaikan. Lihat saja nasib masyarakat Papua sekarang, jika keberadaan Freeport berdampak baik bagi mereka maka tidak akan ada kemiskinan yang melanda, kesenjangan sosial antara warga setempat dengan pekerja asing maupun kelaparan.
Pemerintah harusnya dapat mengatasi permasalahan yang muncul akibat investasi Freeport yang faktanya banyak merugikan Indonesia. Sistem ekonomi kapitalisme yang cenderung bertindak dengan menggunakan modal yang sedikit tapi memperoleh keuntungan sebanyak-banyaknya jelas menjadi bumerang bagi negeri ini. Sehingga banyak mengesampingkan nilai-nilai kemanusiaan, lebih-lebih eksploitasi alam yang berlebihan yang bahkan merusak hajat publik.
Penambahan investasi tambang Freeport yang katanya akan memberi keuntungan bagi negara ini adalah bentuk tidak becusnya pemerintahan dalam mengelola kekayaan alam. SDA yang harusnya menjadi milik rakyat berubah fungsi, sistem ekonomi yang dianut negeri ini yaitu kapitalisme memungkinkan pihak asing untuk menguasai SDA lewat para pemangku kebijakan yang hanya menilai untung rugi bukan kebermanfaatannya untuk masyarakat banyak.
Sedangkan, nasib rakyat hanya mendapat janji manis dari rezim. Oleh karenanya rezim dan masyarakat harus sadar bahwa tidak ada sistem yang mampu menangani hajat umat seadil-adilnya jika masih mempertahankan sistem sekularisme kapitalisme.
Berbeda dengan sistem Islam. Dalam Islam kepemilikan umum dikelola oleh negara dan diberikan kepada masyarakat secara adil. Adapun seperti air, laut, maupun hasil alam yang langsung bisa dinikmati oleh masyarakat boleh digunakan secara umum tanpa ada privatisasi.
Sedangkan hasil tambang seperti minyak bumi, gas dan emas yang berada di Papua ketika dikelola oleh negara maka hasil dari tambang tersebut tidak boleh diperjualbelikan kepada masyarakat, apalagi untuk meraih untung. Melainkan hasilnya diperuntukkan kepada masyarakat dengan harga yang murah atau bahkan gratis. Kemudian ketika hajat publik sudah terpenuhi, selanjutnya boleh diekspor ke luar negeri.
Namun, negara tempat menjual hasil bumi bukan pula negara kafir harbi fi'lan (negara yang terang-terangan memusuhi Islam). Sehingga bukan hanya untuk mendapatkan untung semata melainkan untuk kemaslahatan umat di segala penjuru dunia. Adapun hasilnya akan dimasukkan ke dalam kas negara guna diperuntukkan untuk hajat hidup publik. Seperti pembangunan infrastruktur, kesehatan dan pendidikan yang gratis.
Maka ideologi kapitalisme yang diadopsi negeri ini bukanlah sistem terbaik. Sebab sistem ini hanyalah alat pemuas nafsu para elit yang serakah. Tidak sesuai dengan syari’at Islam.
Maka barang tentu kita sebagai umat Rasulullah sadar bahwa tidak ada sistem yang paling baik yang mampu memenuhi hajat publik kecuali sistem Islam dalam naungan khilafah. Hanya dengan sistem Islam sumber daya alam di negeri pertiwi ini bisa dinikmati oleh seluruh rakyat dengan baik dan penuh keberkahan.
Wallahu a'lam.
Oleh: Rifatun Mahmuda
Sahabat Topswara
0 Komentar