Topswara.com -- Tahun kenaikan, mungkin inilah yang terjadi pada tahun 2022 ini. Sejak awal Januari tahun ini, kita sudah disambut dengan kenaikan berbagai harga kebutuhan pokok. Dari hari ke hari, kenaikan harga terus terjadi, dari naiknya pajak sampai naiknya harga sembako yang terus menanjak. Dan puncaknya adalah harga BBM yang melonjak sehingga membuat banyak masyarakat terhentak.
Berbagai reaksi dari masyarakat juga bermacam-macam. Banyak yang mencoba bertahan dalam kesulitan, dan banyak juga yang menganggap ini adalah sudah suratan takdir yang harus di jalan kan. Bahkan ada juga yang berusaha tegar dengan keadaan yang dipaksakan, atau bahkan ada juga sebagian yang tidak peduli, dengan apa yang tengah terjadi.
Sebagai umat Muslim, seharusnya kita bisa mendudukkan segala persoalan dengan bersandar pada aturan yang telah Allah tetapkan. Demikian juga dalam mendudukkan hakikat sabar dalam kesulitan.
Dalam Islam, ketika kita menjalani kehidupan ada keterikatan terhadap ketetapan dari Allah SWT. Yaitu tuntunan akidah dan syariat. Sabar menerima kondisi yang sulit sangatlah dianjurkan. Dan ini adalah bentuk penjagaan terhadap nafsiyah kita. Sementara dalam menyikapi kondisi yang terjadi saat ini, terutama kenaikan BBM, adalah bagian yang mengharuskan adanya keberadaan syariat yang mengaturnya.
Karena sabar dan marah adalah perbuatan manusia, yang akan ada pertanggungjawabannya di hadapan Allah SWT.
Allah SWT telah banyak memberi banyak peringatan tentang sabar. Sebagaimana firman-Nya di dalam Al-Qur’an. Di antaranya di dalam surah Az-Zumar: 10 yang Artinya: “Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.”
Dengan bersabar, Allah akan memberikan pahala dan kecukupan. Karena itulah sikap sabar diserukan untuk orang-orang yang beriman. Ini termaktub dalam surah Ali-Imran ayat 200 yang artinya: "Hai orang-orang yang beriman bersabarlah kamu...”
Karena sejatinya, urusan orang beriman itu adalah mencari ridha dari Allah semata. Sehingga Allah juga akan memberikan pahala kepada siapa saja yang menerima qadha Allah dengan cara sabar dan bersyukur. Banyak hadis yang menjelaskan hal ini, salah satunya adalah hadis yang diriwayatkan Muslim, "dari Shuhaib, sesungguhnya Rasulullah SAW. bersabda," “Aku kagum terhadap urusan orang yang beriman, karena seluruh urusannya merupakan kebaikan baginya. Jika mendapatkan kesenangan ia bersyukur, maka syukur adalah kebaikan baginya. Jika ditimpa kesulitan ia bersabar, maka sabar itu merupakan kebaikan baginya. Hal seperti ini tidak akan didapati pada seseorang kecuali orang yang beriman.”
Namun, sebagai umat Muslim kita dituntut untuk menelaah makna sabar yang sebenarnya, sehingga tidak terjadi kesalahpahaman dalam mendudukkan fakta dan makna sabar.
Sabar yang dimaksud di sini adalah bukan sabar yang hanya mencukupkan terhadap diri sendiri, sabar yang sekadar menolak penindasan terhadap dirinya saja. Karena bentuk sabar yang dimaksud adalah sabar yang diiringi dengan tidak membiarkan kezaliman merajalela akibat ditinggalkannya hukum Allah SWT.
Sabar yang harus diiringi dengan perjuangan mengatakan kebenaran dan beramal untuk menggapai ridha Allah SWT. Bukan sabar yang hanya diam ketika kemungkaran dan penindasan terjadi di mana-mana.
Karena justru sabar yang seperti ini akan berbahaya untuk umat Muslim dan pasti juga dirinya sendiri. Karenanya seorang Muslim juga dituntut untuk bersabar dalam menghentikan kezaliman tanpa rasa takut. Sebagaimana Rasulullah bersabda yang artinya:
“Tidak, demi Allah, kalian harus menghentikan orang-orang zalim, kalian harus membelokkan mereka (dari kezaliman) menuju kebenaran, dan kalian harus menahan mereka dalam kebaikan atau Allah akan mengunci hati sebagian dari kalian disebabkan oleh sebagian yang lain, dan Allah akan melaknat kalian sebagaimana telah melaknat Bani Israil.”
Jadi, kesabaran yang sebenarnya adalah kesabaran pada saat Muslim melaksanakan amar makruf nahi mungkar, dan tidak lemah walaupun dihadapkan kepada penindasan ketika menyerukan jalan yang Allah ridha.
Sebagimana yang terjadi saat ini, ketika umat merasakan kesempitan dan penderitaan. Mereka merasakan impitan ekonomi akibat kezaliman yang terjadi. Tersebab tidak diterapkannya syariat Allah dalam mengatur kehidupan. Maka mengajak umat untuk meninggalkan sistem kapitalis liberalisme sangatlah diperlukan.
Sehingga melakukan dakwah mencerdaskan umat tentang bagaimana syariat Islam mengatur perekonomian, adalah bentuk sebagai amar makruf nahi mungkar. Jadi tugas Muslim yang paham adalah jangan membiarkan umat terus berada dalam kebodohan.
Jangan takut akan risiko mendakwakan Islam kaffah dan membongkar kerusakan sistem hidup sekuler saat ini. Karena sejatinya, kenaikan harga yang membuat sebagian masyarakat sengsara adalah buah dari sistem yang jauh dari aturan Allah SWT.
Dan yang tidak kalah pentingnya adalah menyampaikan amar makruf nahi munkar dan muhasabah kepada penguasa yang menetapkan kebijakan zalim, karena hukumnya juga wajib.
Wallahu’alam bishawab
Oleh: Isty Da'iyah
Analis Mutiara Umat Institute
0 Komentar